Mohon tunggu...
Vicky Laurentina
Vicky Laurentina Mohon Tunggu... -

Saya lebih banyak menulis di: vickyfahmi.com. Instagram/Twitter: @vickylaurentina Kadang-kadang nge-Youtube.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ngumpet di Ketiak Anak

3 November 2009   02:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:27 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiak anak yang masih kecil ternyata bisa jadi tempat ngumpet yang paling strategis. Bahkan makin kecil umur anaknya, maka makin aman kita terlindung kalo ngumpet di situ. Nggak akan ada orang berani ngubek-ngubek sampai ke sana, coz kalo bicara soal anak, mendadak tiap orang jadi sangat pengertian. Gw terpikir nulis ini waktu adek gw cerita ke gw kemaren. Adek gw, seorang mahasiswa kedokteran, saat ini lagi magang di sebuah puskesmas. Dia dan teman-temannya punya tugas ngadain penyuluhan ke pasien-pasien yang ada di ruang tunggu di sana. Teknisnya, ketika pasien-pasien lagi nunggu di ruang tunggu Puskesmas, mereka bisa menikmati sajian ceramah yang dibawakan mahasiswa-mahasiswa kedokteran. Ceramahnya bisa ngoceh tentang apa aja, biasanya tentang cara menjaga kebersihan, kampanye ASI, bahaya ngebul, apa ajalah yang bisa jadi pengetahuan kesehatan praktis buat rakyat dusun. Kedengarannya sepele, tapi ini proyek buat mahasiswa-mahasiswa yang jadi penceramahnya. Dan mereka melakukan itu, bergiliran. Biasanya mereka nentuin siapa yang dapet giliran ceramah hari Senen, maka penceramah yang bersangkutan nyiapin bahan-bahan buat presentasi. Ceritanya, sejatinya yang dapet giliran ceramah hari ini adalah temennya adek gw, sebut aja namanya si temen itu Iteung. Tapi, si Iteung itu kemaren rupanya kerepotan, jadi dia minta adek gw buat bikinin presentasinya. Nanti pas ceramahnya, biar si Iteung yang maju cuap-cuap, tapi adek gw yang bikin naskahnya, gitu lho. Lalu gw tanya ke adek gw, kenapa si Iteung ini nggak bikin presentasinya sendiri. Jangan-jangan kompie-nya si Iteung ngadat di rumah sampai dia kudu minta bantuan temennya buat ngetik presentasi. Lalu jawab adek gw, si Iteung nggak bisa bikin presentasi, soalnya..lagi repot ngurus anak. Gw nggak tau persis apa yang dimaksud mahasiswa ini dengan istilah "repot ngurus anak". Apakah anaknya sakit? Atau harus nganter anaknya les berenang? Atau anaknya nggak bisa ganti popok sendiri? Atau dia dipanggil guru sekolah anaknya lantaran anaknya terancam DO dari sekolah TK? Intinya, serepot apakah si ibu muda ini sampai-sampai buat bikin presentasi aja kudu minta dibikinin temennya? Padahal buat presentasi kan, yang ngomong nanti dia sendiri, gimana dia bisa menjelaskan dengan baik mengenai hal yang tidak ditulisnya sendiri? Memang, kebetulan proyek yang dihadapin ini bukan medan yang berat. Ceramah di hadapan pengunjung Puskesmas yang rata-rata pendidikannya nggak lulus SMP aja, mestinya sepele, ya toh? Tapi apakah karena pekerjaan itu sepele, lantas tanggung jawab buat merancananya itu dioper aja ke temennya, cuman gara-gara alasan "repot ngurus anak"? Gw belum pernah punya anak, jadi gw nggak tau rasanya jadi orang tua. Tapi gw ngerti bahwa memerankan mahasiswa dan orang tua sekaligus itu nggak gampang. Nggak heran mereka sering banget ngerepotin teman-temannya. Ada kolega gw yang lagi hamil tapi harus tetap jaga pasien buat kasus pelajarannya. Akibatnya dia bolak-balik mengalami pendarahan dari jalan lahir, sehingga teman-temannya mesti gantiin dia jaga supaya kasus pasien itu tetap terawasi dengan baik. [caption id="attachment_21268" align="alignleft" width="193" caption="Kalau perlu, anaknya bawa ke kantor. Jadi tidak perlu lari dari tanggung jawab atas pekerjaan di kantor hanya karena berlindung di balik alasan "repot ngurus anak". Kalau sudah berkomitmen jadi pegawai atau jadi mahasiswa, ya mesti tanggung konsekuensi kerepotannya dong. Foto dari www.divinecaroline.com"][/caption] Ada kolega gw yang lain yang suka bolos jaga juga. Soalnya, anaknya sendiri ngidap tumor ginjal dan dia mesti bolak-balik nganterin anaknya cuci darah. Ada lagi kolega gw yang memilih membela tanggung jawab kerjaannya ketimbang membela anaknya. Dia kerja dari pagi sampai siang, anaknya dititipin ke bonyoknya. Suatu hari kolega gw ngeluh ke gw, "Anak gw sekarang nggak jadi anak ibunya lagi. Dia sudah jadi anak dari kakek-neneknya." Memang nggak gampang, punya anak dan sekaligus bersekolah. Cepat atau lambat, pasti akan ada salah satu yang dikorbankan. Tapi memilih adalah setuju untuk menanggung sebuah konsekuensi. Memilih punya anak, berarti setuju untuk kerepotan kalo anak itu sakit, rewel, ngurus TK-nya, dan sebagainya. Memilih untuk bersekolah, berarti setuju untuk bertanggungjawab atas tugas yang dibebankan sebagai syarat lulus sekolah. Jadi kalo udah dikasih tugas, ya jangan dioperin ke temennya. Mau pinter, kok otaknya minjem? Tentu saja tidak ada mahasiswa yang mau melempar tanggung jawab kalo bukan gara-gara alasan musibah, ya kan? Apakah mengurus anak adalah musibah yang boleh dimaklumi sebagai alasan untuk lari dari bikin tugas? Ini baru tugas bikin presentasi atas dirinya sendiri, belum nanti kalo udah gede dapet masalah lain, misalnya patroli pasien kritis, nolongin operasi darurat, dan bikin laporan rekam medis? Apa mau dioperin ke temennya lagi dengan sembunyi di balik alasan "repot ngurus anak"? Kebayang kan kalo nanti ada adegan gini, Perawat: "Dok, pasien Dokter sekarang kejang-kejang!" Dokter: "Minta dokter yang lain aja deh. Saya mau ngambil raport anak saya dulu.." Dan di sinilah para ibu yang bekerja menyuarakan hati mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun