Dalam jenis teknik penjualan, ada yang namanya perbedaan soft selling dan hard selling. Keduanya dapat pengusaha gunakan dan maksimalkan dalam strategi pendekatan pada konsumen. Tapi sebelumnya, apakah kamu sudah familiar dengan kedua teknik ini?
Apa itu Soft Selling dan Hard Selling?
Soft selling adalah teknik penjualan yang bersifat persuasif, tidak secara gamblang atau langsung. Kebalikannya, hard selling adalah teknik pendekatan berjualan yang lebih agresif dan langsung to-the-point.
Keduanya penting untuk hadir di suatu bisnis, karena umumnya pelanggan cenderung harus dijemput atau didekati terlebih dahulu untuk mulai tertarik dengan suatu produk. Tapi tidak semua konsumen itu menyukai teknik pendekatan yang sama, bukan? Sama juga dengan setiap orang memiliki preferensi masing-masing ketika mendekati atau didekati calon pasangannya.
Ada calon pembeli yang lebih suka didekati dengan pendekatan soft selling yang lebih persuasif, dan tidak suka kalau tiba-tiba didekati dan ditawarkan suatu produk dengan agresif. Sedangkan terdapat juga konsumen yang tidak suka bertele-tele atau berbasa-basi, inginnya langsung to-the-point saja dalam mendengarkan tawaran suatu jasa.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang kedua teknik penjualan ini, mari bedah contoh mereka satu per satu!
Contoh Soft Selling dan Hard Selling
Contoh soft sell dan hard sell yang mungkin paling mudah terlihat ada di dalam iklan. Bentuk iklan atau ads pun sekarang sudah beragam, ada yang offline juga online. Untuk iklan yang terang-terangan menyebut nama produk dan narasi promosinya dari awal sampai akhir, sebenarnya sudah masuk ke dalam kategori hard selling. Oleh sebab pada akhirnya terlihat agresif dan mudah terlihat motif promosinya.
Tidak ada yang salah dengan hard selling, dan perlu diketahui banyak sekali perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan teknik ini dan tetap sukses strategi penjualan maupun pemasarannya. Meskipun begitu, soft selling dalam iklan juga sekarang sedang marak jumlahnya.
Apakah kamu aktif bermain media sosial (medsos) dengan logo burung biru alias Twitter? Kalau iya, mungkin kamu akan lebih familiar dengan adanya thread (utas). Untuk yang belum familiar, thread adalah kumpulan tweets atau cuitan berlanjut dari pengguna Twitter. Pernah dengar cerita tentang KKN di desa Penari? Kisah horor yang pada akhirnya dibukukan dan difilmkan ini juga berawal dari suatu utas Twitter, lho!
Nah sebenarnya trend soft selling di Twitter melalui utas penggunanya sedang marak bermunculan. Dan lebih menyenangkannya lagi, terkadang teknik pendekatan pada calon pelanggan ini dimulai dengan konten-konten yang relatable dan menghibur untuk pengguna Twitter lainnya. Seperti seseorang yang membuat Tweet curhat karena putus dengan pacar dan butuh liburan, dan akhirnya menemukan tiket murah di salah satu aplikasi travel populer. Atau Kpopers (penggemar musik Korea) yang ingin sekali membeli album musik idolanya tetapi harus menabung terlebih dahulu, lalu menemukan wadah yang tepat. Akhirnya Kpopers tersebut membuat thread yang menceritakan pengalamannya menabung di suatu bank.
Banyak juga toko yang menjual produknya secara soft selling, dengan cara mengutamakan teknik story-telling (bercerita) pada pelanggannya. Istilahnya, konsumen dibuat antusias dan tertarik dulu oleh suatu cerita, dan akhirnya bisa penasaran dengan suatu produk atau jasa.
Siapa yang Melakukan Penjualan (Selling) Tersebut?
Pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dapat melakukan soft sell dan hard sell secara langsung. Seperti memilih salah satu pegawai menjadi salesperson atau pegawai toko yang melayani para calon pelanggan. Atau dapat juga dengan bekerja sama dengan agensi periklanan yang konvensional atau digital.
Kamu juga dapat bekerja sama dengan influencer, perihal teknik penjualan ini. Tinggal komunikasikan saja dengan pihak influencer-nya, kalau kamu lebih menginginkan promosi dengan jenis soft selling atau hard selling? Tapi sebelum memilih pihak yang nantinya mempromosikan bisnismu, lihat dulu profil dan gambaran pengikut atau followers medso mereka, ya. Supaya iklan bisnismu dapat ditonton dan diterima oleh sasaran pelanggan yang tepat.
Apakah Bisa Dikombinasikan?
Soft selling dan hard selling sangat bisa dikombinasikan. Walaupun teknik pendekatannya sangat bertolak belakang, tapi bukan berarti kamu tidak dapat menggunakan keduanya dalam satu kondisi.
Contohnya, kamu menjual buku tulis dan jurnal yang bervariasi desain dan harganya. Pada tahap awal mendekati pelanggan di Instagram, kamu mengeluarkan konten-konten yang tidak hard selling atau secara jelas mempromosikan suatu produk. Melainkan kamu membuat konten tentang manfaat menulis jurnal juga to-do-list untuk setiap harinya, bagaimana cara mencatat hasil rapat atau kelas dengan menarik, dan lainnya.
Ketika pelanggan sudah mulai tertarik dengan konten tersebut, pada akhirnya mereka akan mencari produk yang dapat memuaskan ketertarikannya.
"Jurnal apa ya, yang murah tetapi menarik desainnya buat aku?"
"Pingin deh mulai buat jadwal per hari, tapi belum punya jurnal, nih."
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan mulai muncul di pikiran para pelanggan yang melihat konten sebelumnya, dan di sini kamu dapat menggunakan teknik hard selling. Seperti mulai menjawab pertanyaan mereka dan menawarkan produk atau promo diskon usaha kamu.
"Bisa dibeli di toko kita nih, kak. Ada potongan harga untuk pembelian pertama!"
"Kalau untuk jadwal harian bisa pakai jurnal yang model A, kak."
Itulah contoh-contoh jawaban yang dapat berujung hard selling pada akhirnya pada pelanggan. Kesimpulannya, soft selling maupun hard selling, keduanya dapat membawa keuntungan untuk bisnis di saat pelaksanaannya tepat sasaran. Setelah mengetahui perbedaan soft selling dan hard selling, saatnya berkreasi menciptakan strategi pendekatan yang pas untuk menarik pembeli!
Penulis: Samantha Yohana Blessya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H