Mohon tunggu...
Latin SE
Latin SE Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobby Menulis, Mendengarkan musik, Jogging, pekerja keras, Loyalitas, jujur, Amanah, Murah Senyum

Selanjutnya

Tutup

Financial

Restrukturisasi Membuat Buntung BUMN! Membobol Uang Polis dan Mengubur Perusahaan?

19 Februari 2023   12:35 Diperbarui: 19 Februari 2023   12:37 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Latin, SE
Praktisi Asuransi, & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)

Jakarta, Berawal dari latar belakang pengumuman gagal bayar polis asuransi jiwa pada saluran bancassurance tahun 2018 silam sebesar Rp 802 miliar. Hal itu masih menyisakan misteri yang belum terungkap kebenarannya. Mengingat perusahaan plat merah itu 100 persen milik Pemerintah dan masih membayarkan pembayaran upah gaji, pembayaran pensiun secara normal bagi level top manajemen, tunjangan/ tantiem, insentif bonus dan sejumlah fasilitas lainnya yang diberikan terhadap jajaran komisaris, jajaran Direksi dan pegawainya. Akan tetapi ironisnya pekerjaan mereka sesungguhnya tidak ada yang dikerjakan secara performance kinerja tidak ada, kontribusi produktivitasnya sangat rendah yang tidak berdampak langsung terhadap pencapaian pendapat perseroan (income Premi). Namun secara perolehan hasil investasinya masih dapat membukukan keuntungan perseroan. Hal ini bisa dikatakan secara perusahaan normal seharusnya tetap menjalankan operasional bisnis asuransinya, agar tetap mengalir premi asuransi yang menjadi darah perusahaan dan tetap menjalankan pemasaran produk asuransi jiwa sebagai core bisnis perseroan. Akan tetapi aktivitas itu tidak ada lagi, bahkan aktifitas operasional bisnis telah dihentikan, namun biaya-biaya perusahaan tetap keluar seperti perusahaan normal  beroperasi pada umumnya. Hal ini dinilai ada kejanggalan, diduga ada kesengajaan manajemen baru itu, sehingga tidak ada keseimbangan antara income dan cost yang harus ditanggung oleh perseroan.

Penghentian bisnis operasi perseroan, stop jualan produk dan pembatalan polis asuransi jiwa milik nasabah secara sepihakpun dilakukan, yang ditandai adanya pengumuman program restrukturisasi polis pada 11 Desember 2020 via saluran yutube secara virtual oleh Direksinya. Dimana diikuti dengan pembatalan polis pada bulan dan tahun yang sama di 2020 tersebut. Sementara itu, pasca pengumuman gagal bayar polis  dari Oktober 2018 sampai dengan Desember 2022 kurun waktu selama 4 (empat) tahun lebih, kewajiban hutang klaim asuransi kepada nasabah polis tidak kunjung dibayarkan oleh perseroan, dengan alasan saat itu tidak memiliki dana yang cukup untuk membayarnya.


Kepercayaan berasuransi-pun, akhirnya kembali dipertaruhkan di industri perasuransian Nasional, yang menyebabkan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian menjadi rusak, reputasi Pemerintah terhadap bisnis asuransi jiwa dan jaminan Hari Tua milik Negara jatuh terjun bebas di mata masyarakat.

Usulan proposal Direksi atas Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) itupun patut dipertanyakan, diduga telah terjadi penyimpangan dari aturannya, karena tidak sesuai dengan implementasi dan dampak positif terhadap kelangsungan bisnis asuransi jiwa dan jaminan hari tua (JHT) di perusahaan berplat merah tersebut. Dimana, rencana penyehatan keuangan perusahaan (RPKP) itu, yang di realisasikan ke dalam program restrukturisasi terhadap liabilitas utang perseroan. Adapun target utamanya dari program restrukturisasi itu adalah untuk menyasar seluruh Nasabah Polis atau pemegang polis asuransi.  Dampak dari implementasi program restrukturisasi terhadap liabilitas ini, telah menimbulkan kerugian bagi seluruh Nasabah Polis, karena ternyata mengurangi, menghilangkan manfaat polis dan memotongnya dengan mengenakan biaya administrasi sampai sebesar 40 persen dari total liabilitas  utang perseroan/total kewajiban Hutang Klaim Negara kepada seluruh Nasabah Polisnya.


Jika dilihat dari informasi yang ada total liabilitas Utang perseroan  diestimasi per 31 Desember tahun 2021 itu sebesar Rp 59,7 triliun, dengan ketersediaan aset berdasarkan laporan keuangan tahun 2021 sebesar Rp 15,1 triliun. Akan tetapi posisi aset sebesar itu masih janggal, bila melihat laporan keuangan tahun 2016 dengan kondisi aset perseroan masih sebesar Rp 38 triliun secara normalnya seharusnya bertumbuh naik, karena ternyata laporan keuangan tahun 2017 dan tahun 2018  perseroan tidak mempublikasikan laporan itu ke publik, (dapat dilihat di website perseroan).

Melihat fakta-fakta tersebut, seharusnya pihak regulator OJK dan Pemilik Saham Pengendali Pemerintah sudah bisa mengambil perhatian, penelitian, kajian mendalam terhadap kebijakan yang diambil oleh Direksi baru perseroan yang diambil dari para profesional bank dari luar perseroan. Diyakini para direksi baru Jiwasraya tersebut tidak memiliki lisensi AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) sebagai standar kompetensi memiliki pengalaman dibidang asuransi, sebagai syarat kecakapan dalam mengelola bisnis asuransi jiwa milik Negara.

Penyimpangan secara masif terhadap program restrukturisasi polis terhadap utang perseroan, dimana penyimpangan tersebut sangat mudah dilihat dari alat bukti yang ada. Berdasarkan bukti-bukti petunjuk yang ada, menurut penulis ada 3 (tiga) alat bukti permulaan awal yang bisa menjadi dasar untuk dikembangkan oleh OJK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI) sekaligus untuk menelisik lebih mendalami persoalan yaitu ; pertama adanya Siaran Pers Perseroan terhadap pengumuman Program Restrukturisasi, kedua Surat pernyataan tidak keberatannya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas usulan Rencana Penyehatan Keuangan Perseroan (RPKP), dan ketiga surat permintaan dukungan oleh Mentri BUMN kepada BUMN dan seluruh afiliasi anak usahanya, untuk mendukung atas pelaksanaan program Restrukturisasi terhadap Utang perseroan, yang terhubung ke sejumlah 83 (delapan puluh tiga) BUMN dibawah supervisi Kementerian BUMN.

Menurut penulis, Bagaimana untuk mengujinya? Kebenaran suatu program dari restrukturisasi liabilitas terhadap utang perseroan itu dijalankan dengan benar, atau justru tidak dijalankan sama sekali? Maka dapat dilihat dampak langsung yang ditimbulkan terhdap sisi kerugian nasabah polis. Hal ini bisa dilihat dialat bukti awal dari adanya Siaran PERS Perseroan, jika konsep yang dibangun restrukturisasi liabilitas terhadap utang perseroan itu dijalankan dengan benar seharusnya tidak merugikan kepentingan perseroan dan kepentingan konsumen polis. Penulis melihat, ada ketidak jujuran, tidak transparansinya, juga tidak compilance dengan regulasi yang ada di industri perasuransian.

Ciri pertama ketidak jujuran itu adalah seharusnya ketua TIM Restrukturisasi terhadap Utang perseroan, tidak mengawali dengan dilakukan pembatalan polis secara sepihak terhadap seluruh Nasabah Polisnya tahun 2020.  Kemudian pada tahun 2021 dari Januari s.d 31 Mei 2021 sebagai proses sosialisasi program, penawaran restrukturisasi polis, dan penutupan polis baru (closing polis). Dimana surat penawaran proposal restrukturisasi polis itu yang ditujukan kepada seluruh Nasabahnya baik ritel maupun Korporasi, dilakukan penawaran untuk pembatalan polis asuransi kepada nasabahnya, padahal tahun lalu 2020, sudah dilakukan pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh Ketua TIM restrukturisasi yang juga menjabat sebagai Direktur Utama perseroan tanpa didahului oleh adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkcraht).

Oleh karenanya, penulis memberikan pendapat dan pandangan sebagai praktisi asuransi Jiwa atas pelaksanaan Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) dan Program Restrukturisasi Liabilitas terhadap Utang  Perseroan yaitu : (1) Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) itu tidak dijalankan dengan benar, faktanya Direksi perseroan itu justru menargetkan untuk mengembalikan ijin-lisensi asuransi perseroan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana akan berdampak buruk terhadap kelangsungan bisnis asuransi jiwa milik Negara. Artinya ada target mengubur hidup-hidup bisnis perseroannya. Dimana bila itu dilakukan akan menimbulkan sistemik terhadap perekonomian nasional. Hal ini tidak sesuai dengan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang tidak merekomendasikan Menutup usaha perseroan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN-RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI), Surat Presiden Joko Widodo Melalui Sekretaris Negara Atas Jawaban Rekomendasi dari BPKN-RI, dan Pansus Jiwasraya DPD RI. Justru memperkuat perseroan  dan tidak merekomendasikan untuk menutup bisnis operasional dari  PT Asuransi Jiwasraya (PERSERO). Dan diperintahkan segera menyelesaikan pembayaran tuntutan klaim asuransi jiwa dan jaminan hari tua milik nasabah polis BUMN, tanpa ada pemberlakuan haircut/ potongan polis dan cicilan pembayaran, diselesaikan dengan waktu yang sesegera mungkin penyelesaiannya. Kemudian, (2) Program Restrukturisasi Liabilitas terhadap Utang perseroan yang diimplementasikan sebagai bentuk restrukturisasi polis terhadap Nasabahnya tidak dijalankan dengan benar. Ada praktek penyimpangan secara masif, yang direalisasikan sebagai bentuk pemasaran produk baru/polis baru (closing polis) dikenal dengan istilah praktek Churning Twissting polis, yang menimbulkan dampak kerugian bagi Nasabah Polis sebesar 40 persen dari total liabilitas utang perseroan atau sebesar Rp 23,8 triliun. Padahal pemasaran produk praktek Churning Twissting polis juga dengan ganti polis baru pada perusahaan yang sama dilakukan, itu dilarang oleh Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pemasaran Produk Asuransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun