“Bukankah kau telah memilih bunga yang terindah?”
Sang murid hanya terdiam.
“Sesungguhnya kau telah memetik bunga terindah. Bunga terbaik dan paling pantas untuk kau petik. Jika kau tetap bertahan dengan kebingunganmu di antara taman bunga itu, maka sampai kapan pun kau takkan mampu keluar darinya, bahkan ketika kau telah memetik beberapa tangkai dari semua jenis bunga itu sekalipun. Itulah bukti bahwa kau telah mampu mengendalikan pilihanmu.”
9 Desember kemarin, Rakyat Cilegon telah menentukan pilihannya: memilih pasangan Iman-Edi sebagai walikotanya. Dari 100 persen suara data quick count yang masuk ke dalam tabulasi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan pasangan nomor urut 2, Iman-Edi, berhasil menang mutlak dengan meraih 77,1 persen. Sementara pesaingnya nomor urut 1, Sudarmana-Marfi, dari jalur independen hanya meraih 22,9 persen. Tingkat partisipasi pemilih 61,93 persen. Quick count SMRC ini menggunakan ambang batas kesalahan atau margin of error plus minus 1,29 persen.
Dalam keterangannya persnya, calon walikota incumbent, Iman Ariyadi mengatakan, kemenangan 77,1 persen ini menunjukkan ekspektasi masyarakat yang begitu besar kepadanya. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat Cilegon yang telah memberikan kepercayaan kepada mereka berdua untuk kembali memimpin Cilegon ke depan. "Bismillahirrahmanirrahim, saya dan Pak Edi akan bekerja lebih keras lima tahun lagi untuk membangun Kota Cilegon. Cilegon bukan milik warna kuning, bukan milik warna putih, bukan milik warna merah, tapi milik bersama,"
[caption caption="Santri yang walikota, walikota yang santri"]
Kemenangan ini sesungguhnya bukan hanya kemenangan pasangan Iman-Edi saja, akan tetapi mengutip kisah Socrates dan muridnya di atas, kemenangan ini adalah kemenangan rakyat Cilegon yang mampu menentukan pilihannya. Ketika masyarakat tak mampu mengendalikan pilihannya, karena beranggapan masih banyak yang lebih baik dalam angan-angan idealnya, karena lebih membandingkan dengan pemimpin yang dianggap lebih baik di luar sana, ketidakmemilihan hanyalah demokrasi yang sedang meninggalkan rakyat.
“Melihat bunga yang indah di luar sana hanyalah untuk membuatmu semakin mempererat genggamanmu pada setangkai bunga yang telah kau genggam. Membuatmu semakin yakin bahwa inilah pilihanmu. Inilah kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan yang memberimu pilihan-pilihan untuk bertindak; tidak membuatmu menyerah pada takdir. Kehidupan yang berputar pada lingkaran waktu, ketika satu bunga tumbuh bermekaran, kau petik dan kau lahirkan bunga terindah darinya, untuk melahirkan bunga yang tak kalah indah di kemudian hari.” Demikian pelajaran dari Guru Socrates yang dapat kita petik.