Mohon tunggu...
Latin SE
Latin SE Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobby Menulis, Mendengarkan musik, Jogging, pekerja keras, Loyalitas, jujur, Amanah, Murah Senyum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Restrukturisasi BUMN Ngemplang Pensiunan! Kok Bisa?

27 Februari 2023   22:52 Diperbarui: 26 Maret 2023   18:23 2178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi: Hukum Asuransi Di Indonesia dan Usia Pensiun . Dokpri


Oleh : Latin, SE
Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)

Jakarta, Berlatar belakang, Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) dengan implementasi program restrukturisasi liabilitas terhadap Utang perseroan. Dimana, perseroan itu telah mengelola portofolio asuransi jiwa dan jaminan hari tua, atau program keberlanjutan dari dana  pensiun. Dan dimana disebut sebagai Program Anuitas Seumur Hidup, yang telah dikelola oleh salah satu perusahaan asuransi jiwa ternama milik Negara, beraset triliunan rupiah.

Sebagaimana aturan Undang-Undang dibidang Dana Pensiun, yang menyelenggarakan program pensiun. Hal ini, telah diatur dalam peraturan UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pasal (1), ayat (1) bahwa Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.

Sementara itu, kewajiban Pemberi Kerja atau pengurusnya baik pada DPPK atau DPLK yang menyelenggarakan program pensiun Iuran Pasti (PPIP). Terhadap calon peserta pensiun diwajibkan membeli Program Anuitas Seumur Hidup pada perusahaan asuransi jiwa sesuai pilihan peserta. Hal ini, mekanismenya telah diatur didalamnya, termasuk oleh UU No.11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun,  Pasal 30 ayat (6) berbunyi ; 

Tanggung jawab pembayaran manfaat pensiun kepada peserta atau pihak yang berhak atas manfaat pensiun dapat dialihkanpengurus dengan membeli anuitas seumur hidup dari perusahaan asuransi jiwa, yang selanjutnya bertanggung jawab untukmelakukan pembayaran dimaksud. Lebih lanjut, pada Pasal (7) Pengurus dari Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) wajib mengalihkan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), kepada perusahaan asuransi jiwa yang dipilih oleh peserta atau pihak yang berhak atas manfaat pensiun.

Pengertian Program Anuitas Seumur Hidup adalah pembayaran sejumlah uang secara berkala bulanan kepada peserta pensiun sampai seumur hidup, kepada peserta utama sampai meninggal dunia, dilanjutkan pembayaran manfaat anuitas kepada pasangan (Janda/Duda) sampai seumur hidup, atau meninggal dunia dan atau menikah lagi (Janda/Duda), maka pembayaran manfaat anuitas dilanjutkan kepada anak-anaknya yang masih hidup sampai dengan usia anak 25 tahun, sudah bekerja, dan atau sudah menikah.

Untuk diketahui, bahwa dana pensiun  terbagi menjadi 2 (dua) yaitu DPPK dan DPLK, yang ada di Indonesia. Berdasarkan aturan, yang dilindungi oleh aturan UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pasal (1), dan Peraturan Pemerintah (PP) No.76 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). 

Adapun, Pengertian Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

Kemudian, untuk DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) diatur juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 1992, kemudian Apa yang dimaksud dengan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana
Pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

Sesuai penelitian penulis, terhadap suatu kasus salah satu perusahaan asuransi jiwa milik Negara, atas pelaksanaan program restrukturisasi yang menyasar para pensiunan itu tidak dapat diterima. Apa lagi pada nalar akal sehat, tidak bisa dibenarkan tindakan itu yang merugikan kepentingan para pensiunan, termasuk regulasi aturan Undang-Undangnya, baik secara praktek dan operasionalnya yang menyasar para pensiunan. 

Karena akan menyebabkan kerugian besar bagi para pensiunan, pasangan, dan anak-anaknya dalam satu susunan ahliwaris. Dimana, yang sebelumnya telah membeli Program Anuitas Seumur Hidup, baik secara perorangan (individual) maupun secara kumpulan (kolektif) oleh korporasinya.

Disamping itu, program restrukturisasi tersebut tidak bisa diterapkan ataupun dipaksakan sepihak terhadap nasabah polis pensiunan Program Anuitas Seumur Hidup. Dimana, akan menabrak regulasi diatas peraturan Undang-Undang Dana Pensiun dan Peraturan Dana Pensiun (PDP) pada masing-masing Dana Pensiun sebagai penyelenggara yang memberikan jaminan pensiun secara seumur hidup. Lebih tinggi mana, proposal RPKP Direksi perseroan, surat keputusan Kementerian BUMN, surat pernyataan tidak keberatan OJK dan persetujuan Panja DPR-RI dengan aturan Undang-undang. 

Sebelumnya, proposal Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) ,telah mendapatkan pernyataan tidak keberatan OJK, peserta pensiunan tidak masuk dalam restrukturisasi liabilitas terhadap Utang Negara, dapat dilihat pad surat pernyataan tidak keberatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor: S-449/NB-2/2020 pada 22 Oktober 2020. Dimana atas tanggapan dari Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) tersebut, hanya ditujukan kepada seluruh Nasabah Polis bancassurance, yang produk asuransi jiwanya ditawarkan melalui bank, sebagai pelaku Agent penjual produk.

Sebagai informasi, bahwa penawaran proposal restrukturisasi liabilitas terhadap Utang perseroan/Utang Negara itu, akan berdampak mengurangi utangnya Negara sebesar 40 persen kepada seluruh Nasabah Polis, termasuk para pensiunan. Salah satunya yang mereka sasar terhadap para pensiunan yang dikenakan haricut uang pensiun manfaat anuitas bulannya menjadi berkurang drastis dan bahkan hilang tidak menerima manfaat anuitas bulannya.

Proposal yang berkedok restrukturisasi polis anuitas pensiunan itu, terdapat  3 (tiga) pilihan penawaran yang disodorkan oleh Manajemen perseroan pertama (1) Manfaat anuitas pensiunan tetap, tetapi dibutuhkan top up dana premi, Kedua (2) Manfaat anuitas pensiunan bulanan berkurang sangat banyak, tidak diperlukan top up dana, dan ketiga (3) Manfaat anuitas pensiunan tetap,tapi jangka waktu jaminan pensiun seumur hidup diharicut menjadi lebih pendek .

Hal inilah, yang menyebabkan penurunan tingkat kewajiban hutang perseroan menjadi menurun terhadap seluruh Nasabah Polis terutama pensiunan. Disisi lain, pengukuran liabilitas terhadap Utang Negara, menyebabkan kerugian bagi kepentingan para pensiunan. Bahkan, untuk usia diatas 60 tahun ada yang tidak menerima manfaat bulanan anuitas pensiunannya tersebut. Korbannya itu, berjumlah sangat banyak, jika perseroan mau membuka data dengan transparan, bermodalkan kejujuran, dengan berjalannya program restrukturisasi yang menyimpang tersebut.

Hal ini disebabkan, karenakan penawaran program  restrukturisasi itu diawali dengan adanya pembatalan polis secara sepihak, tanpa memperoleh putusan dari Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht). Dimana, uang premi pensiunan yang disetor secara sekaligus itu, hanya diakui pencatatannya sebesar Nilai Tunai (NT) pada saat terjadi Cuttoff Polis Pensiunan, pada tahun 2020 silam.

Pengalaman penulis sebagai praktisi asuransi, selama lebih 20 tahun bahwa untuk premi asuransi yang dibayar secara sekaligus atau telah dibayar lunas dimuka pada saat perjanjian polis asuransi itu dimulai. Maka ditengah perjalanannya, tidak dapat dilakukan koreksi ulang terhadap polis pensiunan, apapun alasannya terhadap manfaat polis anuitas seumur hidup tersebut. Apa lagi dihentikan polis aktifnya secara sepihak pembatalan (cuttoff polis), maka dengan disodorkan sebuah perjanjian baru untuk menandatanganinya. 

Dampaknya, akan mengubah perjanjian polis yang lama, untuk diganti dengan produk lain, dan perjanjian baru itu menjadi polis baru pada perusahaan yang sama. Dimana pada akhirnya akan dialihkan ke perusahaan asuransi lain. 

Praktek semacam itu, biasa disebut sebagai pemasaran produk asuransi dengan Praktek Churning Twissting polis. Dimana, tindakan itu sudah menyalahi aturan melawan Undang-Undang Dana Pensiun dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pemasaran Produk Asuransi, yang berdampak merugikan kepentingan para pensiunan. Red.fnkjgroup  (27/02/2023).

Penulis adalah Praktisi Asuransi dan KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi) | Email: latinse3@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun