Mohon tunggu...
Laurencius Simanjuntak
Laurencius Simanjuntak Mohon Tunggu... -

Warga Bekasi. Komuter yang terbiasa pulang pagi ;)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo dan Reagan

8 April 2014   17:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Pilpres 2014 harus menjadi palagan terakhir Prabowo? Apakah karena umur sang jenderal yang kini 62 tahun (lahir 17 Oktober 1951), sehingga tak mungkin lagi dia nyapres pada Pilpres 2019 atau saat usia 67 tahun?

Memang banyak pihak berpendapat Pilpres 2014 adalah arena terakhir bagi para tokoh yang berumur 60-an tahun. Tetapi apa dasar argumen mereka? Toh, UU Pilpres hanya membatasi usia minimal (35 tahun) capres, bukan maksimal.

Mereka yang berpandangan seperti itu barangkali lupa bahwa Ronald Reagan terpilih menjadi presiden ke-40 AS pada usia 69 tahun. Mantan aktor itu bahkan terpilih dalam dua kali dalam Pilpres AS, sebelum akhirnya lengser pada 1989 atau saat berumur 78 tahun.

Meski menjadi yang tertua, Reagan bukan satu-satunya presiden Abang Sam yang dilantik di atas umur 60 tahun. Di bawah Reagan, masih ada Presiden ke-9 William Henry Harrison (68 tahun), Presiden ke-15 James Buchanan (65 tahun), Presiden ke-41 George Bush (64 tahun) dan Presiden ke-12 Zachary Taylor (64 tahun).

Bahkan jika seandainya John McCain bisa mengalahkan Barack Obama pada Pilpres 2008, dia bakal dilantik sebagai presiden tertua sepanjang sejarah AS dengan usia 72 tahun. Fenomena Reagan dan McCain ini terjadi setelah AS berdemokrasi rastusan tahun lho. Artinya apa? Pada demokrasi yang matang, perdebatan umur capres ternyata tidak lagi terlalu penting.

Memang benar – setidaknya berdasarkan data tahun 2013 – angka harapan hidup (life expectancy) di AS  (79,8 tahun) lebih tinggi dibanding Indonesia (72 tahun).  Tetapi angka 72 tahun untuk Indonesia tidak terlalu buruk jika melihat kenaikan dalam 10 tahun terakhir (66,2 tahun pada 2004).

Anggaplah rata-rata angka mortalitas itu berlaku bagi semua kandidat capres di  negeri ini, termasuk Prabowo. Toh, jika Prabowo itu nyapres lagi pada 2019 (67 tahun) dan menang, mantan Danjen Kopassus itu masih bisa menjabat satu periode lagi (sampai 72 tahun). Tapi sekali lagi, angka harapan hidup itu cuma rata-rata angka kematian dalam kondisi sosial masyarakat tertentu. Bukankah umur katanya tetap di tangan Tuhan?

Soal kepemimpinan, presiden berumur tua juga bukan berarti selalu loyo. Berkaca pada Reagan, di usianya yang senja dia justru makin galak. Setalah dua tahun menjabat pada 1983, bak seekor singa, sang komunikator ulung itu malah berani menghardik Uni Soviet dengan sebutan ‘kekaisaran setan’ (empire of evil)’, bukan 'kambing' lho ya. Belum lagi liberalisasi ekonomi AS di era Reagan semakin tegas, dan para pengkritik mencemoohnya sebagai ‘Reaganomics’.

Lepas dari apapun, saya suka presiden yang tegas. Tapi, hemat saya, tidak usahlah ada istilah-istilah ‘pilpres terakhir’ atau bahkan ‘peperangan/palagan terakhir’ dengan pertimbangan usia capres. Bukan apa-apa, bagi saya, istilah itu agak menyeramkan mengingat seseorang bisa berbuat apa saja demi kemenangan dalam palagan terakhir. Apalagi ini politik. Kalau kata orang Jawa, santai waelah, ben ora stroke (meneh) ;)

(Follow: LaurenJuntax)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun