“Saya malah curiga, Bu, kalau ini ulah PKI,” kata Salim lagi.
“Haah! PKI...? Maksudmu, Lim?”
“Bu Mar jarang nonton berita sih. Ibu gak denger kalau PKI bangkit lagi?”
“Iya, tapi apa hubungannya dengan mukenaku yang hilang?”
“PKI itu anti agama Bu. Jadi benci dengan orang shalat. Mukena Bu Mar kan buat shalat, jelas ini perbuatan PKI yang ingin menghalang-halangi orang untuk beribadah. Apalagi Bu Mar dekat dengan para pejabat, PKI sangat benci pejabat.” Salim berbusa-busa menjelaskan tentang PKI kepada Mardiyah.
“Menurut saya, kita harus ke Kapolres Bu. Polsek terlalu rendah buat ngurusin hal-hal politik seperti ini.”
“Ya sudah, antar saya ke Kapolres, Lim,” Mardiyah yang sudah termakan teori konspirasi Salim akhirnya menyetujui anjuran Salim.
Salim pun mengerem motornya bermaksud balik arah ke jalan menuju kantor polres. Naas, ia tak menyadari datangnya sebuah truk pasir yang melaju kencang dari belakang. Dan.... Braaaaaak!!! Truk pasir tersebut menabraknya dari belakang.
***
Malam itu, Mardiyah tergolek di tempat tidurnya. Seluruh wajahnya lebam bekas tabrakan tadi siang. Bibirnya membengkak karena ketika terpental dari motor si Salim wajahnya sempat ‘mencium’ aspal jalan. Beruntung luka-lukanya tak begitu parah sehingga dokter RSUD membolehkannya pulang tak perlu dirawat.
Di kamar sebelah, Leha putrinya yang nomor dua tak henti-henti menangis. Sementara, Sumi anak pertama Mardiyah berusaha menenangkan Leha.