Mohon tunggu...
Latin SE
Latin SE Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobby Menulis, Mendengarkan musik, Jogging, pekerja keras, Loyalitas, jujur, Amanah, Murah Senyum

Selanjutnya

Tutup

Financial

Alih-Alih Spin-Off BUMN Asuransi, Menjual Portofolio Polis Negara?

18 Maret 2023   11:55 Diperbarui: 26 Maret 2023   18:32 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Latin, SE                                          Praktisi Asuransi &  KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)


"Program Restrukturisasi Polis Asuransi BUMN, Membawa Bencana Bagi Industri Perasuransian Nasional, Juga Merugikan Kepentingan Konsumen Polis, Pegawai BUMN, Mantan Pegawai  Para Pensiunan, Mitra Kerja BUMN Asuransi,  Dan Merusak Reputasi BUMN, Serta Mengubur Hidup-Hidup Legenda Asuransi Tertua. Ketika Pejabat Negara Dan Mentri Negara Itu Tidak Menjalankan Prinsip Tata Kelola Perusahaan Dengan Kejujuran, Transparansi, Akuntabilitas, Berintegritas, dan Profesionalismenya."

Jakarta - Berdasarkan rilise resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), atas kerugian Negara dan rekomendasi kebutuhan dana permodalan BUMN asuransi bagi perseroan asuransi jiwa tertua. Dimana, atas Perhitungan Kerugian Negara (PKN) Sebesar Rp 16,8 triliun dan kebutuhan modal kerja untuk BUMN asuransi, sebesar Rp 32 triliun. Sementara itu, Pemerintah hanya memberikan PMN sebesar Rp 20 triliun dan itupun tidak diberikan secara langsung terhadap BUMN asuransi, melainkan diberikan pada sektor BUMN lain, yang bukan sektor perasuransian. Gencar dipemberitaan hanya bentuk framing semata yang mengatas namakan untuk kepentingan BUMN asuransi. 

Kucuran dana PMN itu, sesungguhnya sangat diperlukan oleh BUMN asuransi  untuk memenuhi kewajibannya kepada seluruh Nasabah Polis, ada kurang lebih sebanyak 5,3 jutaan jiwa dimana setiap dalam 1 (satu) polis asuransi itu bisa terdapat mengcover 5-6 ahliwaris secara finansial dalam satu Kartu Keluarga (KK). Diketahui sebelumnya, total liabilitas BUMN asuransi pada 31 Desember 2021 tercatat sebesar Rp 59,7 triliun. 

Disamping itu, BPK-RI, juga tidak merekomendasikan penutupan BUMN asuransi, artinya tetap mengaktifkan operasional perusahaan asuransi jiwa  tertua dan jaminan hari tua (JHT), yang sudah beroperasi selama 163 tahun. Menurut BPK-RI, alasan tidak menutup legenda asuransi jiwa tertua milik Negara itu, dikarenakan memiliki rekam jejak sejarah yang panjang bangsa Indonesia, dan akan berdampak sistemik terhadap perekonomian Nasional, apabila BUMN asuransi itu dilikuidasi/dibubarkan.

Jadi, bila dilihat, berdasarkan kerugian yang ada BUMN asuransi itu sebesar Rp 16,8 triliun. Semestinya dengan adanya sitaan dari pada aset-aset terhadap para terdakwa dan sudah mendapatkan vonis hukuman selama seumur hidup, yaitu sitaan aset terdakwa sebesar Rp 18,1 triliun oleh Kejaksaan Agung RI. Bila dibandingkan dengan Kerugian Negara sudah melebihi. Dari sita aset itu saja, secara sederhana seharusnya lebih dari cukup untuk mengatasi kerugiaan yang ada tersebut. Bahkan Negara sudah memperoleh keuntungan besar dari hasil Penegakan Hukum itu sebesar Rp 2 triliun. Hal ini, tentu akan menjadi catatan kita, Ingat hanya dari satu sumber penyitaan aset saja sudah lebih dari cukup, belum memperhitungkan sumber aset yang ada di BUMN asuransi itu.

Sebagai gambaran saja, penulis mencoba untuk mengilustrasikan perhitungan ketersediaan asetnya, bahwa kita hitung diawali dari kucuran PMN sebesar Rp 20 triliun, kemudian Aset BUMN asuransi yang masih ada untuk tahun 2016 sebesar Rp 38 triliun, lalu Fundraising deviden BUMN sebesar Rp 6,7 triliun dan ditambahkan sitaan aset dari terdakwa sebesar Rp 18,1 triliun. Jadi total aset BUMN asuransi diproyeksikan terakumulasi keseluruhan sebesar Rp 82,1 triliun.  Artinya Jika, Pemerintah pada posisi untuk melikuidasi/menutup BUMN asuransi, atau dihentikan operasional bisnisnya pada saat itu, maka perusahaan masih memiliki sisa aset yang sangat besar yaitu sebesar Rp 22,4 triliun setelah terlebih dahulu melunasi seluruh  kewajiban hutang Klaim  terhadap polis asuransi milik semua Nasabahnya sebesar Rp 59,7 triliun. Total liabilitas BUMN asuransi terhadap utang Negara sebesar Rp 59,7 triliun itu adalah bagian daripada dampak negatif dari pembatalan polis asuransi secara sepihak, yang dilakukan oleh Direktur Utama yang juga menjabat sebagai ketua TIM Restrukturisasi. Seharusnya, proses restrukturisasi polis itu tidak perlu untuk membatalkan polis asuransi milik Nasabahnya. 

Dari proyeksi tersebut, Seharusnya BUMN asuransi menjadi lebih sehat keuangannya, lebih kuat struktur permodalannya, terus tetap beroperasi menjalankan amanat perasuransian dan tetap menjaga manfaat kelangsungan polis  untuk menjaga janji masadepan. Dari sisi rasio kesehatan keuangan asuransi, sudah memenuhi standar kesehatannya RBC yang disyaratkan oleh OJK sebesar 120%. Pertanyaannya, kemana sisa aset BUMN asuransi itu?, padahal yang dilakukan bukan pengalihan Portofolio pertanggungan polis asuransi, melainkan sebuah prinsip transaksi dagang penjualan portofolio pertanggungan polis kepada asuransi lain.

Lalu kemana sisa aset-aset BUMN asuransi itu berlabuhnya ?, belum lagi memperhitungkan dari hasil penjualan aset properti milik BUMN asuransi seperti ; ada penjualan Mall Cilandak Town Square (Citos), Penjualan Gedung, Penjualan Rumah Dinas Pegawai, ada 17 kantor wilayah dan 74 Kantor Cabang, Penerbitan MTN, Pinjaman Bank, kemana uangnya itu. Sementara itu, kewajiban Hutang asuransi jatuh tempo, Pembayaran pensiunan, pembayaran klaim meninggal dunia, habis kontrak, dana tahapan belajar pendidikan, dan penebusan polis tidak kunjung dipenuhi untuk disegerakan penyelesaian pembayarannya oleh Direksi yang juga TIm Restrukturisasi .

Lebih lanjut, hasil penyitaan aset itu terhadap para terdakwa BUMN asuransi, kalau tidak digunakan untuk mengembalikan kerugian keuangan Negara atas pengelolaan dana investasi asuransi jiwa dan jaminan hari tua milik rakyat. Lalu selama ini aset-aset dan PMN itu untuk membayar siapa ?, Apa hanya untuk membayar gaji, bonus dan tunjangannya Dewan Direksi dan Komisarisnya saja, yang sudah sangat besar itu. Dimana, bagian dari pada kerugian itu juga didalamnya ada uang milik rakyat, yang termasuk kerugian nasabah polis BUMN dalam kasus pengelolaan dana asuransi.

Disamping itu juga, dengan adanya besaran PMN (Penyertaan Modal Negara), yang digelontorkan itu merupakan dana bailout Uang Negara, sekaligus uangnya rakyat sebesar Rp 20 triliun, seharusnya digunakan dengan benar dan dipertanggungjawabkan pemakaiannya. Dimana, gelotoran dana PMN itu, tentunya akan menambah aset modal BUMN asuransi yang sedang menderita kerugiaan. Hal ini, jika jujur pemberian PMN itu untuk menyelesaikan pembayaran klaim asuransi jiwa milik Negara dan mengembalikan kepercayaan berasuransi dimasyarakat, sekaligus untuk menambah modal kerja BUMN asuransi, yang selama 22 tahun belum pernah diberikan bantuan Askes permodalannya oleh Pemerintah sebagai PSP.

Patut dipertanyakan, kapabilitas dan kompetensi Dewan Direksi itu yang berasal dari para profesional bank menahkodai BUMN asuransi. Dimana, Direksi perseroan itu seharusnya mampu memberikan solusi nyata terhadap masalah mendasar BUMN asuransi. Program kerja yang konkrit dan penanganan masalahnya yang cepat tanggap, tepat sasaran, efisiensi waktunya dan tidak berlarut-larut itu dibutuhkan, bukan justru dibiarkan. Seperti sekarang ini terjadi, ada Direksi yang menciptakan masalah gagal bayar asuransi, tanpa didukung dengan data, asal bunyi saja diruang publik, lalu kabur ke tempat lain. Pada, akhirnya ada yang dikorbankan dibiarkan masalah itu menjadi bola liar diruang publik dan tanpa diberikan solusi yang berarti, justru menciptakan kegaduhan-kegaduhan baru yang tidak berujung pada penyelesaian, hingga sekarang ini terjadi "Kehancuran Industri Perasuransian Nasional" khususnya menimpa pada BUMN asuransi yang menimbulkan dampak sistemik terhadap perekonomian Nasional.

Penambahan Modal BUMN Asuransi, Dari PSP Sangat Dibutuhkan Pada Saat Terjadi Tekanan Likuiditasnya, Lalu Kemana Kucuran PMN Rp 20 Triliun ?


Dok.Pri
Dok.Pri
PMN atau Penyertaan Modal Negara untuk mengatasi masalah seretnya likuiditas BUMN asuransi dan menutup potensi kerugian perseroan asuransi akibat pengelolaan dana investasi asuransi yang di tempatkan di pasar modal. Merosotnya pasar saham, merosotnya resakdana, pasar keuangan dunia mengalami depresiasi yang sangat masif dampak buruk dari akibat resesi ekonomi dunia. Seharusnya Pemerintah Republik Indonesia, terbuka saja terhadap penyelesaiannya dan bertanggung jawab penuh terhadap BUMN asuransi. Karena, persoalan hukumnya sudah berjalan sesuai perintah, tinggal diuji saja kebenarannya. Dan seharusnya Pemerintah lebih melindungi kepentingan pemegang Polis BUMN, Pegawai, Para Pensiunan Pegawai, Mitra Kerja BUMN dan kelangsungan lokomotif bisnis dari asuransinya, bukan Kepentingan lain. Salah satu, solusi konkritnya adalah adanya penambahan modal atau suntikan modal kerja bagi BUMN asuransi oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP). Dalam hal ini adalah Negara sebagai 100 persen pemiliknya Pemerintah Republik Indonesia. Akan, menjadi salah satu solusi yang masuk akal jika dilakukan dengan prinsip GCG (Good Corporate Governoun), dalam mengatasi seretnya likuiditas BUMN asuransi jiwa tertua. Hal ini, juga diatur didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal (15) berbunyi: Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.


Pemberian suntikan modal kerja dalam bentuk PMN atau bentuk lain seperti Pinjaman Subordinasi oleh PSP, sangat dimungkinkan menjadi solusi bagi BUMN asuransi. Hal ini, juga di perbolehkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Perasuransian & Perusahaan Reasuransi, Pasal 51, ayat (3) berbunyi; "Langkah penyehatan keuangan              sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat rencana tindak sebagai berikut: (a). Restrukturisasi Aset dan/atau Restrukturisasi Liabilitas; (b).Penambahan modal disetor; (c).Pemberian pinjaman subordinasi; (d).Peningkatan tarif premi; (e).Pengalihan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan; (f).Penggabungan badan usaha; dan/atau;(g).tindakan lain."

Jika, pemberian PMN tidak dimungkinkan, maka bisa dengan pinjaman subordinasi oleh Pemerintah, jadi tidak ada alasan untuk tidak memberikan akses permodalan dengan alasan belum ada aturan Undang-Undang (UU) yang mengaturnya, atau belum ada Peraturan Pemerintah (PP) terkait dana bailout PMN ke sektor industri perasuransian. Apa lagi BUMN asuransi itu 100 persen dimiliki oleh Negara, tinggal niat baiknya saja untuk membuat payung hukum tersebut. Dana PMN atau Pinjaman Subordinasi itu, diperlukan oleh perseroan ketika sedang menghadapi tekanan likuiditasnya. Di samping itu juga sekaligus untuk memperkuat kembali pada struktur permodalan, dan menyelesaikan kewajiban utang klaim yang sudah jatuh tempo, agar segera diselesaikan. 

Hal ini, dimaksudkan agar BUMN asuransi bisa segera melanjutkan operasional bisnisnya dan sekaligus mengembalikan kepercayaan berasuransi kembali yang sudah terlanjur dirusak diruang publik oleh Direksinya dan agar penyelesaiannya dalam waktu yang tidak lama. Di harapkan, jika cepat penanganannya tersebut, untuk menghindari dampak buruk sistemik kepercayaan berasuransi dimasyarakat yang bisa luntur, dan merembet pada perusahaan asuransi lain. 

Lebih lanjut, dapat tercipta pertumbuhan bisnis baru, dari nasabah polis eksisting yang ada atau dari sumber referensi yang lain. Akan tetapi,  pelayanan klaim itu sepertinya sengaja disumpal oleh Direksi, sehingga tidak lagi berfungsi secara normal dan pro aktif memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh Nasabah Polis. Kini kepercayaan itu telah hilang, selama dinahkodai dari para profesional bank, justru yang terjadi sebuah "kehancuran" yang sangat masif, telah dipertontonkan diruang publik.

Janggal ! Kondisi Aset BUMN Asuransi Mengalami Penurunan Drastis, 2 Tahun Laporan Keuangan Tidak Dipublikasikan ?


Dok.Pri
Dok.Pri
Secara normalnya, perusahaan yang beroperasi dalam menjalankan usahanya,tentu akan dilihat seberapa besar tingkat kekayaan aset, modal kerja, perputaran pertumbuhan bisnisnya akan tercermin dari laporan keuangan perusahaan. Sebagai informasi, laporan keuangan BUMN asuransi posisi aset tidak wajar dalam setiap tahun mengalami penurunan yang sangat drastis secara signifikan. Hal ini, diketahui pasca masuknya para Direksi baru tahun 2018 yang diketahui,  dari luar BUMN asuransi dan rombongan dari profesional bank. Dimana, dikutip dari halaman website resmi perseroan www.jiwasraya.co.id, dengan posisi aset Laporan Keuangan tahun 2016 membukukan posisinya Sebesar Rp 38 triliun. Kemudian, posisi Aset tahun 2019 mengalami penuruan sebesar 66,5% turun menjadi sebesar Rp 25,3 triliun, kemudian posisi aset tahun 2020 juga mengalami penurunan drastis sebesar 71,5%  atau, menjadi Sebesar Rp 18,1 triliun, dan posisi aset tahun 2021 juga mengalami penurunan sangat drastis sebesar 83,42%  atau, menjadi sebesar Rp 15,1 triliun, dan pada tahun 2022 aset perseroan turun sebesar 91,3% atau, menjadi aset sebesar Rp 13,8 triliun.

Penurunan tingkat nilai aset perseroan asuransi itu, diketahui bahwa BUMN asuransi telah menghentikan operasional oleh Direksi perusahaan sejak tahun 2020 silam yang diikuti dengan adanya pembatalan seluruh portofolio polis aktif BUMN. Sementara kebutuhan biaya operasional perusahaan tetap jalan terus, tanpa ada income Premi asuransi yang masuk ke BUMN. Dimana, telah dijalankan seperti perusahaan yang beroperasi secara normal pada umumnya, ada over cost perusahaan yang membengkak. Sehingga, posisi aset milik Negara  itu, tidak menggambarkan posisi Aset yang wajar. Lalu dimana fungsi pengawasan (controller), dan peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama ini, yang memposisikan sebagai wakil dari  Pemerintah sebagai regulator.

Menurunya kondisi aset Negara, yang tidak tubuh pada BUMN sektor asuransi sangat mengkawatirkan, dan dinilai ada rekayasa. Jika penurunan aset-aset perseroan tersebut, menyebabkan tidak mampu menyelesaikan tunggakan seluruh pembayaran klaim asuransinya bagi nasabah polis BUMN. Lalu, siapa yang akan bertanggungjawab ? Apakah seorang Mentri BUMN yang menempatkan, dan memilih Direksi BUMN asuransi, kemudian diuji tuntas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan sebagai Direksi BUMN. Sekarang sudah terjadi Kehancuran itu, menimpa pada BUMN asuransi yang sebelumnya, telah dilakukan lolos Uji Kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang sebelum telah lolos menjadi Direksi BUMN asuransi. OJK juga harus dipertanyakan dan dimintai pertanggungjawabannya secara hukum atas hasil Fit and Proper Test para Direksi BUMN tersebut. 

Kemudian, penurunan aset BUMN asuransi, patut dicurigai para Direksi BUMN, melakukan pemborosan menggunakan uang kas perusahaan yang berlebihan seperti ; mendirikan perusahaan baru sebagai perusahaan anak BUMN, alih-alih sebagai bentuk Spin-Off membentuk usaha baru, program kerja yang tidak ada relevansinya dengan kinerja perseroan. Membuat rancangan program kerja yang selalu gagal terus berganti program lain, biaya main golf, kenaikan gaji Direksi berlipat-lipat, bonus tunjangan Direksi berlebihan, tunjangan yang tidak masuk akal besarannya tidak sebanding dengan kontribusi kinerjanya buat Negara. Lebih lanjut, ada target para Direksi BUMN itu, bahwa pada tahun ini, pada bulan April 2023 menjelang pengembalian ijin prinsip lisensi BUMN asuransi sebagai perusahaan asuransi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apa motivasi dan alasannya para Direksi BUMN asuransi melakukan tindakan inkonsistensi terhdap jabatannya. Itu janggal !

Sebelumnya, tahun 2018 Direktur Utama mengumumkan gagal bayar polis bancassurance sebesar Rp 802 miliar yang tidak didukung dengan kajian dan data analisisnya. Sementara pembayaran bonus, tunjangan, gaji naik berkali-kali tidak mengalami gagal bayar, hingga hari ini. Lucu ya, ada pejabat Negara seperti itu didukung Mentri Negara, bahkan akan di backup habis-habisan dan dilindungi, katanya oleh Menteri Negara, yang katanya orang baik. Sementara itu, tuntutan terhadap pembayaran klaim asuransi diabaikan begitu saja, tidak dibayarkan sudah sangat lama menunggu selama 5 (lima) tahun, khususnya bagi yang menolak proposal restrukturisasi polis, atau tidak merespon proposal restrukturisasinya dan nasabah polis yang menang gugatan hukum dipengadilan telah inkcraht atas perkara wanprestasi BUMN asuransi.

"Dimana Hukum di Indonesia Sebenarnya, apakah masih ada hukum atau sudah tidak ada hukum ?! Kenapa pejabat Negara dan Mentri Negara itu tidak menghormati putusan pengadilan Nasabah Polis, Apakah memang sudah tidak ada lagi hukum di Indonesia, yang berpihak pada kepentingan rakyat kecil ? lalu hukum itu sekarang berpihak kepada kepentingan siapa ?"

Pejabat Negara, Mentri Negara seperti memberikan contoh perilaku buruk, yang tidak mencerminkan sebagai seorang Negarawan berintegritas bagi sistem tata bernegara di Indonesia. Bahkan lembaga tinggi Negara sampai tidak ada pembelaan lagi terhadap kepentingan rakyat yang sebagai nasabah polis asuransi jiwa milik Negara. Dimanakah sikap  Anggota Dewan Yang terhormat DPR-RI yang dikenal, dan diketahui sebagai penampung seluruh aspirasi dari suara rakyat? Mereka nyaris diam, seolah-olah tidak tahu persoalan yang sedang dihadapi oleh rakyat, tutup pintu, dan tutup telinganya. Padahal ribuan surat pengaduan bersliweran ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya dijawab oleh mesin operasionalnya, Kementerian BUMN tutup pintu, dan Kementerian Keuangan RI juga tutup pintu, tidak jauh bedanya, semua tutup pintu bagi kepentingan rakyat yang menuntut sebuah keadilan di Negeri sendiri.

Bahkan ada forum aliansi peduli asuransi dari masyarakat  yang menamakan dirinya sebagai Forum Nasabah Korban Jiwasraya, dikenal sebagai (FNKJ), Forum Pensiunan BUMN (FP-BUMN), dan Forum Korban Jiwasraya (FKJ). Kelompok masyarakat itu yang secara  rutin melakukan audiensi kepada lembaga tinggi Negara yang dianggap mampu menyambungkan aspirasinya  nasabah polis asuransi adalah dari Forum Nasabah Korban Jiwasraya (FNKJ Group Nasional), yang secara rutin melakukan audiensi  pertemuan, pengaduan, pelaporan atas masalah yang sedang dihadapi anggota asuransi terhadap bentuk restrukturisasi yang tidak benar. Pertama kali FNKJ beraudiensi dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN-RI), Kantor Staff Presiden (KSP-RI), Menkopolhukam-RI,  Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI), Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Pimpinan Ketua DPR-RI dan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI), telah dilakukan oleh FNKJ Group Nasional melalui surat -surat resminya selama ini.

Mungkin ratusan surat pengaduan ke Sekertaris Negara dan ke Bapak Presiden Joko Widodo juga dilakukan oleh aliansi masyarakat yang peduli asuransi BUMN. Hingga sampai hari ini belum ada solusi yang berarti, bagi Nasabah Polis yang menolak proposal restrukturisasi dan menang gugatan hukum dipengadilan atas perkara wanprestasi BUMN dengan putusan inkrah. Hal itu, tidak juga untuk diselesaikan, padahal dana PMN Rp 20 triliun sudah diberikan oleh Pemerintah. Mengadu ke para penegak hukum, tidak jauh bedanya dengan lembaga lain, harus dengan modal yang cukup, tanpa itu sulit mendapatkan keadilan itu di zaman seperti sekarang ini dan diperlukan keuangan yang mendukung buat membiayai operasional. Apakah keadilan di Indonesia ini, hanya bisa dimiliki oleh setiap mereka yang punya duit lebih, atau bagi orang-orang yang berduit saja ? Menyedihkan sekali Republik Indonesia, jika demikian adanya.

Kemudian, bagaimana dengan persoalan tata kelola itu terhadap transparansi, akuntabilitas dan informasi publik atas tidak ada laporan keuangan perseroan tahun 2017 dan laporan keuangan tahun 2018 yang tidak di publikasikan oleh Direksi BUMN ? Dimana peranan OJK selama ini, sebagai regulator dan fungsi pengawasan (controller) sektor jasa keuangan non-bank dan juga perlindungan terhadap hak konsumen polis asuransi. Dimana  OJK mendapat mandatnya dalam Undang-Undang OJK No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bagaimana mengukurnya, jika laporan keuangan perseroan posisi aset yang menurun drastis itu, tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Bagaimana, jika didalamnya ada potensi permainan "windowsdressing" oleh Direksi BUMN. Informasi itu penulis dapatkan dari hasil penelusuran pada halaman website resmi BUMN asuransi. Dimana, tidak dapat ditemukan atau dilihat laporan keuangannya pada periode  2 (dua) tahun tersebut. Sehingga, penulis memakai sampel ilustrasi perhitungan aset, menggunakan laporan keuangan tahun 2016 dengan posisi aset BUMN asuransi sebesar Rp 38 triliun yang sudah dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan BPK-RI.

Dari historical penurunan aset tersebut, dapat kita tarik garis lurus bahwa persoalan gagal bayar asuransi dan seretnya likuiditas BUMN asuransi itu. Seharusnya bisa selesai teratasi dengan bantuan PMN dan ketersediaan aset pada BUMN asuransi. Termasuk pada penyelesaian pembayaran tuntutan hutang klaim yang tertunda sangat lama, pada kenyataannya tidak diselesaikan hingga sekarang ini. Ada apa dengan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) oleh Direksi BUMN itu dan janggalnya, Program Restrukturisasi Polis itu, tidak jelas tujuannya ?. Hal ini patut dipertanyakan, kenapa implementasi tersebut, justru Uang Nasabah Polis menderita kerugiaan, kehilangan uang polisnya sebesar Rp 23,8 triliun akibat dari praktek restrukturisasinya, ini janggal. Lalu, kenapa operasional perusahaan perseroan asuransi juga dihentikan. Atas dasar apa pejabat Negara sebagai  Direksi BUMN melakukan tindakan destruksi tersebut. Dimana, legenda asuransi milik Negara, juga menjadi target utama untuk dikubur secara tidak wajar, dihilangkan secara hidup-hidup bisnis asuransinya. Lalu, Siapa yang diuntungkan dari permainan para Direksi itu? Siapa yang paling bertanggung jawab atas masalah ini ? Dan Siapa yang sedang di selamatkan dalam akrobatik Direksi BUMN Asuransi ??

BUMN Asuransi Tertua dijadikan Malpraktek Oleh Direksi, Uji Spin-Off Perusahaan Pada Anak Usaha Induknya "Jiwasraya Putera"  ?


Dok.Pri
Dok.Pri
Dikutip dari halaman resmi website https://m.bisnis.com, Berjudul Sah! OJK Cabut Izin Usaha Jiwasraya Putra; Bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha Jiwasraya Putra. Rencana pembentukan anak usaha PT Asuransi Jiwasraya (Persero) itu pun secara resmi dihentikan. Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, OJK secara resmi mencabut izin Jiwasraya Putra pada 25 September 2020. Pencabutan izin itu tertuang dalam Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK nomor KEP-41/D.05/2020. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengkonfirmasi hal tersebut. Menurutnya, inisiatif pembentukan Jiwasraya Putra tidak lagi dilanjutkan karena sejumlah pertimbangan dari manajemen dan pemegang saham, yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)."Iya benar. Inisiatif Jiwasraya Putra tidak dilanjutkan dan digantikan dengan IFG Life di dalam skema restrukturisasi, transfer, bail-in," ujar Hexana kepada Bisnis, Selasa (22/12/2020). 

Penulis sebagai praktisi asuransi melakukan penelitian dan menganalisis fenomena janggal tersebut, bahwa pada awalnya perseroan asuransi tertua itu melakukan "Spin-off murni" dengan mendirikan perusahaan anak "Jiwasraya Putera" dengan keyakinan untuk menjadi sekoci penyelamatan arus kas bagi perusahaan induknya. Namun entah alasan apa, pada akhirnya perusahaan anak itu dibatalkan secara mendadak, tanpa alasan jelas, tidak jadi digunakan, padahal BUMN asuransi sudah mengeluarkan biaya besar, atau uang banyak untuk mendirikan perusahaan anak tersebut dan hingga mendapatkan ijin operasionalnya dari OJK. Janggalnya, ditengah perjalanan perusahaan anak "Jiwasraya Putera" tidak jadi untuk upaya "Spin-Off Secara Murni" tersebut. Pada akhirnya dicabut ijin Operasionalnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 September 2020. Upaya "Spin-off Secara Murni"  menjadi berubah, kini telah beralih menjadi bergeser secara mendadak beralih model "Spin-Off Tidak Murni", yang pada akhirnya menggunakan nama lain, dari anak usaha PT BPUI sektor non-asuransi, yang mendirikan perusahaan asuransi jiwa sebagai IFG Life.

Apa alasan melakukan Spin-Off Tidak Murni, Selain Bertransaksi Dagang Menjual Portofolio Pertanggungan Asuransi kepada perusahaan asuransi lain, dan Mengambil Keuntungan Sebesar Rp 23,8 Triliun  ?

Dok.Pri
Dok.Pri
Proposal Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dengan Implementasi program restrukturisasi menjadi alasan utama digelontorkannya Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT BPUI. Dimana, perusahaan asuransi IFG life adalah sebuah badan usaha baru asuransi jiwa, yang baru dibentuk mendekati akhir tahun 2020. Dimana, IFG Life baru running beroperasi tahun 2021 seiring adanya pengalihan terhadap seluruh Portofolio pertanggungan polis milik BUMN asuransi. Apa tujuan utama dibentuknya IFG Life adalah untuk menampung seluruh portofolio pertanggungan asuransi milik nasabah polis BUMN, yang merupakan hasil dari restrukturisasi. 

Diketahui sebelumnya, bahwa perusahaan IFG life tersebut merupakan anak usaha baru yang dibentuk oleh PT Badan Pembina Usaha Indonesia (BPUI), yang awalnya sebagai perusahaan sektor Pembiayaan UMKM non-asuransi. PT BPUI, inilah yang mendapatkan alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 20 triliun, dan sekaligus ditunjuk sebagai Holding BUMN Asuransi dan penjaminan. Diketahui, sebelumnya dalam perjalanannya BPUI itu tahun 2000 banyak catatan buruk dari BPK-RI, terkait dengan skandal dan korupsi di level top manajemennya, secara besar-besaran ditubuh BUMN PT BPUI, belum diketahui apakah persoalan itu sudah selesai apa belum di pengadilan tindak Pidana korupsinya terhadap pengganti kerugian Negara. Kini PT BPUI, setelah mendapatkan PMN sebesar Rp 20, dan BPUI diketahui telah dilakukan rebranding Company menjadi namanya dikenal sebagai Indonesian Finansial Group (IFG).

Apa Dasar Kajiannya Pemberian Bail-in,Transfer, Bailout PMN Sebesar Rp 20 Triliun Kepada Sektor Non-Asuransi, Padahal Untuk Menyelesaikan Pembayaran Kewajiban Hutang Sektor Perasuransian ?

Dok.Pri
Dok.Pri
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Perseroan Terbatas (PT), diatur mengenai tata cara mengadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Termasuk Peleburan, Penggabungan, Akuisisi, Likuidiasi dan Pemisahan (Spin-Off). Apakah perseroan asuransi itu, sebelum mengambil keputusan strategis itu, telah terlebih dahulu mengadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), yang hasilnya RUPS dipublikasikan pada berita acara Negara secara transparansi, dan akuntabilitasnya dapat dipertanggung jawabkan. 

Apa yang dimaksud dengan "Sapin-Off " Perusahaan?, Pemisahan Perusahaan  atau "Spin-Off)" adalah merupakan tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), untuk memisahkan usaha secara parsial atau sebagian sehingga mengakibatkan sebagian aktiva dan passivva perusahaan tersebut beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih. Dalam hal perusahaan melakukan "Spin-off" diatur juga Pemisahan "Spin-Off Murni" atau Pemisahan "Spin-Off Tidak Murni." Diatur oleh UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perusahaan Perseroan Terbatas (PT). Dimana dapat dilihat "Spin-off Tidak Murni", dalam Pasal 135, ayat (3)  berbunyi; Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 'b' mengakibatkan sebagian aktiva dan pasivva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada.


Secara bisnis perusahaan normal "Spin-Off " itu juga dilakukan bukan tanpa tujuan, baik itu Perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), atau dalam bentuk usaha bersama (mutualisme). Dimana, bertujuan untuk mengejar keuntungan yang lebih besar, mencapai keuntungan lebih maksimal dalam menjalankan operasional bisnisnya. Untuk menaikan laba perusahaannya. Disamping itu, juga untuk tetap menjaga dari pada eksistensi perusahaan induknya atau mendukung bisnis utama induknya agar tetap eksis bisa bersaing dalam skala besar. Diharapakan, akan tetap ada sepanjang masa, dalam menjaga mutu produk, menjaga  pelayanan terbaiknya, menjaga reputasinya dan menjaga kepercayaan costumer loyal. Sehingga mampu, untuk bersaing dengan perusahaan lain yang menjalankan usaha bisnis pada disektor yang sama dan bertahan hidup dalam memenuhi tuntutan perusahaan. Di harapkan customer loyal tadi, akan tetap membelanjakan uangnya kembali pada perusahaan tersebut, sehingga akan tercapai pada kepuasan pelanggan ( Customer Satisfaction).

Persaingan yang ketat, akan menutut perusahaan untuk melakukan perubahan total metode trobossannya dan etos kerja karyawannya. Ketika perusahaan dihadapkan pada sebuah  tantangan perubahan zaman, krisis moneter, digitalisasi revolusi industri 5.0, Menurunnya ekonomi dunia akibat pandemi Covid-19, menurunnya tingkat transaksi berjalan ekonomi dunia, melemahnya Kruss nilai mata uang dunia dan kenaikan suku bunga acuan bank. Dimana perusahaan perseroan akan dituntut harus lebih keras berinovasi lagi, dalam memberikan pelayanan terbaik dari sebelumnya yang sudah baik. Memberikan kontribusi positif dan menyajikan produk berkualitas diatas rata-rata perusahaan pada umumnya dan tuntutan ekspansi bisnis pada unit usahanya. Hal ini, bertujuan untuk mengejar laba perseroan yang lebih maksimal, pertumbuhan bisnis, meningkatkan revenue perusahaan. Maka, tuntutan mengembangkan sayap bisnis baru sudah menjadi keharusan dan syarat mutlak dimiliki oleh perusahaan, demi berlomba-lomba dalam memenangkan sebuah persaingan. Untuk bisa memenangkan persaingan itu, dibutuhkan metode terbaru, sebuah trobossan baru, adakan penelitian, adakan kajian analisis terhadap sebuah projek bisnis dan melakukan evaluasinya.

Penulis adalah Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi) | Email: latinse3@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun