Mohon tunggu...
Laura Siahainenia
Laura Siahainenia Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Peneliti pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura

Sangat berminat pada issue sumberdaya hayati dan dinamikanya

Selanjutnya

Tutup

Nature

Karaka: Komoditi Laut Potensial Kepulauan Aru

18 Oktober 2024   02:37 Diperbarui: 18 Oktober 2024   02:59 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabupaten Kepulauan Aru dengan luas wilayah 6.426,77 km2 memiliki 676 pulau, 28 pulau diataranya dihuni masyarakat. Kabupaten ini diberkati Tuhan dengan potensi sumberdaya alam laut yang sangat luar biasa, memiliki berbagai ekosistem yaitu: mangrove (Bahasa Aru: tongke-tongke), lamun  (Bahasa Aru: pama-pama),  terumbu karang, pasir timbul (gosong), laguna, selat dan teluk, serta mengandung sumberdaya hayati yang sangat limpah dan beragam, diantaranya  karaka (kepiting). Jenis karaka bernilai ekonomis yaitu kepiting bakau (Bahasa Aru: karaka darat/karaka bakau, dan rajungan (Bahasa Aru: karaka laut). Hutan mangrove dan padang lamun yang luas dan padat menempati kawasan pantai, muara sungai, dan alur pasang surut, pada pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Aru menjadi surga, tempat hidup yang subur bagi berbagai jenis karaka darat dan karaka laut, baik untuk berlindung, mencari makan, kawin, bertelur dan memijah.

Tercatat beberapa  kecamatan dan Desa di Kabupaten Kepulauan Aru yang memiliki potensi hutan mangrove dan padang lamun sebagai habitat karaka antara lain:

  • Kecamatan  Aru Selatan, meliputi: Desa Lor-Lor, Desa Jerol, Desa Marafenfen, Desa Laininir, Desa Doka Barat, Desa Doka Timur, Desa Gaimar, dan Desa Jelia.
  • Kecamatan Aru Tengah, meliputi: Desa Gardakau, Desa Selibata, Desa Papakula Besar, Desa Irloy, Desa Manjau, Desa Murai, Desa Koba Dangar, Desa Koba Seltimur, dan Desa Fatlabata.
  • Kecamatan Aru Tengah Timur, meliputi: Desa Ponom, Desa Kwarbola, Desa Wailay, Desa Kobror, Desa Warjukur, Desa Koijabi, Desa Balatan, Desa Karaway, Desa Dosi, dan Desa Wakua.
  • Kecamatan Aru Tengah Selatan meliputi: Desa Warabal, Desa Jambu Air, Desa Bemun, Desa Mesiang, Desa Longgar , dan  Desa Apara.
  • Kecamatan  Aru Utara Batuley, meliputi: Desa Sewer, Desa Waria, Desa Batuley, Desa Kumul, Desa Kabalsiang, Desa Benjuring, dan Desa Kompane.
  • Kecamatan  Aru Utara, meliputi: Desa Marlasi, Desa Kolamar, Desa Foket, Desa Tasinwaha, dan Desa Wahngulangula.
  • Kecamatan  Sir-Sir, meliputi: Desa Leting, Desa Langhalau, Desa Gumsey, Desa Wafan, Desa Waifual, dan Desa Goda-goda.
  • Kecamatan Aru Selatan Utara meliputi Desa Juring dan Desa Erersin.
  • Kecamatan Pulau-Pulau Aru, meliputi Desa Nafar, Desa Kobraur, Desa Lau-Lau, Desa Tunguwatu, Desa Jabulenga, Desa Tungu, Desa Gorar, Desa Karangguli, Desa Durjela, Desa Wangel, Kel. Galaidu, Kel. Siwalima, Desa Wokam, Desa Samang, dan Desa Ujir.

                                                                                 Hutan mangrove Desa Tungu Kabupaten Kepulauan Aru/dok. pri

Potensi lingkungan perairan yang relative masih alami, subur, dan terpelihara, serta  jauh dari tekanan ekologis akibat kegiatan antropogenik, memungkinkan produksi karaka darat maupun karaka laut wilayah ini sangat besar. Dalam perjalanan melakukan survey potensi bioekologis kepiting bakau di Kepulauan Aru khususnya pada Kecamatan Pulau-Pulau Aru, yang diinisiasi oleh ISPIKANI (Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia), bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, GEF, dan WWF, kami menemukan fakta-fakta mencengangkan. Misalnya, hanya dalam waktu pengumpulan seminggu saja, 1 (satu) perusahaan pengepul di Kota Dobo dapat mengirimkan karaka darat hidup, ke luar Kabupaten Kepulauan Aru sebanyak 2,5-3,5 ton. Padahal di Kabupaten Kepulauan Aru ada kurang lebih 5 perusahaan melakukan praktek yang sama.  Demikian juga dengan karaka laut. Berdasarkan pengamatan kami, dalam 1 (satu) malam saja, seorang pengepul di Desa Tungu dapat mengumpulkan lebih dari 150 kg karaka laut. Namun sayangnya baik karaka darat maupun karaka laut yang dibeli pengepul dari nelayan, masih termasuk juga sebagian individu betina bertelur, dan/atau bahkan berada dalam fase inkubasi/pengeraman, dan siap menghasilkan jutaan larva. Selain itu, masih ditangkap/dijual juga individu dengan ukuran yang belum layak tangkap. Tertangkapnya individu diluar ukuran layak tangkap merupakan dampak dari penggunaan alat tangkap yang tidak tepat. Hasil pengamatan kami, mata jaring bubu yang digunakan untuk menangkap karaka berkisar antara 1,5-3,0 cm.

Pak Tobby dan karaka laut (Foto milik N.T. Natasian)
Pak Tobby dan karaka laut (Foto milik N.T. Natasian)

Dalam obroban kami dengan seorang alumni Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil, Pascasarjana Universitas Pattimura, yang juga melakoni usaha pengepul karaka, udang dan lobster di Kota Dobo, Ibukota Kabupaten Kepulauan Aru, Nataniel Thobias Natasian, lelaki kelahiran Ngaiguli 41 tahun lalu, kami dapat merasakan semangat dan antusiasme beliau untuk memanfaatkan sumberdaya hayati perairan laut Kabupaten Kepulauan Aru, yang luar biasa potensial ini secara berkelanjutan. Menurut sosok bersahaja, supel dan cerdas ini, kegiatan penangkapan karaka oleh nelayan, yang kemudian dijual ke pengepul  telah berlangsung cukup lama, yaitu sekitar 15 tahun yang lalu, namun hingga kini potensinya di alam masih banyak tersedia. Meskipun demikian Pak Tobby, begitu sapaan kami kepada beliau,  menyimpan kekuatiran bahwa jika tidak dikelola secara benar, maka suatu saat produksi karaka Kabupaten Kepulauan Aru dapat mengalami penurunan. Menurutnya tidaklah mengherankan jika saat ini potensi karaka darat dan karaka laut ditemukan menyebar hampir pada semua wilayah di Kabupaten Kepulauan Aru, karena lingkungan perairan hutan mangrove dan padang lamun masih sangat mendukung. Namun ada pekerjaan rumah terbesar bagi kita yaitu instansi terkait harus banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama nelayan dan pengepul selaku pelaku utama agar selektif terhadap ukuran dan status reproduksi karaka hasil tangkap nelayan, yang kemudian dibeli oleh pengepul.  Beliau berharap nelayan hanya menangkap karaka yang berukuran tertentu saja. Diluar ukuran yang dibolehkan, harus dikembalikan lagi ke alam. Demikianpun pengepul hanya boleh membeli karaka sesuai aturan yang berlaku. Menurutnya kegiatan survey yang kami lakukan sangat penting, dan berharap hasil survey ini dapat menjadi data dasar bagi rumusan kebijakan pengelolaan sumberdaya karaka dan habitatnya di Kabupaten Kepulauan Aru. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun