Mohon tunggu...
Laura Irawati
Laura Irawati Mohon Tunggu... Direktur Piwku Kota Cilegon (www.piwku.com), CEO Jagur Communication (www.jagurtravel.com, www.jagurweb.com) -

Mother, with 4 kids. Just living is not enough... one must have sunshine, most persistent and urgent question is, 'What are you doing for others?' ;)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mbok Sarkem, Sum dan Malaikat yang Dikirim

8 Juni 2016   21:18 Diperbarui: 3 Juli 2016   02:04 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbok Sarkem tak kuasa menahan sakitnya. Tumor ganas di payudaranya sepertinya kini menggerogoti jiwanya setelah menggerogoti habis tubuhnya. Tubuhnya kini hanyalah rangkaian tulang belulang dibalut kulitnya yang keriput.

Yang dapat ia lakukan kini hanya pasrah. Pasrah dengan rasa sakitnya dan otot-ototnya yang menua.

Sarkem tua tinggal sebatang-kara di gubuknya yang lebih mirip kandang. Tergolek di tikar lusuh tanpa pernah ada orang datang merawatnya. Dari hari pertama puasa ia tak berpuasa.

Biasanya di Bulan Ramadan ini datang sekelompok remaja mesjid menyantuni gubuknya, memberinya uang untuk berobat, makanan dan baju bekas. Tapi bulan puasa kali ini mereka belum datang.

Mbok Sarkem merangkak tertatih-tatih. Tangannya berusaha menjangkau gelas minumnya. Hanya ada air putih yang ia rebus dua hari yang lalu. Urusan makan, biasanya datang si Sum anak tetangganya yang setiap hari membawakan makanan.

Sudah tiga bulan ini Mbok Sarkem tidak memulung sampah plastik. Rasa sakit akibat tumor ini tak bisa diajak kompromi. Tak ada plastik, tak ada yang bisa ditimbang. Itu berarti tak ada uang diterimanya. Dan tak ada uang, tak ada nasi dan lauk yang dapat dibelinya.

Sudah menjelang berbuka, Sum tak jua menampakkan batang hidungnya. Kemana gerangan anak itu? Perut Sarkem yang kecil pun semakin mengecil, ramai oleh suara cacing di dalamnya. Bulan puasa ini Sum mengantar makanan menjelang buka puasa.  

Mbok Sarkem sering mendengar ceramah ibu-ibu majelis taqlik setempat dari speaker mushola, bahwa Tuhan sering mengirim malaikat untuk orang-orang yang menderita dalam kesabaran seperti dirinya.

Menderita? Menderita dalam kesabaran? Mbok Sarkem tak bisa membedakan apa itu hidup menderita, apa itu kesabaran. Hidup seperti ini sudah dilakoninya berpuluh-puluh tahun. Yang ia tahu hidup memang harus begini.

Baginya, kebahagiaan adalah apabila Sum datang mengantarkan makanan. Biasanya Sum juga mengajaknya berbicara sambil memijat tubuhnya yang hanya tinggal belulang. Keceriaan anak itu menimbulkan sebuah getaran tersendiri di hatinya yang tak pernah ia dapatkan. Itu lah mungkin yang disebut kebahagiaan. Ia yakin Sum, anak kelas 5 SD berwajah bulat dengan gigi tengah ompong itu adalah malaikat yang dikirim Tuhan baginya agar ia bisa mendapatkan kebahagiaan.

Sum anak pertama si Karsih. Hanya rumah Karsih yang terdekat dari rumahnya. Karsih dan suaminya pemulung juga seperti dirinya. Sama-sama miskin. Tapi baik Karsih, Sum atau suaminya memiliki hati bak orang kaya. Selalu menyantuninya, walau untuk makan sehari-hari pun mereka kekurangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun