Mohon tunggu...
Laura Angelica
Laura Angelica Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Administration Student at Padjadjaran University

A life long learner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyusuri Etika Birokrasi: Antara Idealisme dan Realitas Pelaksanaan di Indonesia

21 Desember 2023   14:15 Diperbarui: 21 Desember 2023   14:15 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

B. Realitas Pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia

     Realitas pelaksanaan etika birokrasi di Indonesia seringkali disoroti oleh adanya patologi birokrasi yang menjangkit, ini menggambarkan ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip etika yang seharusnya menjadi landasan bagi aparat pemerintahan. Risman Umar dalam Ulhak (2017) menyatakan patologi birokrasi sebagai sebuah  gangguan atau perilaku birokrasi yang melenceng dari nilai-nilai etika, aturan, dan perundang-undangan, serta norma-norma yang berlaku dalam lingkungan birokrasi. Kemudian dalam ilmu Administrasi Publik, istilah patologi sering dipakai untuk menggambarkan beragam praktik penyimpangan dalam sistem birokrasi. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem administrasi publik menjadi salah satu faktor utama munculnya patologi birokrasi. Keputusan-keputusan yang tidak didasarkan pada pertimbangan publik dan kebijakan yang tidak bersifat obyektif seringkali merugikan masyarakat serta mengakibatkan kepercayaan terhadap lembaga pemerintahan semakin menurun.

     Seperti yang sudah dijelaskan pada subjudul sebelumnya bahwa idealisme etika birokrasi menitikberatkan kepatuhan atau kesesuaian pada prosedur. Namun realitasnya, terdapat kecenderungan fenomena patronase, di mana muncul pola hubungan saling menguntungkan yang disebut sebagai simbiosis mutualisme. Dalam birokrasi pemerintahan Indonesia, adanya simbiosis mutualisme dapat menghasilkan hubungan atau relasi kekeluargaan di dalam struktur pemerintahan. Kondisi ini mengabaikan kualitas dan profesionalisme sehingga suatu jabatan atau posisi tidak sepenuhnya diisi oleh individu yang memiliki kualifikasi terbaik, melainkan oleh mereka yang memiliki hubungan meskipun mungkin kurang memiliki kemampuan yang sesuai. Fenomena patronase ini sejalan dengan salah satu bentuk patologi birokrasi yang disampaikan oleh Siagian (1994), yakni dilihat dari sudut pandang perilaku birokrasi, mencerminkan bahwa patologi sebagai entitas yang memiliki kekuasaan dalam menjalankan pemerintahan, birokrasi memiliki wewenang yang relatif tinggi dan rentan terhadap kecenderungan untuk menguntungkan diri dan kelompoknya.

     Adanya fenomena patronase tentu dapat menciptakan lingkungan birokrasi yang rentan terhadap perilaku tidak etis seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang  memberikan dampak signifikan terhadap integritas tata kelola pemerintahan di Indonesia. Misalnya saja praktik korupsi, Indonesia masuk ke dalam 5 negara terbesar kasus korupsi di Asia Tenggara (Transparency International, 2022). Kemudian menurut data tren kasus korupsi di Indonesia tahun 2022 yang diselidiki oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat 1.396 tersangka korupsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 506 individu atau sekitar 36% dari total tersangka teridentifikasi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan mayoritas di antaranya menjalankan tugasnya di lingkungan pemerintah daerah (Humas KASN, 2023). Realitas yang tidak sesuai dengan etika birokrasi ini, menunjukkan bahwasanya aparatur pemerintah tidak mengalami perkembangan yang positif, sehingga birokrat hanya melayani kepentingan pribadi yang menyebabkan pengabaian terhadap kepentingan publik. Hal ini menyoroti perlunya tindakan serius untuk melakukan reformasi birokrasi yang mendalam dengan fokus pada penguatan nilai-nilai etika, memperkuat pengawasan, dan meningkatkan transparansi guna mengatasi akar permasalahan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga pemerintahan.

C. Strategi Penguatan Etika Birokrasi

     Penguatan kode etik menjadi langkah strategis dalam upaya perbaikan etika dan pola perilaku birokrat. Kode etik memberikan pedoman yang konsisten bagi birokrat dalam menjalankan tugasnya (Sedarmayanti, 2012). Sesungguhnya mengenai kode etik sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, tetapi apabila kode etik bukan hanya dimaknai sebagai panduan formal saja tidak akan memberikan signifikansi terhadap etika birokrasi. Untuk itu, perlu penguatan kode etik sebagai alat untuk menggugah kesadaran dan tanggung jawab moral para birokrat. Melalui proses internalisasi nilai-nilai etika yang terdapat dalam kode etik, diharapkan birokrat dapat menginternalisasi integritas dan moralitas sebagai bagian integral dari identitas dan perilaku profesional mereka. Selanjutnya, upaya penguatan kode etik perlu diiringi dengan pelatihan dan pendidikan etika  yang mendalam terkait dengan implementasi kode etik. Adanya pendidikan dan pelatihan guna mengarahkan proses evaluasi terhadap permasalahan atau kejadian tidak hanya dalam bentuk eksplisit dan responsif, melainkan juga melibatkan peningkatan kesadaran moral yang berakar pada tingkat dasar dan menciptakan perubahan budaya dan mindset birokrat.

     Peningkatan pengawasan oleh lembaga pemerintah juga menjadi upaya untuk membangun birokrasi yang bersih dan akuntabel. Pengawasan di sini tidak hanya berarti penegakan peraturan, tetapi juga mencakup peningkatan kapasitas dan independensi badan pengawas. Pemberian otonomi yang cukup kepada badan pengawas akan menjamin proses pengawasan dilakukan secara obyektif dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik .Oleh karena itu, penguatan pengawasan tidak hanya sekedar upaya pengendalian, tetapi sebagai upaya preventif yang akan menciptakan budaya etis yang kuat di kalangan birokrat.  Kemudian yang tidak kalah penting sebagai strategi penguatan etika birokrasi adalah peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Melalui prinsip keterbukaan, menciptakan ruang bagi partisipasi publik yang lebih aktif, serta masyarakat dapat mengawasi dan menilai setiap tindakan birokrat.  Adanya akuntabilitas memberikan beban moral kepada birokrat untuk lebih bertanggung jawab, yang kemudian semuanya ini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah dan menciptakan lingkungan yang mendukung upaya  perubahan perilaku birokrasi ke arah pola yang lebih profesional dan bermoral.

Etika birokrasi memiliki peran krusial dalam membentuk karakter suatu negara dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Meskipun idealisme etika birokrasi mengedepankan kepentingan publik, integritas, dan transparansi yang menjadi harapan bagi masyarakat luas, tetapi realitas pelaksanaannya di Indonesia seringkali diwarnai oleh patologi birokrasi yang terjangkit, seperti fenomena patronase dan kasus korupsi. Strategi penguatan etika birokrasi melalui penguatan kode etik, pendidikan dan pelatihan etika, pengawasan yang independen, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk menjembatani kesenjangan antara idealisme dan praktiknya. Dengan demikian, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menjaga kesehatan institusi pemerintah diperlukan reformasi birokrasi yang mendalam dan berkelanjutan guna membangun administrasi publik yang bersih, akuntabel, dan responsif, sehingga dapat integritas lembaga pemerintahan.

Referensi

Fitri, F., Razak, A. R., & Mone, A. (2022). Etika Birokrasi Di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Bone. Kajian Ilmiah Mahasiswa Administrasi Publik (KIMAP), 3(1), 95--109.

Hapsari, N. H. A. (2022). Dampak Penyalahgunaan Mobil Dinas oleh Oknum ASN dari Perspektif Etika Birokrasi Darwin 1999. JURNAL SOSIAL Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, 23(1), 16--19.

Humas KASN. (2023). KASN Temukan Titik-titik Rawan ASN Terlibat Korupsi pada Pemilu dan Pilkada 2024. https://www.kasn.go.id/id/publikasi/kasn-temukan-titik-titik-rawan-asn-terlibat-korupsi-pada-pemilu-dan-pilkada-2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun