Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah baru untuk mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan di Indonesia. Pemerintah telah mengumumkan rencana untuk meluaskan cakupan penerima manfaat dalam program subsidi untuk pembelian sepeda motor listrik berbaterai. Ketentuan pemerintah disesuaikan dengan terbitan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Permenperin No 6 Tahun 2023 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua.Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta mengatakan bahwa dasar utama perubahan kebijakan ini adalah untuk percepatan dalam membangun ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri serta mewujudkan Indonesia yang lebih bersih. Hasilnya diharapkan  akan menciptakan per membangun ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri serta mewujudkan Indonesia yang lebih bersih. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah akan berdampak terhadap peningkatan investasi, memacu produktivitas dan daya saing industri.
Awalnya pemerintah telah merencanakan untuk memberikan insentif kendaraan listrik baik insentif mobil listrik, motor listrik dan bus listrik pada hari ini 20 Maret 2023. Pemerintah telah merencanakan untuk pembelian KBLBB sebesar Rp7 juta per unit untuk pembelian 200.000 unit sepeda motor listrik baru dan Rp7 juta per unit untuk konversi 50.000 unit sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik. Anggaran yang disediakan pemerintah sebesar 7 triliun untuk pemberian insentif motor listrik periode 2023 dan 2024. Namun, pemerintah memutuskan untuk menunda pemberian insentif sampai 1 April 2023 untuk subsidi mobil listrik dan bus listrik. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM Â resmi akan memberikan subsidi kendaraan listrik mulai 20 Maret 2023. Pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif atau subsidi untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) resmi akan berlaku. Pemerintah menegaskan subsidi untuk kendaraan listrik diberikan sebenarnya sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Hal ii disebabkan karena aturan penjualan KBLBB yang belum optimal.
Terlebih lagi, Menko Marves, Luhut B. Pandjaitan, menegaskan bahwa dengan adopsi massal ini bersama dengan berbagai inisiatif kebijakan lainnya, diharapkan bahwa sektor transportasi di Indonesia dapat berubah menjadi industri yang lebih berkelanjutan dari segi lingkungan. Industri yang berkembang ini diharapkan juga akan meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai nilai sumber daya mineral, produksi baterai, dan pengembangan kendaraan. Program KBLBB diharapkan akan berkontribusi positif dalam menciptakan peluang kerja yang signifikan, terutama dalam sektor industri KBLBB.
Pemerintah telah menyusun anggaran untuk dialokasikan ke kendaraan listrik bermotor. Anggaran yang disediakan yakni, 800 ribu motor listrik baru dan 200 ribu bantuan untuk motor listrik konversi. Pada saat yang sama, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,75 triliun untuk tahun ini, yang akan digunakan untuk membeli 250 ribu unit motor listrik. Sisanya, yaitu 750 ribu unit, akan mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 5,25 triliun pada tahun 2024. Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua jenis kendaraan listrik memenuhi syarat untuk menerima insentif dari Pemerintah. Produsen harus memenuhi syarat tertentu, yaitu bahwa motor listrik yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal sebesar 40 persen. Prioritas penerima bantuan motor listrik diberikan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), penerima bantuan produktif, subsidi upah, serta subsidi listrik dengan kisaran 450-900 VA. Untuk konversi motor listrik, syaratnya adalah bahwa data di STNK dan KTP harus sesuai, dan motor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi memiliki kapasitas cubic centimeter (CC) antara 110 hingga 150 CC.
Negara-negara maju dan berkembang sudah memberikan lampu hijau terhadap penggunaan kendaraan bertenaga listrik, khususnya (Motor Listrik). Kendaraan bebas bahan bakar ini memberikan dampak positif bagi kelangsungan ekosistem lingkungan (Ramah Lingkungan) dengan mengubah penggunaan kendaraan BBM pada kendaraan ke tenaga listrik. Menurut informasi yang diambil dari situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi Republik Indonesia, pemerintah menunjukkan tekad yang kuat untuk mempercepat program peralihan kendaraan dari bahan bakar minyak (BBM) menjadi kendaraan listrik. Keputusan melalui Impres Nomor 7 tahun 2022 tentang Pemanfaatan Kendaraan Bermotor Listrik berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai kendaraan dinas operasional atau kendaraan perorangan instansi pemerintahan pusat dan daerah, merupakan bukti konkret dari komitmen pemerintah untuk mendorong percepatan peralihan kendaraan dari BBM ke tenaga listrik. Sumber dari situs evokemotorcycles.com juga mencatat bahwa menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jika 90 persen penggunaan tenaga listrik dapat dicapai hingga tahun 2030, maka akan terjadi penurunan emisi karbon yang signifikan, yakni sekitar 11 miliar ton hingga tahun 2050. PBB juga sangat mendukung upaya negara-negara dalam menerapkan program penggunaan kendaraan berbasis tenaga listrik.
Disisi lain, ada anggapan bahwa penggunaan kendaraan motor listrik atau kendaraan bertenaga listrik secara umum tidak ramah lingkungan dan malah cenderung merusak lingkungan sekitar. Merujuk pada situs motorcyclesnews.com, emisi yang berasal dari produsen kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak bumi tidak hanya disebabkan oleh karbon dioksida yang dihasilkan saat pengeboran dan produksi baterai menggunakan material seperti tembaga, nikel, lithium, dan kobalt, tetapi juga sebagian besar berasal dari pembangkit listrik. Selain itu disampaikan bahwa baterai motor listrik yang beratnya mencapai 45 persen dari keseluruhan bagian motor, diperkirakan meninggalkan jejak karbon pembuatannya lebih besar. Kendaraan berbasis tenaga listrik memang lebih sedikit menyumbang emisi karbon dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar BBM.Â
Akan tetapi, kendaraan berbasis tenaga listrik membuat masalah baru di lingkungan sekitar dari proses manufakturnya seperti penipisan ozon serta pengasaman tanah dan air. Ada kemungkinan juga, bahwa proses pembuatan kendaraan berbasis tenaga listrik memiliki potensi yang cukup lumayan bahaya terhadap kesehatan manusia dari bahan kimia yang digunakan. Dari sebab itu, penggunaan kendaraan tenaga listrik tidak semata-mata aman, tetapi ada juga bahaya-bahaya dari penggunaan dari kendaraan tenaga listrik.tumbuhan investasi, meningkatkan produktivitas, meningkatkan daya saing industri, dan memperluas peluang kerja
Pemerintah telah mengambil langkah baru dalam mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan di Indonesia melalui perluasan penerimaan program bantuan untuk pembelian sepeda motor listrik berbasis baterai. Aturan pemerintah ini disesuaikan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 21 Tahun 2023 yang memodifikasi Permenperin No 6 Tahun 2023 tentang Panduan Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam pernyataannya di Jakarta, menjelaskan bahwa perubahan kebijakan ini bertujuan utama untuk mempercepat pembentukan ekosistem kendaraan listrik dalam negeri dan untuk mencapai tujuan Indonesia yang lebih bersih. Oleh karena itu, dampaknya akan dirasakan dalam bentuk peningkatan investasi, mendorong produktivitas, serta meningkatkan daya saing industri.
Dalam konteks sosiologi
Subsidi motor listrik memiliki potensi signifikan untuk membentuk ketidaksetaraan sosial. Contohnya, subsidi ini bisa menciptakan kesenjangan sosial, di mana masyarakat kecil mungkin tidak selalu merasakan manfaat sepenuhnya. Kelompok yang sudah mampu finansial akan lebih mungkin mendapatkan keuntungan dari subsidi tersebut, sementara masyarakat kecil dengan pendapatan yang lebih rendah mungkin akan terus menghadapi tantangan dalam memiliki akses ke motor listrik. Fenomena ini merangsang perdebatan mengenai isu keadilan sosial dalam konteks kebijakan publik.Â
Selain itu, dalam perspektif sosiologi, perlu diperhatikan bahwa subsidi motor listrik juga dapat menciptakan ketidaksetaraan energi. Jika subsidi didanai melalui peningkatan tarif listrik, maka masyarakat kecil yang bergantung pada listrik sebagai sumber utama energi mereka akan menghadapi beban finansial tambahan. Hal ini dapat memperburuk ketidaksetaraan energi dan menghadirkan tantangan tambahan bagi kelompok masyarakat yang sudah rentan secara sosial dan ekonomi.Â
Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dari subsidi motor listrik dan memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat bagi kelompok tertentu, tetapi juga mengurangi kesenjangan sosial dan ketidaksetaraan energi yang mungkin timbul. Hal ini memerlukan pendekatan yang berkelanjutan dan inklusif dalam perencanaan dan implementasi kebijakan subsidi motor listrik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H