Mohon tunggu...
Laurentina PI
Laurentina PI Mohon Tunggu... Relawan - Relawan

Relawan Pekerja Migran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kuberikan Hatiku untuk Rohingya

11 Maret 2019   15:33 Diperbarui: 11 Maret 2019   15:47 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah sharing, kami dibagi ke dalam kelompok untuk diskusi dengan tujuan agar dapat meningkatkan kerjasama dalam menangani masalah perdagangan manusia maupun pengungsi karena pekerjaan seperti ini membutuhkan jaringan yang kuat.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Hari berikutnya kami diberi kesempatan untuk mengujungi para pengungsi Rohingya yang berada di camp Kutupalong, Ukhiya Bangladesh. Kami diberi kesempatan untuk berjumpa secara langsung dan berinteraksi dengan mereka. Dalam kunjungan tersebut sebelumnya kami dibagi beberapa kelompok antara lain kelompok sanitasi, shelter, management dan pendampingan anak-anak.

Menurut keterangan dari salah satu pengurus Caritas Bangladesh bahwa jumlah keseluruhan penggungsi tersebut adalah 1 juta orang. Kedatangan mereka ada 2 gelombang yang pertama pada bulan Agustus 2017 berjumlah 700 orang sedangkan gelombang yang ke dua pada bulan September berjumlah 300 orang.

Salah satu unit yang saya kunjungi bernama HOPE yang didampingi oleh JRS dan Caritas Luxembourg. Dalam unit ini, keluarga yang didampingi berjumlah 685 yang terdiri dari usia anak anak sejumlah 392 anak (197 laki-laki dan 195 perempuan). Usia rata-rata mereka berkisar 4-16 tahun. Data ini dirilis pada tanggal 10 April 2018 yang lalu, kemungkinan saat ini jumlahnya semakin bertambah banyak karena jumlah kelahiran bayi setiap bulannya sekitar 50 orang.

Saya sendiri saat itu mendapat kesempatan mengunjungi anak-anak di shelter, unit Child Friendly Space. Dalam unit tersebut kegiatan mereka setiap harinya adalah belajar dan bermain yang di dampingi oleh para relawan yang tergabung dari berbagai organisasi kemanusiaan di dunia,seperti  JRS,IOM dan Caritas Internasional.

Sebelum menceritakan tentang perjumpaan dengan anak-anak tersebut, terlebih dahulu saya akan menjelaskan latar belakang anak-anak yang tinggal di Camp  Kutupalong  Ukhiya. Berdasarkan berita yang di media social, perselisihan yang terjadi di Myanmar berawal ketika Myanmar tidak mengakui keberadaannya etnis Rohingya yang dianggap sebagai migran gelap asal Bangladesh. Mereka sudah tinggal menetap di wilayah tersebut sejak lama bahkan sudah menghasilkan beberapa generasi, namun hingga saat ini, Myanmar tidak mau mengakui dan menerima mereka.

Seringkali muncul perselisihan yang sangat sepele sehingga mengakibatkan perang besar. Bermula dari serangan Etnis Rohingya di Pos Polisi yang menewaskan 12 orang dan disusul beberapa kali penyerangan. Militer Myanmar tidak tinggal diam mereka melancarkan tindakan pembalasan yang keras terhadap kaum Rohingya yang menyebabkan terjadi pelanggaran hak asasi manusia berat. Seluruh desa dibakar dengan sadis tanpa membedakan sipil yang harus dilindungi, rentan dan tak berdaya, yakni anak-anak dan kaum perempuan. Negara yang paling dekat dan dianggap aman pada saat itu adalah Negara Bangladesh. Dalam kondisi demikian, mereka segera berlari ke perbatasan dan akhirnya masuk ke Negara tersebut.

Anak-anak yang berjumlah kurang lebih 5 juta tersebut mengalami trauma berat  akibat kekerasan yang ditimbulkan perang saudara di Negara bagian Rakhine di Myanmar. Ribuan warga Rohingya menyelamatkan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Desa-desa warga Rohingya di bakar habis dan semua penduduknya lari tunggang langgang terutama anak-anak dan perempuan untuk mencari tempat yang aman. Saat mereka berlari menyelamatkan diri, banyak anak-anak yang terpisah dari orang tuanya bahkan banyak yang meninggal dunia sebagai korban kebrutalan militer Myanmar.

Ketika saya menuliskan kembali pengalaman ini, hati saya sangat sedih dan muncul rasa empati terhadap mereka yang hidup di pengungsian tanpa kepastian hidup. Tentu kejadian tersebut meninggalkan luka dan trauma yang sangat berat terutama pada anak-anak yang belum mengerti akan arti kehidupan yang sangat keras. 

Namun saya masih dapat bersyukur dan kagum bahwa Negara Bangladesh dengan segala keterbatasannya mau menerima saudara-saudari kita yang sedang mengalami kesusahan tersebut.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sebagai tuan rumah, Caritas Bangladesh juga sangat berperan aktif di dalamnya, bahkan Bapa Paus telah mengunjungi Negara ini 3 kali. Masalah yang sangat besar ini menjadi sorotan dunia dengan seruan Sekjend PBB Antonio Guterres mendesak agar Bangladesh menerima kaum Rohingya dalam upaya menyelamatkan diri sejak kekerasan tersebut meledak di Myanmar. Bangladesh sudah menjadi penampungan ratusan ribu pengungsi Rohinga.

Namun Negara Bangladesh yang kecil dan padat penduduknya tidak mungkin bekerja sendirian dalam menampung para pengungsi tersebut. Lembaga sosial internasional yang selalu siap dan cekatan banyak yang datang ke Kutupalong, Bangladesh untuk memberikan perlindungan dan keamanan bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun