[caption caption="Image Source: fineartamerica.com"][/caption]Bu...
Â
sekarang aku tinggal di kampungnya para brutus
kampung yang dibangun hanya dengan menggunakan bibir dan belati
karena penduduk di sini saat dilahirkan, bibirlah yang terlebih dahulu keluar ketimbang kepala
karena di sini caesar selalu ditikam belati dari belakang
Â
mudahnya bibir-bibir kami berucap, akulah Caesar maka engkaulah Brutus
lupa pada satu jari menunjuk empat lainnya berbisik, engkaulah Brutus itu
dan brutus pun beranakpinak banyak di sini
karena suara kebenaran selalu mati dibunuh oleh tangan-tangan berbelati
Â
lorong-lorong kota penuh bangkai
bangkai saudara-saudara sendiri
yang kami santap dengan amat rakus
saat kami saling jumpa baju kami pun berbau bangkai
Â
Bu...
Â
bukan salahmu mengandung
bersama ibu lainnya, engkau tetap melahirkan anak-anak kebenaran
pada hati yang telah berhenti berdamai
pada pikiran yang telah membunuh dirinya
Â
seorang anak brutus telah lahir
menikam ibu brutusnya dengan belati harapan
beban kami taruh pada luka menganga
karena dia membawa cahaya matahari pada keluguannya
Â
Bu...
Â
kini tersenyumlah ...
hari esok penuh cahaya
yang akan menikam kegelapan dengan belatinya
dan kampung kami pun kini berhias mimpi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H