Mohon tunggu...
Laurensia  Dewi
Laurensia Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Bachelor Degree of Comunication Science

writting and travelling? i don't know which one i love the most

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Massa, Masa Peralihan, Masa Kini dan Masa Depan

11 Februari 2018   21:06 Diperbarui: 12 Februari 2018   08:12 3816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda membayangkan bagaimana keadaaan media cetak mungkin di 10 tahun mendatang? Apakah menurut Anda media cetak masih dapat bertahan di tengah gerusan teknologi?

Peralihan dari Media Cetak ke Media Online

Fakta bahwa kini eksistensi media cetak di Indonesia sudah mulai menurun ditunjukan dengan sejumlah penutupan total atau parsial sejumlah media cetak nasional maupun regional dari grup besar lainnya dalam dua tahun terakhir. 

Tak main-main, beberapa media cetak yang ditutup merupakan milik grup media besar yang tentu saja memiliki pengalaman bisnis 'jam terbang tinggi'. Contohnya Kompas Gramedia Group (KKG) yang pada Desember 2016 menutup delapan produk media cetak miliknya (KawanKu, Sinyal, Chip, Chip Foto Video, What Hi Fi, Auto Expert, Car and Turning Guide, dan Motor).

Tidak ada pihak yang bisa disalahkan atas tutupnya beberapa media cetak di Indonesia, karena media grup juga harus bisa melihat keinginan pasar yang menuntut untuk segala sesuatunya instan dan cepat.

 Kenyataannya, orang kini lebih mengandalkan media online dalam mendapatkan informasi. Sifatnya yang cepat, praktis, mudah, murah dan fleksibel karena kita bisa memilih sendiri informasi apa yang ingin kita ketahui.

'Masa Bersinar' Media Online

 Menurut data tahun 2017, Dewan Pers memiliki catatan ada sekitar 47 ribu media di Indonesia. 44.300 tergolong dalam media online, sisanya adalah media cetak, televisi dan radio.

90% dari total semua jenis media di Indonesia didominasi oleh media online. Mengapa jumlah media online di Indonesia bisa begitu banyak? Jawabannya karena mudah dan tidak membutuhkan modal yang besar.

 Secara teknis, orang hanya perlu membeli domain dan melakukan custom domain (agar terlihat profesional) untuk media online yang akan dibentuk. Namun, secara legal dan formal, media online harus berbadan hukum agar menjadi media resmi.

Media online juga perlu diverifikasi oleh Dewan Pers agar bisa dipercaya oleh para pembaca. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu berbadan hukum perseroan terbatas (PT), terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mempunyai modal, mampu menggaji wartawannya sesuai standar upah minimum provinsi sebanyak 13 kali setahun, mencantumkan nama penanggung jawab serta alamat redaksi yang jelas, dan pemimpinnya harus mempunyai kompetensi sebagai wartawan, serta bersedia meratifikasi pedoman-pedoman jurnalistik Dewan Pers.

Syarat di atas terlihat simple dan mudah untuk dilakukan? Tidak juga, karena Dewan Pers benar-benar ketat dalam melakukan verifikasi media online. Tercatat pada tahun 2014, media profesional dan lolos syarat pendataan hanya sebanyak 211 media online. Angka tersebut menyusut pada tahun 2015 yang hanya 168 media online dari total media online yang jumlahnya sekitar 43 ribuan.

Media Online vs Media Online

 Data dari Alexa.com, lima media online teratas yang paling banyak dikunjungi adalah Tribunnews.com, Detik.com, Kompas.com, Liputan6.com, dan Kaskus.co.id.

Semakin banyak media online maka persaingan juga akan semakin ketat. Perlu diketahui bahwa media massa bukan lagi sekedar alat dalam menyebarkan informasi, tetapi sudah berubah menjadi lahan industri.

Antara satu media online dengan yang lain berlomba-lomba untuk menghasilkan berita yang seaktual mungkin. Kecepatan dalam menghasilkan informasi menjadi sebuah keharusan di jaman sekarang.

Semakin aktual dan semakin akurat sebuah media online, maka akan semakin dipercaya oleh masyarakat dan angka pengunjung situs web tersebut akan meningkat. Dari situlah media online akan mendapatkan iklan. 

Semakin banyak pengiklan, sebuah media online cenderung lebih cepat berkembang selama konsisten dalam menghasilkan berita yang sesuai fakta dan Kode Etik Jurnalistik yang berlaku.

Apakah tuntutan sebuah media online hanyalah melulu tentang kecepatan dan keakuratan? Tentu saja tidak. Pekerjaan jurnalis kini memiliki banyak tuntutan keahlian seperti mengoperasikan kamera canggih, mengambil video, editing, dan lain-lain. 

Tujuannya untuk apa? Menghasilkan berita yang utuh dan lengkap, bukan hanya fulltulisan tetapi juga foto di TKP dan bila memungkinkan mengambil video.

Biasanya para jurnalis membuat berita yang informasinya didapatkan dari media sosial untuk mempersingkat waktu daripada harus meliput sesuatu yang 'terjadwal', misalnya sidang di pengadilan dan lain-lain.  Dengan begitu jurnalis bisa meliput lebih banyak peristiwa dan fleksibel.

Bagaimana Media Online Berjalan di Masa Depan

 Dikutip dari krjogja.com, Agung Purwandono selaku Pemimpin Redaksi KRJOGJA.com mengungkapkan kemampuan bertahan media online di masa depan sangatlah dinamis dan ditentukan oleh kemampuan media untuk berubah. Ketinggalan selangkah untuk melakukan inovasi, maka media online akan ditinggalkan pembacanya.

Dalam menjalankan bisnis media online, tidak ada sebuah patokan atau paham yang mengharuskan sebuah media melakukan 'ini itu'. Tetapi pengelolaan dilakukan sesuai dengan kebijakan masing-masing perusahaan media. Media online yang ingin bertahan mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan permintaan pasar, namun masih tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik.

Informasi yang dimuat dalam artikel media online sifatnya lebih singkat, padat, jelas, eye catching dan judul menarik. Terkadang karena persaingan yang begitu ketat, tidak jarang beberapa media online menggunakan clickbait agar pengunjung websitenya meningkat.

Inovasi dalam pemberitaan harus selalu dilakukan bagaimanapun caranya bila ingin bertahan di industri media. Bisa jadi, media online dalam beberapa puluh tahun ke depan jumlahnya akan semakin menyusut karena menurunnya minat baca dan digantikan oleh inovasi media baru, sama seperti yang terjadi kini, peralihan dari media cetak ke media online.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun