Merebaknya bahasa alay membuat banyak bangsa Indonesia berucap baik lisan maupun tulisan dengan menggunakan bahasa alay. Seolah-olah bila tak ikut alay maka seperti kurang gaul. Sebab orang-orang di sekitarnya menulis pesan atau status di jejaring sosial dengan bahasa alay, bahkan nama mereka sendiri ditulis macam-macam. Yang terkadang orang lain tak mengerti dan pusing dengan apa yang diucap atau dituliskannya.   Miris membaca status atau nama seseorang yang tertulis secara alay. Seperti mereka tak pernah mempelajari bahasa Indonesia semasa sekolah.
Mempelajari suatu bahasa tak semudah bermain puzzle. Jika salah menggunakannya maka pengertiannya akan salah jua. Begitu pun bila mempelajari bahasa kebangsaan kita sendiri, bahasa Indonesia. Meski terlihat simpel juga mudah, nyatanya sewaktu mempelajarinya tak sesimpel yang terlihat.
Bila dulu sewaktu sekolah aku berpendapat belajar bahasa Indonesia itu gampang, lain halnya dengan sekarang. Menurutku, mempelajari bahasa Indonesia sama sulitnya dengan mempelajari bahasa lain. Terlebih bagi seorang penulis pemula sepertiku. Aku menyadari ternyata tak banyak yang kupahami mengenai bahasa Indonesia.
Setelah setahun lebih "bersahabat" dengan dunia penulisan, seakan aku tercambuk dan menyadari bahwa sedikit sekali kosa kata yang aku ketahui dalam bahasa Indonesia. Di samping itu minimnya diksi  seringkali membuatku terhenti sejenak saat sedang menulis.
Aku merasa aku masih harus terus belajar lagi, lagi, dan lagi. Memperkaya diksi, memperbanyak kosa kata, mengamati juga mempelajari cara menulis dari banyak penulis yang telah sukses lewat bukunya, latihan, latihan, dan latihan. Yang mana intinya adalah mempelajari dan mendalami bahasa Indonesia.
Dulu sebelum serius menekuni dunia penulisan, penggunaan bahasa Indonesia yang aku gunakan dapat dikatakan sedikit kacau. Mungkin bisa dibilang alay juga, tapi tak separah anak-anak zaman sekarang. Mulai dari menggunakan tanda titik sejumlah dua titik di awal dan akhir kalimat sampai dengan seringnya menggunakan kata tak baku. Contohnya: ..so tired.., mau menjadi mw, ga menjadi g, buat menjadi buad, dan masih banyak lagi.
Kalau dipikir-pikir dan diingat-ingat kembali, terkadang dalam hati aku akan tertawa dan berkata, "Ya ampun dulu aku alay banget." Seakan tak percaya bahwa dulu aku selalu seperti itu saat menulis pesan atau status di jejaring sosial. Beruntungnya ketika aku sudah menemukan passion-ku yaitu menulis, aku pun mulai membiasakan diri untuk mengurangi penggunaan kata tak baku tersebut.
Bisa dibayangkan bila sampai detik ini aku masih menggunakan bahasa Indonesia seperti itu, aku tak mungkin bisa memenangkan suatu lomba maupun kompetisi menulis. Sudah jelas aku akan langsung gagal karena tak memenuhi salah satu persyaratan lomba maupun kompetisi yang ada. Siapa coba yang mau membaca sebuah tulisan yang seluruh kata-katanya adalah kata-kata tak baku, atau bahasa zaman sekarangnya bahasa alay.
Jangankan bangsa luar, bangsa kita sendiri pun pasti ada yang pusing membacanya. Lebih-lebih minat buat baca langsung lenyap seketika. Bagaimana bangsa luar bisa men-translate dan membaca tulisan kita di Tumblr, Wordpress, Blogspot, atau jejaring sosial lainnya  jikalau tulisan kita menggunakan kata tak baku, terlebih bahasa alay. Sebab itu hingga detik ini aku masih terus belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar. Agar saat bangsa luar membaca coretan-coretan di blogku, mereka bisa men-translate dan memahami apa yang aku tulis.
Telah banyak yang aku lakukan untuk memperkaya pengetahuanku mengenai bahasa Indonesia demi tercapainya impianku. Beberapa diantaranya adalah mengikuti kursus, membaca buku, hingga membeli panduan EYD saku, kamus Tesaurus juga KBBI. Kini dapat dikatakan aku dan bahasa Indonesia bagaikan sahabat. Berbeda dengan dulu saat aku sangat tidak suka mempelajari bahasa Indonesia, aku dan bahasa Indonesia ibarat kucing dengan anjing.
Aku yakin dengan terus belajar dan latihan menulis sembari melihat panduan EYD, kamus Tesaurus serta KBBI, pengetahuan bahasa Indonesiaku pasti akan meningkat. Tulisanku menjadi jauh lebih baik, kosa kata yang aku ketahui bertambah, dan tentunya penggunaan diksi aku pun bisa lebih maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H