Mohon tunggu...
Laurentia Liany
Laurentia Liany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang sedang berlatih dalam dunia jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Di Balik K-Pop dan Indie

21 Maret 2021   16:17 Diperbarui: 22 Maret 2021   09:08 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Freepik pch.vector

Globalisasi dan perkembangan teknologi berkembang semakin pesat saat ini. Dengan adanya teknologi, kita memperoleh berbagai kemudahan. Hal tersebut membuat kita menjadi nyaman dan bahkan dapat terlena dengan kemudahan dan kesenangan yang "ditawarkan" oleh teknologi. Dapat dilihat dari realitas saat ini, begitu cepat akses internet yang bisa kita nikmati. Selain itu, menjamurnya media sosial serta kecepatan dan kemudahan memperoleh informasi juga menjadi nilai tambah bagi kehadiran teknologi.

Informasi yang dapat diakses di internet tidak hanya informasi yang beredar di lingkungan terdekat atau sekitar kita saja, melainkan seluruh dunia. Itulah hebatnya teknologi. Khalayak dapat dengan mudah mencari dan mendapatkan informasi seluas mungkin. Hal ini juga berkaitan dengan para pembuat pesan, mereka dapat dengan mudah menyebarkan pesan atau informasi mereka kepada audiens yang sangat luas. 

Salah satu yang dapat kita rasakan adalah perkembangan budaya luar negeri, yang salah satunya ditandai dengan masuknya lagu-lagu dengan bahasa luar seperti Korea, Jepang, Inggris, Mandarin, Thailand, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar bahwa salah satu dampak dari globalisasi adalah masuknya budaya asing ke dalam budaya kita sendiri. Dampak ini berkaitan dengan kemudahan akses informasi dan pengiriman pesan yang disediakan oleh teknologi saat ini.

Saat ini, banyak remaja menggilai musik bergenre pop. Contohnya seperti Indonesia. Di Indonesia para remaja mendominasi genre musik pop sebagai musik favorit mereka, salah satunya adalah Kpop. Kpop atau Korean-pop merupakan salah satu kebudayaan Korea yang masuk melalui musik, film, bahasa, makanan, dan hal lain yang berkaitan dengan Korea. 

Banyak lagu-lagu Korea yang telah masuk dan digemari masyarakat (terutama remaja) Indonesia, seperti  contohnya boyband BTS, EXO, NCT serta girlband SNSD, BLACKPINK, dan Twice. Nama-nama ini tentu sudah tidak asing lagi bagi mereka. Bahkan lagu-lagu mereka sudah sering kita dengar di media massa maupun tempat umum, seperti radio, televisi, dan pusat perbelanjaan.

Fenomena Kpop ini dapat dikatakan sebagai budaya populer. Pada dasarnya, budaya populer merupakan dampak dari perkembangan globalisasi. Budaya populer dapat didefinisikan sebagai budaya yang disukai oleh banyak orang (Storey, 2015, p. 5). 

Dari definisi ini, dapat kita lihat bahwa Kpop memiliki peminat yang banyak dan mendunia. Bahkan budaya tersebut juga telah masuk ke Indonesia. Budaya Kpop sangat melejit di Indonesia. Dilansir dari Kumparan (30 Desember 2020), Kpop mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 2011. Hal ini berarti sudah cukup lama budaya Kpop masuk ke Indonesia. Tidak jarang pula para penggemar Kpop mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Korea, seperti contohnya pameran foto idol Kpop, dance cover dengan diiringi lagu Kpop, hingga menggunakan foto idola Kpop mereka sebagai foto profil di media sosial. Hal-hal seperti ini menjadi beberapa contoh identitas yang dibangun oleh fans Kpop sehingga masyarakat lain dapat mengetahui bahwa mereka adalah salah satu Kpopers (sebutan untuk fans Kpop). 

Perkembangan Kpop di Indonesia atau yang dikenal dengan istilah Korean wave, merupakan salah satu fenomena yang tercipta sebagai bagian dari proses industri (Firdani, 2019, p. 109). 

Seperti yang telah dijelaskan dalam penelitian ini, Korean wave merupakan upaya bagi sebagian negara di Asian untuk bangkit dari krisis ekonomi yang terjadi pada akhir tahun 1990, sehingga dapat dikatakan bahwa fenomena Korean wave ini merupakan bentuk kapitalisme global dan Asia yang memanfaatkan teknologi dan komunikasi massa untuk menyebarkan produk kebudayaan mereka. Hal ini mengakibatkan kebudayaan Korea dikenal oleh masyarakat negara-negara luar dan menjadi sebuah budaya populer atau pop culture masa kini. Maka dari itu Korean wave dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk politik identitas yang dimiliki oleh Korea, terutama Korea Selatan. 

Kpop mulai mendominasi kebudayaan saat ini. Keadaan ini sesuai dengan pernyataan Storey yang menyatakan bahwa budaya populer merupakan salah satu analisis politik, terutama pada perkembangan mengenai konsep hegemoni (Storey, 2015, p. 10). 

Realitasnya, saat ini Kpop telah dijadikan sebagai 'tolak ukur' dalam kebudayaan. Dapat dilihat dari banyaknya remaja Indonesia yang tertarik untuk mengaplikasikan make up dengan konsep Korean look, model pakaian, serta munculnya girlband dan boyband Indonesia. Hal ini dapat dikatakan bahwa Kpop telah menghegemoni kebudayaan Indonesia. Dengan begitu, mereka juga memiliki kekuatan ekonomi dari hasil kegiatan ekspansi kebudayaan yang dilakukan.

Apabila budaya Kpop tersebar sangat luas dan menghegemoni kebudayaan, lain halnya dengan "indie". Istilah indie sendiri diambil dari kata independent, maka dapat diketahui bahwa indie bersifat bebas atau mandiri (Nugraha, 2019). Salah satu produk indie adalah musik yang dikenal dengan sebutan "musik indie". 

Musik indie memiliki perbedaan mendasar dibanding genre lain (contohnya seperti Kpop) yang terletak pada proses pembuatan lagu mereka. Musik Kpop identik dengan label rekaman. Para penyanyinya melakukan rekaman hingga promosi di bawah naungan agensi, sedangkan Indie bersifat lebih bebas. Mereka tidak terikat dengan label rekaman dan melakukan promosi karya mereka secara "mandiri".

Para musisi Indie dapat menciptakan lagu mereka sendiri tanpa harus mengikuti arahan dari label rekaman, sehingga nilai mandiri dan kreativitas menjadi ciri khas musik Indie. Hal inilah yang menjadi sisi unik dari industri musik Indie. 

Kehadiran genre Indie menjadi salah satu contoh dari subkultur. "Budaya" diartikan sebagai cara hidup tertentu yang mengekspresikan nilai budaya, sedangkan "sub" diartikan sebagai kondisi yang berbeda dengan masyarakat umum. Dari kedua definisi ini, subkultur dapat dipahami sebagai budaya yang menyimpang sebagai alat representasi diri (Mitasari, 2016, p. 142).

Musik Indiepop muncul akibat rasa tidak puas yang dirasakan oleh sebagian orang terhadap kondisi sosial masyarakat, terutama yang berkaitan dengan musik. Lama kelamaan, ketidakpuasan ini berkembang menjadi rasa tidak puas terhadap musik mainstream yang dipandang seragam dan industri musiknya tidak sehat. Hal ini berhubungan dengan lirik lagu musik Indie yang cenderung bersifat kritik atau perlawanan (Mitasari, 2016, p. 143), inilah yang menjadi identitas dari musik Indie dibanding genre musik lain. Dari penjelasan berikut, dapat disimpulkan bahwa musik Indie menjadi salah satu bentuk subkultur. Genre ini identik dengan "melawan" budaya musik mainstream. Contoh karya musik bergenre Indie dapat dilihat dari band Fourtwnty, Naif, dan Nosstress.

Daftar pustaka
Arindanvts. (30 Desember 2020). Korean wave atau hallyu, demam baru di masyarakat?. Dilansir dari Kumparan.

Firdani, K. (2019). Analisis peranan Korean wave sebagai sarana soft diplomacy terhadap penyebaran budaya Korea Selatan di Indonesia. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Mitasari, D. (2016). Menonton bangkutaman: subkultur musik indie Yogyakarta. Retorik, Jurnal Ilmu Humaniora, 4(2): 137 -- 153.

Nugraha, A. (19 Januari 2019). Mengenal kata indie pada generasi millennial. Dilansir dari Binus Student's Column.

Storey, J. (2015). Cultural theory and popular culture: an introduction (7th ed.). Oxon: Routledge.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun