Mohon tunggu...
LAURA BANGUN
LAURA BANGUN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya merupakan seseorang yang gmar bernyanyi dan saya sangan menyukai kuliner terutama kuliner indonesia saya merupakan seorang mahasiswa di oergutuan tinggi universitas airlangga dengan fakultas kesehatan masyarakat dan jurusan kesehatan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Wabah Penyakit Demam Berdarah dan Peranan Kesehatan Masyarakat

18 September 2024   10:14 Diperbarui: 18 September 2024   10:21 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Laura Desatemalem Christine Br Bangun /191241209 

Fakultas Kesehatan Masyarakat

 Universitas  Airlangga

     Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit endemik yang semakin meningkat penyebarannya, terutama di wilayah Asia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2008, Indonesia mencatat 137.469 kasus dengan 1.187 kematian akibat DBD. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue, dengan gejala yang muncul setelah masa inkubasi 3-10 hari, seperti demam, sakit kepala, ruam, nyeri perut, muntah, dan pembesaran hati. 

DBD menyebabkan dua jenis infeksi: infeksi primer ketika seseorang pertama kali terpapar virus dengue, dan infeksi sekunder jika individu yang sama terinfeksi dengan serotipe virus yang berbeda. Tingkat keparahan gejala bervariasi, dan dalam beberapa kasus, penyakit dapat berkembang menjadi demam berdarah berat yang memerlukan penanganan medis segera. Secara global, insidensi DBD telah meningkat 30 kali lipat dalam lima dekade terakhir, menjadikan penyakit ini sebagai salah satu ancaman kesehatan global. Saat ini, DBD endemik di 128 negara berkembang, dengan sekitar 3,97 miliar orang terancam terinfeksi setiap tahunnya, menjadikannya tantangan besar dalam kesehatan masyarakat.

     Penyebaran DBD yang cepat terutama disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai fektor utama, yang berkembang biak di genangan air kecil. Kondisi lingkungan tropis yang mendukung perkembangbiakan nyamuk dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam pencegahan menjadi faktor utama penyebaran penyakit ini. Salah satu tantangan utama adalah lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan vektor utama penyebaran virus dengue. 

Perubahan iklim, urbanisasi yang pesat, dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan turut memperparah situasi ini. Nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak di genangan air kecil, seperti di wadah-wadah yang sering terabaikan, sehingga memperluas potensi penyebaran penyakit. Selain itu, musim hujan yang berkepanjangan di banyak wilayah tropis, termasuk Indonesia, memberikan kondisi ideal bagi nyamuk untuk berkembang biak.


     Dalam menghadapi tantangan ini, peran kesehatan masyarakat menjadi semakin penting. Kesehatan masyarakat berperan dalam promosi kesehatan melalui penyuluhan yang terus-menerus kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan memberantas sarang nyamuk. Kampanye 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) yang digalakkan oleh pemerintah merupakan langkah preventif yang sederhana namun efektif untuk mengurangi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Petugas kesehatan juga berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang gejala awal DBD agar pasien dapat segera mencari pertolongan medis. 

Selain itu, pentingnya sistem deteksi dini juga menjadi fokus utama dalam upaya pengendalian DBD. Petugas kesehatan harus dilatih untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal DBD agar pasien dapat ditangani dengan cepat dan tepat, terutama di daerah-daerah yang rawan terjadinya wabah. Kerjasama lintas sektor, termasuk dengan pemerintah, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat, juga dibutuhkan untuk memperkuat program pencegahan dan penanggulangan DBD. Teknologi juga memainkan peran penting dalam pengendalian DBD. Penggunaan aplikasi berbasis data untuk melacak penyebaran kasus DBD secara real-time memungkinkan petugas kesehatan dan pemerintah mengambil tindakan cepat di wilayah yang mengalami lonjakan kasus. Dengan demikian, penanganan dan pencegahan dapat lebih terkoordinasi dan terukur. 

KATA KUNCI: Demam Berdarah Dengue, Deteksi Dini, Kesehatan Masyarakat, Penanganan Medis, Urbanisasi, Virus Dengue

DAFTAR PUSTAKA
Suyasa, I. G., Putra, N. A., & Redi Aryanta, I. W. (2007). Hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dengan keberadaan vektor demam berdarah dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Ecotrophic, 3(1), 386740.
Respati, T., Raksanegara, A., Djuhaeni, H., Sofyan, A., Agustian, D., Faridah, L., & Sukandar, H. (2017). Berbagai faktor yang memengaruhi kejadian demam berdarah dengue di Kota Bandung. ASPIRATOR-Journal of Vector-borne Disease Studies, 9(2), 91-96.
Wahongan, I. F., Suoth, E., Antasionasti, I., Fatimawali, F., & Tallei, T. (2022). Strategi dan Tantangan Pengembangan Vaksin Demam Berdarah. PHARMACON, 11(3), 1530-1535.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun