Ayung: Biar kamu tidurnya pules
Ayung: Biar sidangnya riweh beb.
Saya: Iya
Ayung: Sidang diundur
Ayung: Yeeeee wkwkwk
Ayung: ngopi belum wkwk
Ayung: Mau dibikinin kopi gk
Ayung: wkwkwk
Ayung: Sarapan duluuuuu
Ayung: Yo semangat yoooo
Ayung: hulalalala tidak mungkiiiiinnnnn tidak mungkiiiinnnnnnnn
Ayung: Tidak mungkin
Begitulah isi pesan WhatsApp yang masuk saat salah satu teman saya belum bisa mengikuti sidang skripsi mengetahui jadwal diundur. Tentu saja saya kaget, karena teman dekat saya ternyata ingin hari yang saya tunggu tidak terjadi. Eitsss itu hanya satu pesan keki, saat hari H sidang tetap ada pesan-pesan yang tidak terduga. Ah kolom mojok masih kurang nih buat menampung kedengkian haha
Drama skripsi memang banyak versinya, ada yang sulit sekali dapet acc dosen pembimbing, ada yang enteng banget buat sidang, ada juga yang masih menerawang kira-kira siapa teman yang bisa dimintain soft file skripsi, ada pula yang masih mempertanyakan esensi dari skripsi. Jika berbagai akun di media sosial sering membahas bahwa telat lulus bukan akhir dari segalanya dibarengi dengan quote dan lagu-lagu tiktok. Kali ini saatnya mempertanyakan apakah sidang skripsi duluan merupakan sebuah dosa?
      Dari kejadian yang baru saja saya alami, membuktikan benarnya anekdot "Beberapa orang hidupnya seperti lampu. Orang-orang di dekatnya malah merasa panas dan terganggu karena silau, yang bisa apresiasi terangnya justru orang-orang yang gk terlalu dekat dengannya." Haha lihatlah, lihat bagaimana kedekatan menertawakan kita. Namun, bukan berarti mempunyai teman dekat dilarang. Masih banyak kok teman dekat yang bisa diajak sambat tanpa pernah membabat.
Sebenarnya saya penasaran kenapa beberapa teman saya tidak ikut berbahagia padahal selama ini saling support. Saya akhirnya mencari tahu dari segi psikologi. Ternyata respon yang diberikan oleh orang yang terlalu silau akan pencapaian merupakan emosi penuh iri, yang akan terjadi karena menilai situasi yang berbeda dengan cara yang sama. Jadi peristiwa semacam ini dapat didefinisikan sebagai kenikmatan jahat atas kemalangan orang lain. Hal ini termasuk ke dalam jenis kesenangan, meskipun bukan kesenangan yang tidak khas. Menurut salah satu ilmuan psikologi yaitu Clore dan Collins pada tahun 1988 mengemukakan bahwa kesenangan ini menjorok pada keadaan di mana orang senang ketika orang lain tertimpa kemalangan.
Iri hati mempunyai dua sisi, ada yang positif dan negatif. Hal ini selaras dengan reaksi masing-masing individu terhadap peristiwa tertentu. Maka ketika Anda mengalami kesedihan tentunya ada yang bersimpati, ada yang tidak perduli, ada yang tertawa, ada pula yang ngajakin balikan, ada juga yang mantau dari akun palsu. Eh .....
Kasus yang dialami teman-teman saya termasuk ke iri hati negatif karena kalau positif harus tes swab haha. Iri negatif ini mempunyai tujuan yaitu untuk menyakiti posisi orang lain agar mencegah orang lain menjadi lebih baik. Ternyata pemahaman tentang mencegah korupsi akan kalah dengan mencegah orang lain menjadi lebih baik. Eh atau itu bagian dari korupsi juga? ....
Jadi dapat dipahami bahwa puncak tertinggi mencintai adalah mengikhlaskan dan puncak tertinggi iri hati adalah rasa sakit atas nasib baik orang lain hahaha lalu ketika sidang skripsi duluan, sudah dapat disimpulkan menyebabkan rasa sakit dan itu merupakan sebuah dosa. Jadi buat kalian yang sidang skripsi duluan, haduhhhhh sudah jadi pengangguran, berbuat dosa pula haha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H