Mohon tunggu...
laura angelina
laura angelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Saya adalah seorang mahasiswa dari prodi Pendidikan Sosiologi universitas negeri jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Masyarakat Dunia yang Terjadi Pasca Pandemi Covid-19

24 Oktober 2023   11:16 Diperbarui: 24 Oktober 2023   11:35 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

c) Orang tua

Dari sisi orang tua memang paling berat, karena memikirkan biaya untuk kehidupan sehari-hari ditambah harus memperhatikan mendampingi anak-anak untuk belajar, mungkin harus menambah biaya untuk pulsa, agar anak-anak tetap jalan belajar dengan daring. Orang tua harus mampu bertransformasi dan berdaptasi terlebih dahulu, sehingga orang tua mampu menjadi pendamping atau mentor perubahan bagi anak-anaknya di rumah. Dimasa pandemi ini menjadi sebuah peluang untuk menyadarkan setiap orang tua bahwa beban pendidikan anak tidak bisa hanya diserahkan pada guru/dosen semata. Pembelajaran sesungguhnya merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Orang tua yang menjadi mentor dan pendamping di rumah merupakan role model perubahan sikap bagi siswa dalam berperilaku dan menghadapi permasalahan saat ini. Orang tua harus mampu belajar kembali bersama anak-anak di rumah. Sekaligus, menanamkan pola berpikir yang positif sehingga menghadapi pandemi ini, sebagai sebuah pola hidup baru yang harus dibiasakan untuk dijalani karena menjadi New Normal walaupun dengan protokoler yang ketat.

d) Anak Didik

Dengan pemerintah meliburkan sekolah untuk mencegah meluasnya penyebaran Covid-19. mahasiswa kini diwajibkan belajar di rumah. Kebijakan ini sudah berlaku hampir tiga bulan lebih. mahasiswa mulai jenuh bahkan mengeluh dengan banyaknya tugas dari Dosen, sehingga mereka rata-rata meminta waktu mundur untuk menyelesaikan tugas -- tugas tersebut. Masalahnya banyak ada listrik mati, kendala internet, paket habis, jadi sebagai Dosen sering berpihak dengan kondisi sulit seperti ini. Sementara mahasiswa kurang focus juga karena dirumah sudah bosan, dan sering badtime karena berjam-jam duduk didepan computer atau handphonenya.

Banyak juga mahasiswa merasa stres karena di saat belajar, mahasiswa juga masih harus membantu orang tua mengurusi pekerjaan rumah, masak, membereskan rumah dan lain- lain, karena tidak enak melihat orang tua mengerjakan hal tersebut.ini disampaikan oleh mahasiswa saya ketika diskusi via Whatapp. Permintaan dari Mahasiswa agar tugas jangan terlalu banyak diberikan oleh Dosen, kalau ada tugas sebaiknya diberikan waktu agak longgar agar mereka tetap bisa focus dan imun tubuh mereka tetap terjaga, soalnya kalau beban terlalu berat maka mereka mengerjakan seperti asal-asalan. Karena mereka perlu juga waktu untuk istirahat agar mereka tetap konsentrasi supaya ilmu yang diterima bisa meresap. Yang mereka sukai adalah menjawab soal-soal yang memberikan mereka hiburan, agar mereka tertarik membaca atau berupa video/ppt. Sebenarnya mereka juga ingin membangun disiplin yang tinggi di rumah. Dengan terbentuknya pola pikir yang siap unggul dalam menghadapi kompleksitas dan kerumitan yang akan muncul pada masa mendatang, menjadi bekal penting bagi setiap individu. Sadar tidak sadar bahwa persaingan makin ketat dimasa yang akan datang. Masa pandemi covid-19 ini akan masuk menjadi new normal, walau mahasiswa masih penuh keterbatasan mereka tetap berusaha keras demi masa depan yang lebih cerah.

Efek Media Sosial di Masa Pandemi

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia melaporkan adanya peningkatan penggunaan internet di masa pandemi mencapai 30 hingga 40 persen (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2020). Peningkatan ini menyusul diterapkannya kebijakan bekerja dan belajar dari rumah guna mencegah penyebaran COVID-19. Dampaknya sebagian besar orang mencari dan menerima informasi kesehatan secara online, salah satunya dari media sosial (Chen et al., 2018). Media sosial adalah media baru yang berfungsi sebagai sarana berbagi, berkumpul, dan berkomunikasi, sekaligus sumber informasi, termasuk informasi kesehatan (McGowan et al., 2012; Nasrullah, 2015). Sejumlah penelitian telah menemukan adanya potensi media sosial sebagai platform komunikasi kesehatan publik (Al-Dmour et al., 2020).

Di masa pandemi, media sosial dapat menjadi alat efektif dalam menyebarkan informasi kesehatan secara real-time tentang status penyakit dan memberi saran yang tepat pada publik tentang cara pencegahan penyakit (Prybutok & Ryan, 2015). Seperti yang terjadi pada awal masa pandemi, masyarakat secara masif mencari informasi seputar virus di media sosial. Tercatat, 19 juta unggahan mengenai COVID-19 dibagikan dalam kurun waktu 24 jam (Ahmad & Murad, 2020). Media sosial dapat memenuhi tuntutan kebutuhan informasi yang terus berubah danselalubaruditengahsituasikrisis(Gottlieb & Dyer, 2020), seperti pandemi saat ini.

Di balik banyaknya keuntungan menggunakan media sosial pada masa pandemi, terdapat pula ancaman negatif media sosial seperti disinformasi, ketidakakuratan pesan, kepanikan, konspirasi, hingga propaganda (Tagliabue et al., 2020). Kementerian Komunikasi dan Informatika(Kominfo)menyebutkansedikitnya terdapat 1.387 pesan hoaks sepanjang pandemi COVID-19 di Indonesia (Aditya, 2021). Tingginya intensitas hoaks turut dipengaruhi pendapat figur publik, politikus, dokter, dan sejumlah non-medical professionals yang tidak bersandar pada sains (Bernasconi, 2020; Tagliabue et al., 2020). Hal ini sehubungan dengan pernyataan Bechmann dan Lomborg pada tahun 2013 yang mengungkapkan bahwa media sosial merupakan platform daring yang konten di dalamnya tidak dibuat dan disebarluaskan oleh perusahaan maupun organisasi media, melainkan bergantung pada struktur berbagi internet yang terdesentralisasi (Stoycheff et al., 2017).

World Health Organization (WHO) telah menyatakan perlawanan, tidak hanya terhadap pandemi, melainkan juga terhadap 'infodemik' (Ahmad & Murad, 2020), istilah untuk menggambarkantingginyaintensitasinformasi COVID-19 dalam media. Hal ini seiring dengan laporan WHO yang menyatakan bahwa percakapan terkait pandemi di media sosial Twitter telah mencapai jumlah maksimum, yaitu 548,152,410 percakapan dalam satu hari (Brooks, 2020). Laporan TalkWalker dari New York, AS, juga menyebutkan 40.2 juta informasi COVID-19 telah diakses dari media sosial sepanjang 12-18 Mei 2020 (Gottlieb & Dyer, 2020). Kebanjiran informasi ini menyebabkan publik kewalahan serta tidak memiliki cukup waktu untuk memahami informasi yang benar (Tagliabue et al., 2020), sehingga berpotensi menimbulkan hoaks.

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun