Mohon tunggu...
Laurensia Angelyn
Laurensia Angelyn Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Awam

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Kisah, Tragedi, dan Pencapaian Minke

28 September 2021   23:17 Diperbarui: 28 September 2021   23:26 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Judul Buku : Jejak Langkah

Pengarang : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : Lentera Dipantara

Tahun terbit : 1985

Cetakan : V, 2006

Tebal : 740 halaman

ISBN : 979-97312-5-9

Jejak Langkah adalah novel tetralogi ketiga karya Pramoedya Ananta Toer setelah "Bumi Manusia" dan "Anak Semua Bangsa". Buku ini memiliki latar belakang zaman kolonial Belanda dan mengangkat banyak cerita sejarah Batavia pada tahun 1930-an. 

Tokoh Minke digunakan oleh Pramoedya untuk menjelaskan bagaimana kehidupan seseorang bisa berubah 90 derajat dari cita - citanya demi memajukan kehidupan bangsa Indonesia dan kaum pribumi di Batavia. Dalam buku ini, diperlihatkan secara jelas evolusi Minke dari remaja hingga dewasa menjadi kritis, inspiratif, dan vokal. 

Dikenal sebagai kaum pribumi bergaya Eropa dikarenakan pakaian dan gaya, itulah Minke. Seorang pemuda lulusan Hoogere Burger School (HBS) atau singkatnya sekolah menengah umum. 

Gaya dan wibawanya itu menjadi salah satu faktor mengapa ia mampu memperistri seorang gadis bunga desa. Nyai Ontosoroh, ibunda sang gadis lah yang dikemudian hari membiayai Minke untuk pergi ke ibu kota.

Setelah Annelies Mellema pergi untuk selama - lamanya, Minke pergi ke daerah orang Betawi untuk memulai perjalanan studinya di STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) atau singkatnya sekolah kedokteran khusus orang pribumi. Sayang, kehidupan asrama dengan banyaknya peraturan mengekang jiwa kebebasan seorang Minke. 

Dengan kehidupan jurnalistik dan organisasi, harapannya untuk menjadi seorang dokter kini pupus. Minke kembali terfokus kepada penindasan oleh kaum Eropa atau kulit putih kepada orang pribumi. 

Walaupun gagal, setidaknya ia berhasil menemukan tambatan hatinya, Ang San Mei. Seorang gadis Tionghoa yang berkecimpung di bidang organisasi guna mengabdikan dirinya untuk mempersatukan kaum Tionghoa di Hindia Belanda yang pada akhirnya  ia peristri. 

Jiwa Minke yang sempat memadam kembali membara. Perjuangannya untuk melakukan revolusi di Hindia Belanda pun dimulai. Namun sayang, tak lama dari itu gadis Tionghoa yang sudah diperistri untuk kedua kalinya harus pergi dari hadapan Minke karena sakit keras. 

Dengan harapan sang istri, Minke mulai mengabdikan diri dengan perlahan mendirikan organisasi bagi kaum pribumi untuk memajukan kehidupan mereka. Dari, Syarikat Priyayi yang gagal lalu muncullah Syarikat Dagang Islamiyah yang kemudian berhasil besar karena bantuan koran Medan. Tetapi sekali lagi digulingkan akibat tuduhan menunggak pada bank. Pada akhirnya Minke, aset, dan ketidak beruntungannya ini diasingkan ke wilayah timur Jawa. 

Tidak sepenuhnya gagal, kehadiran seorang Minke membuat pemerintahan kolonial Belanda murka karena rakyat pribumi dianggap menjadi sosok yang lebih cerdas dengan munculnya organisasi tersebut. 

Wajahnya dicari dimana - mana oleh Belanda karena  Jurnalistik menjadi alat perlawanannya terhadap bangsa Eropa dan ternyata membuahkan hasil. 

Ditengah keberhasilannya ini, sekali lagi Minke kembali memperistri wanita pribumi Princess yang menjadi istri terakhirnya. Minke menjadi gambaran seorang pahlawan dengan perjuangan luar biasa.

Penggunaan bahasa yang ciamik merupakan ciri khas Pram sebagai penulis, dan terlihat jelas pada buku tetralogi terakhir ini. Pengenalan cerita sejarah dan suasana pada masa awal perjuangan perlawanan kepada kaum Eropa juga berhasil dituangkan dengan sangat jelas. 

Di abad ke-21 ini sulit ditemukan perpaduan unik antara cerita sejarah dan fiksi seperti buku Jejak Langkah. Dari segi kaidah kebahasaan, terlihat penulisan Pramoedya sangatlah rapi dan detail. 

Alur cerita yang sangat lama sebagai contoh dibutuhkan 100 halaman hanya untuk mengerti satu peristiwa yang dimaksud oleh Pram. Sehingga, tidak heran tebal buku menjadi hal yang perlu ditimbang sebelum terhanyut ke dalam cerita ini. Penggunaan ejaan bahasa lama samar - samar masih ditemukan. Sama seperti koin, seindah - indahnya karya tetap memperlihatkan sisi yang membuat pembaca menghindari buku ini.

Buku karya Pramoedya Ananta Toer dirasa sangat cocok bagi mereka yang mencintai kisah sejarah dengan balutan narasi yang detail dan indah. Para penggemar buku pasti sangat menyukai bagaimana Toer merangkai tiap cerita dengan alur yang tidak mudah ditebak. 

Saya sendiri sangat terkagum - kagum dengan bagaimana seorang penulis mampu menuliskan ide ceritanya dengan sangat unik. Tetapi, mungkin tidak semua orang sanggup menghabiskan waktunya untuk membaca buku setebal 740 halaman. 

Apalagi dengan penggunaan kaidah kebahasaan yang sedikit sulit dimengerti orang awam, butuh pengertian dan fokus yang lebih untuk dapat mengerti seluruh isi karya tulis Pram. 

Saya rasa dengan isi dan alur cerita, buku ini memang tidak ditujukan kepada orang awam apalagi anak - anak. Dengan ceritanya yang terfokus kepada perjuangan kehidupan seorang Minke di Batavia dengan latar waktu kuno yaitu pada tahun 1940-an. 

Sehingga saya rasa akan menjadi terlalu membosankan serta kurang relevan. Tetapi buku ini menjadi salah satu rekomendasi saya bagi  para kutu buku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun