Mohon tunggu...
Gitskai
Gitskai Mohon Tunggu... -

suka cerita apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebelum Gelap, Suatu Hari di Kota Bangkok

31 Januari 2016   21:16 Diperbarui: 31 Januari 2016   21:24 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Sudah lebih dari beberapa bulan kamu tidak pernah menulis lagi. Ada apa?”

“Ga apa-apa. Lagi ga ada ide aja.”

“Idemu itu kayaknya cuma mengalir kalau kamu sedang galau ya?”

"Kamu kepo blog aku ya?"

"Hahaha."

"Aku unfollow instagrammu sih."

"Kenapa?"

"Kebanyakan foto bagus bikin aku ngiri. Hahaha"

"Tega ih."

“Hahaha, iya. Eh tapi bener sih kamu. Aku emang lebih sering menulis kalau galau. Dan bukannya bagus ya, artinya kan sekarang sudah ga galau lagi.”

“Yakin ga galau?”

“Ga percayaan amat sih?”

“Ya kan habis gimana.”

“Gimana apa?”

“Hahaha, ga apa-apa”

Lalu sebuah memori tiba-tiba muncul begitu saja. Satu tahun yang lalu. Sebuah senja, sebelum gelap, suatu hari di Kota Bangkok. Tentang percakapan tidak biasa antara keduanya yang baru saja berkenalan beberapa jam saja. Yang satu sedang patah hati karena baru tahu kalau dirinya dijadikan orang kedua. Yang satu sedang menegarkan diri, baru putus hubungan dengan kekasihnya. Ada percakapan yang terus mengalir dengan canggung. Canggung tapi tidak ingin berhenti. Saling tertarik tapi sama-sama menahan diri.

Memulai hubungan sesaat setelah sehabis putus tidak pernah menjadi ide yang baik. Tidak pernah. Pengalaman hidup telah mengajarkan hal ini berkali-kali. Dan kali ini keduanya paham betul. Lalu akhirnya masing-masing melanjutkan kehidupannya, berjalan pelan menuju titik tujuan masing-masing.

Dan kini mereka bertemu lagi di suatu acara tidak terduga. Di tempat yang sama, jam yang kurang lebih sama. Sesaat sebelum gelap, suatu hari di kota Bangkok.

“Jadi kamu sudah tunangan?”

“Hehe sudah.”

“Baguslah.”

“Kamu sendiri gimana?”

“Ya masih gini-gini aja. Masih sama pacarku itu.”

“Iya, aku sering liat foto kalian berdua di facebook kok.”

“Kalo gitu ngapain nanya-nanya?”

“Basa basi sopan aja sih.”

“Hahahaha.”

Dan ternyata masing-masing masih saling memantau satu sama lain. Dari jauh. Lewat tulisan-tulisan digital dunia maya.

“Jaga diri kamu baik-baik. Jangan lupa berdoa.”

“Iya. Kamu dari dulu selalu bawel soal doa deh. Lebih bawel dari ibuku.”

“Hahaha. Ya pokoknya kamu jaga diri baik-baik ya.”

“Iya iya iya.”

Sebuah tepukan di bahu. Bukan tepukan, lebih tepatnya rangkulan.

“Kamu tahu cerita Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh di bukunya Dee ga?”

“Iya tahu.”

“Kadang-kadang, sesekali dalam hidup, kita itu adalah bintang jatuhnya tapi juga sekaligus bisa jadi Putri atau Ksatrianya”

“Hmmm.”

“Mungkin kalau aku ga ketemu kamu taun lalu itu, sekarang aku ga tunangan.”

"Kenapa?"

"Karena yang dibutuhkan dalam sebuah hubungan ternyata bukan cuma perasaan yang berbunga, tapi juga keadaan yang tepat. Dan keadaan yang tepat akan membuat seseorang menjadi orang yang tepat. Dan orang yang tepat adalah sebuah keputusan."

“Hahaha. Wow."

"Hahaha."

"Ya kadang kupikir kalau aku ga ketemu kamu waktu itu, aku juga ga akan memutuskan pacaran kayak sekarang.”

"Kenapa?"

"Ya ternyata yang selama ini aku pikir keren, cantik, pintar, ga selalu kemudian membuat  aku jatuh cinta. Ada lebih dari itu, sesuatu yang ga semua orang bisa ngasih itu. Jadi begitu aku ngerasain sama pacarku yang ini, ya sudah, mungkin ya dia orangnya."

"Kok kamu bikin aku GR sih.'

"Hahaha. Kenapa GR?"

"Hmmm ga apa-apa. Never mind."

Lalu hening lama sekali.  Canggung. Sama seperti setahun yang lalu. Sampai salah satu memtuskan untuk kembali terlebih dahulu. Sedangkan yang satu sibuk memandangi senja yang semakin gelap. Sebuah penutup untuk percakapan canggung yang kurang ideal namun diperlukan. Tiba-tiba ia merindukan tunangannya dan segera menghubungi selulernya. Dengan mata sedikit basah ia berkata pelan.

“Sayang, senja di Bangkok hari ini indah sekali.”

[ ]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun