"Habis mama gemes, ga percayaan sih Ana sama mama. Udah mama bilang bakal begini kalo dia milih kawin sama Bimo. Tapi waktu itu dia ngotot. Heran deh mama, si Bimo apa make pelet ya sampe si Ana ga mau lepas gitu."
"Udahlah ma. Gaji mbak Ana gede ini. Walaupun ga semapan itu, mbak Ana dan keluarganya hidup cukup, ma. Itu kan udah bagus."
"Iya, mama tahu. Mama ga suka aja ngeliat si Bimo ini santai di rumah sedang Ana capek-capek kerja tiap hari."
"Mas Bimo kan kerja juga sih ma, tapi dari rumah."
"Beda! Lebih capek mbak Ana. Pokoknya mama ga suka sama Bimo."
"..."
[Simprug]
***
Bagas sudah tidur nyenyak. Bimo kembali menekuni layar komputernya memperhatikan digit-digit angka yang terus bertambah di tengah layar. Sekali-kali ia mengambil kalkutalor beras merek ternama. Kalau semua sesuai jadwal, perusahaan rekaman yang ia rintis dari tahun lalu akan segera beroperasi dalam waktu dekat. Pemasukan akan segera mengalir ke kantong. Selain itu, investasi Bimo di sebuah produk franchise mulai membuahkan hasil. Bisnis jual beli lain yang Bimo tekuni juga mulai menunjukan angka angka fantastis. Bimo menghitung-hitung nominal rupiah yang akan diterima bulan depan dan tersenyum simpul.
Ana, sebentar lagi kamu tidak perlu bekerja sekeras ini. Mobil dan rumah akan bisa dibayar lunas beberapa bulan lagi. Ana, ayo kita tunjukan pada mama. Tidak butuh gelar sarjana atau perusahaan asing berkantor di pusat kota untuk bisa berlibur keliling Indonesia. Bimo mulai berkhayal dengan rencana pemasukan berangka fantastis yang sebentar lagi akan menjadi kenyataan.
Tiba-tiba suara tangis Bagas memecah kesunyian. Suara tangis yang bertepatan dengan suara "ting" dari layar komputer. Seorang klien menyapa di salah satu aplikasi percakapan elektronik. Klien istimewa yang paling berkontribusi dalam memberikan angka fantastis dalam hitungan Bimo. Penting, kata si klien. Bimo tahu itu artinya ia harus segera menjawab semua pertanyaan si klien saat itu juga. Tapi tangisan Bagas makin kencang. Kencang dan memekakan telinga, membuat pengang. Senyum simpul Bimo perlahan lenyap bertransformasi menjadi rasa kesal. Kenapa harus setiap malam Ana pulang terlambat.