Demokrasi masih menjadi tema, yang serius dibahas akhir-akhir ini di Indonesia. Demokrasi menjadi tameng pergerakan massa diruang-ruang publik, untuk menyampaikan uneg-unegnya terhadap ketidakpuasan kepada negara. Demokrasi merupakan hasil dari proses reformasi yang panjang dan merupakan sebuah intrument atau alat untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan negara, yang tidak pro pada masyarakat.
Ketika menyampaikan kritik di ruang publik, misalnya dengan melakukan demontrasi, tidak jarang terjadi bentrokan antara pihak keamanan dan demontran terjadi. Bentrokan-bentrokan itu tidak luput memakan korban jiwa, baik dari pihak keamanan, ataupun dari pihak demontran. Realitas seperti itu sering terjadi di ruang publik kita, khususnya di indonesia. Peristiwa itu membuat ruang publik kita bukan lagi dijadikan tempat ruang yang kritis, tetapi menjadi tempat ruang yang anarkis.
Realitas seperti itu sangat mengerikan kita, sebagai sebuah bangsa yang demokratis. Dimana setiap elemen bangsa diberi kebebasan untuk melakukan dialog-dialog sebagai jalan mencari kesepakatan bersama. Ruang publik adalah tempat yang disediakan negara yang demokrasi untuk menyampaikan ketidaksepakatannya sebagai rakyak kepada penguasa. Ruang publik merupakan ruang kritis masyarakat, sekali lagi bukan ruang anarkis. Ruang publik membatasi kita manusia sebagai yang privat dan universal. Sehingga ketika persoalan sudah masuk ke ruang publik, artinya masalah itu bukan lagi masalah individu, kelompok, maupun golongan, tetapi persoalan itu menjadi persoalan bersama sebagai kesatuan sebagai bangsa.
KENAPA ANARKIS?
Untuk memahami realitas publik itu kita harus memahami konsep ruang publik seorang filsuf, dan sosiolog Jurgen Habermas. Ruang publik merupakan syarat utama munculnya sebuah negara yang demokratis. Pada Habermas konsep ruang publik mengacu pada analisis dalam perspektif politik. Melalui ruang publik, politik yang dijalankan secara formal tersebut dapat diawasi dan dikontrol melalui nalar publik.
Ruang publik menurut Habermas ada ketika ada persolan dengan ruang privat dan persoalan itu keluar, bukan lagi sebagai ruang privat tetapi menjadi ruang publik dan menjadi persoalan bersama. Distingsi antara yang privat dan publik inilah yang memunculkan kontruksi ruang publik.
Dalam hubunganya dengan negara ruang publik mejadi tempat intermediasi antara masyarakat dan pemangku kekuasaan. Tetapi ruang publik kita akhir-akhir ini sering menjadi tempat kaum elit atau berjuis untuk mempertahankan kekuasaannya. Peran kaum borjuis merupakan salah satu penyebab mengapa ruang publik kita menjadi anarkis. Ruang publik digunakan sebagai ruang kepentingan kekuasaannya, kelompoknya, dan kepentingan elit politik bangsa.
Sehingga konsep ruang publik yang diajukan oleh Habermas, menjadi kabur. Ruang publik bukan lagi sebagai tempat untuk menyuarakan masalah bersama, tetapi sebagai ruang untuk menyampaikan masalah kelompoknya. Sehingga tidak jarang terjadi kekerasan dan perlawanan dari berbagai pihak ketika melakukan demontrasi di ruang publik.
Selain itu, ruang publik juga bersandar kepada asumsi yang lemah tentang independensi dirinya dari negara. Pada kenyataannya negara selalu mengintervensi ruang publik pada khususnya dan masyarakat sipil pada umumnya. Pada Habermas ruang publik merupakan ruang arena berpartisipatif masyarakat sipil. Ruang publik menjadi tempat perjalanan aspirasi opini publik, baik terhadap pembuatan keputusan, dan kebijakan, ruang publik adalah tempat memobilisasi massa dan demontran yang digunakan untuk menafsirkan masalah-masalah masyarakat, bukan masalah kelompok atau golongan. Ketika ruang publik digunakan sesuai fungsinya, kita berharap ruang publik bukan lagi sebagai tempat anarkis, tetapi sebagai ruang diskursus untuk kepentingan bersama.
*Ruang publik adalah ruang dimana munculnya pemikiran kritis* Â