Mohon tunggu...
Gitskai
Gitskai Mohon Tunggu... -

suka cerita apa saja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mati Saja

12 Oktober 2010   02:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:30 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saya hanya ingin menahan nafas selama mungkin, membuat kematian sedekat mungkin dengan wajah saya. Karena di situ saya melihatnya, sangat jelas.

Kamu gila.

Seperti beberapa hari yang lalu, ada sepasang kakek nenek berjalan di pinggir sungai, mati mereka. Ada pohon tumbang menimpa. Darahnya muncrat ke mana-mana. Tapi lihat baik baik, onggokan daging yang itu. Iya, itu dua jantung menempel.

Kalian gila.

Kami bercinta untuk pertama kalinya di sebuah dini hari yang asing. Pinggir bar sepi tidak laku. Dia tidak mabuk. Aku tidak merokok. Lalu kami belajar bahwa rasanya perih dan sakit. Kami hanya mendapatkan detak jantung menderu dan badan pegal-pegal. Ketika pagi menjadi siang, itulah yang pertama dan terakhir.

Dia anak setan. Kamu temannya.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap mental? Dan siapa yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengadilan terakhir? Siapa yang menjadi polisi? Siapa yang mengumpulkan bukti? Siapa yang menjamin azas praduga tak bersalah? Banjir bandang menelan jiwa ke dalam tanah. Manusia berasal dari debu tapi kenyataannya adalah cairan basah. Manusia kembali ke dalam tanah, jadi abu cuma kalau dibakar, jadi makanan ikan kalau mati tenggelam.

Kaum pinggiran adalah empunya kerajaan surga. Keabadian hanya lewat jalan - jalan yang terpatri di kertas suci.

Ada orang yang tidak ingin keabadian dan jatuh cinta pada yang fana.  Keabadian itu semacam kutukan karena menjadi tua dan mati adalah orgasme alam raya. Keabadian hanya iming-iming yang meniadakan ketajaman rasa. Keabadian itu konsekuensi, bukan imbalan. Mereka menolak imbalan. Mereka tidak takut mati seperti halnya mereka tidak takut Tuhan. Kalau neraka adalah jalan akhir kenapa harus sedih. Jiwa dan tubuh ini toh milik alam raya.

Keinginan adalah sumber penderitaan *

Lalu besok akan ada berita di koran lokal, ada orang mati di sebuah rumah. Dicurigai perampokan karena semua barang-barangnya hilang. Di lain tempat ada lonte bahagia. Dapat bonus besar karena servis memuaskan. Di pasar ular ada transaki besar-besaran barang mewah harga murah. Uang uang berputar dengan cepat jatuh ke sekolah negri, ke rumah sakit, ke meja judi, mal mewah, resor di Bali, dan kantor pemerintahan.

[ ]

*lagunya Iwan Fals

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun