Berkali-kali Udin harus bolak-balik keluar masuk rumah bosnya. Hari ini tamu bosnya layaknya seperti orang-orang yang ingin nonton bola saja, ngantri panjang. Tadi pagi tamu berseragam hijau, siangnya berseragam coklat. Sorenya bermacam-macam orang, ada yang memakai baju beratribut ada yang berpakaian biasa, berseliweran ingin bertemu bosnya.
“Tamu-tamu Bos itu orang-orang yang mau minta THR, Din,” penjelasan Bi Nah, pembantu juga sama dengan dirinya.
Udin tak tahu persis apa profesi bosnya, mengapa bosnya harus memberi THR kepada orang sebanyak itu. Setahunya, bosnya adalah pengusaha paling kaya di kota ini.
Ada yang bilang bahwa bosnya adalah ‘raja minyak’, jadi duitnya ‘gak ada nomor serinya’. Maksudnya saking banyaknya. Ada juga yang bilang kalau bosnya itu dalam berbisnis menggunakan cara-cara haram. Jadi harus berbagi dengan banyak orang kalau bisnis haramnya itu tidak ingin diganggu.
Kerja Udin sudah dua hari ini layaknya petugas jaga ruang dokter saja. Menanyakan dari mana si tamu, masuk guna melapor kepada bos, keluar lagi bilang ke tamu agar menunggu. Berkali-kali bolak-balik melayani tamu Udin pun paham mana tamu yang harus didahulukan mana yang harus disuruh menunggu.
“Bapak dari mana?”
“Bilang ke bos kamu, saya dari aparat penegak hukum.”
“Oh iya, Bapak sudah ditunggu. Silahkan Pak.”
“Kalau Bapak dari mana?”
“Saya dari LSM.”
“Bapak tunggu sebentar ya. Bos sedang ada tamu di dalam.”