Kelelahan dan kekecewaan kami  seketika sirna ketika perjalanan kami mencapai muara sungai, karena kami diperhadapkan dengan ekosistem mangrove yang sangat luas, indah, dengan vegetasi mangrove yang sangat rapat dan beragam, diantaranya Rhizophora spp. Sonneratia spp., Bruguiera spp., Avicenia spp., Ceriops sp. dan Xyllocarpus sp.Â
Perjalanan ke dalam hutan mangrove Desa Banggoi kami susuri speedboat, melewati anak-anak sungai dan alur pasang surut, dengan dipandu masyarakat local yang selalu ingat betul mana jalan datang dan mana jalan pulang.
Di Tengah hutan mangrove Banggoi, kami sungguh merasa berada di bagian dunia yang lain karena dalam perjalanan kami menyusuri perairan yang sempit, diapit komunitas mangrove di sisi kiri-kanan perairan, kami dapat merasakan kesejukan dan kesegaran udara laut yang luar biasa.
Ekosistem mangrove Desa Banggoi menjadi lokasi penangkapan sumberdaya ikan termasuk kepiting bakau sejak lama. Hampir sebagian besar masyarakat Desa Banggoi, laki-laki dan perempuan menggantungkan hidupnya pada ekosistem mangrove.Â
Ada lebih dari 30 orang yang berprofesi sebagai nelayan kepiting bakau, dengan alat tangkap bubu lipat. Tiap nelayan memiliki 30-50 buah bubu lipat, dengan jumlah armada angkutan laut minimal 1 speedboat dan 1 perahu.Â
Sementara alat tangkap jaring hanya digunakan untuk menangkap ikan. Selain menangkap kepiting bakau dan ikan, perempuan Desa Banggoi juga mengumpulkan kerang. Salah satu jenis kerang yang banyak ditemukan di hutan mangrove yaitu bia kodok (Gelonia sp.) dari kelas bivalvia.Â
Jumlah nelayan dengan armada penangkapan yang banyak tidak sampai menimbulkan konflik diantara nelayan untuk memperebutkan daerah tangkap kepiting bakau. Â
Kearifan local yang dipelihara secara baik hingga saat ini yaitu jika ada nelayan yang telah lebih dahulu memasang bubu pada suatu lokasi, maka nelayan lain akan memasang bubu pada lokasi lainnya. Â
Bahkan secara bersama para nelayan membuat rumah singgah untuk beristirahat, menghabiskan waktu menunggu air pasang atau air surut, sesuai kebutuhkan atau kepentingan masing-masing, misalnya menunggu waktu mengangkat bubu, dll. Â
Jadi para nelayan hidup dan memanfatkan sumberdaya alam yang tersedia secara bersama, dalam kerukunan tanpa persaingan tidak sehat. Â