Sejauh ini kita telah mengetahui perbedaan-perbedaan yang diametral antara paradigma yang mendasari ekonomi konvensional dengan paradigma yang mendasari ekonomi islam. Keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah mungkin untuk dikompromoikan, karena masing-masing didasari atas pandangan-dunia yang berbeda. Ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekuler (berorientasi hanya pada kehidupan duniawi, kini dan disini) dan sama sekali tidak memasukkan tuhan serta tanggung jawab manusia kepada tuhan di Akhirat dalam bangun pemikirannya. Karena itu ilmu ekonomi konvensional menjadi bebas nilai. Sementara itu, ekonomi islami justru dibangun diatas prinsip-prinsip relijius (berorientasi pada kehidupan dunia, kini dan disini, dan sekaligus kehidupan akhirat, nanti dan disana). [1]
Ekonomi Islam saat ini merupakan bukan sebuah ilmu yang baru dimana telah timbul pemikiran atau sebuah karya manusia yang akan tetapi di muka bumi ini sudah timbul ilmu Ekonomi Islam itu sendiri. Dalam hal ini sudah diketahui adanya konsep serta teori mengenai ekonomi dalam perspektif Islam yang dimana sudah menjadi bagian penting dari ajaran serta pedoman Islam. Rasulullah SAW sebagai Risalah Islam juga telah mengajarkan dan mempraktekkan mengenai Ekonomi Islam itu sendiri, karena bagaimanapun Islam dan Ekonomi adalah sebuah bagian yang utuh yang tidak dapat dilepaskan. [2]
Produksi, distribusi, dan konsumsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam rangkaian sistem ekonomi. ketiganya akan saling mempengaruhi dan ketergantungan, akan tetapi kegiatan atau proses dari produksi sendiri adalah titik pangkal dari rangkaian tersebut. tidak akan ada distribusi dn konsumsi bila proses produksi tidak terjadi. [3]
kemudian Salah satu Ajaran islam dalam berekonomi adalah dengan mendorong umatnya untuk bekerja keras dan berperilaku produktif. Allah SWT Berfirman dalam (Qs. Al-Insyirah; 94:7)  Â
Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
Kerja yang dianjurkan dalam ajaran islam adalah kerja yang baik, yaitu dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan keahliannya. Nilai kerja dan produktifitas akan menjadi karakteristik yang menonjol dalam segala kegiatan ekonomi islami. [4]
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksi merupakan proses yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya.
Produksi mempunyai peranan penting dalam menentukan taraf hidup manusia dan kemakmuran suatu bangsa . Al-qur'an telah meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap produksi. Dalam Al-qur'an  dan sunnah Rasul SAW banyak dicontohkan bagaimana umat islam diperintahkan untuk bekerja keras dalam mencari penghidupannya dengan baik, seperti firman Allah SWT (Qs. Al-Qashash [28]: 73) : [5]Â
Artinya: Dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.
Dengan sangat pentingnya peran produksi bagi kehidupan manusia dan ia juga  merupakan salah satu tumpuan rotasi gerakan ekonomi, maka penulis bermaksud untuk membahas tentang teori Produksi dan industri dan bagaimana teori produksi dan industri dalam perspektif Al-Qur'an dan Al-Hadist.
 Kata "produksi" dalam bahasa arab adalah al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil'atin (Mewujudkan atau mengadakan sesuatu).[6]Sedangkan definisi produksi dalam kamus ilmiah adalah hal membuat atau menghasilkan barang-barang.
Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan mata rantai yang saling berkaitan satu sama lainnya. Oleh karena itu, kegiatan produksi harus sejalan dengan kegiatan konsumsi. Misalnya, adanya keharusan mengkonsumsi makanan dan minuman halal serta pelarangan mengkonsumsi makanan dan minuman haram. Maka kegiatan produksi juga harus sejalan dengan syari'at, yakni hanya memproduksi makanan dan minuman yang halal. Sebagaimana dalam konsumsi, produksi dalam islam, dilakukan dengan kerangka mashlahat. Kemashlahatan ini dilihat dari penggunaan faktor produksi yang halal (termasuk modal), proses produksi yang halal dan berkah (termasuk gaji pekerja) dan juga pemasaran atau distribusi dilakukan dengan sistem yang disesuaikan dengan syari'ah. [7]
Salah satu pengertian produksi merujuk kepada prosesnya yang mentransformasikan input menjadi output. Segala jenis input yang masuk dalam proses produksi untuk menghasilkan output disebut faktor produksi. Ilmu ekonomi menggolongkan faktor produksi kedalam:
- Capital : termasuk didalamnya adalah tanah, gedung, mesin-mesin, dan inventori/perusahaan.
- Materials :Termasuk didalamnya adalah bahan baku dan pendukung, yakni semua yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan output termasuk listrik, air dan bahan baku produksi.
- Labor :yaitu manusia itu sendiri.
Keadilan dan kebijakan bagi masyarakat secara keseluruhan sesungguhnya merupakan intisari ajaran islam. Untuk itu kegiatan produksi tentu saja harus senantiasa berpedoman kepada nilai-nilai keadilan dan kebajikan bagimasyarakat ini.
Adapun kaidah-kaidah berproduksi dalam islam antara lain:
- Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.Â
- Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.Â
- Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, terpeliharanya nyawa, akal, dan keturunan/kehormatan, serta untuk kemakmuran material.Â
- Produksi dalam islam tidak bisa dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian, dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan material juga terpenuhinya kebutuhan perkembangan peradaban.Â
- Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait kesadaran rohaniahnya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik, kesehatan, efisiensi dan sebagainya.
Produksi dalam perspektif islam tidak hanya berorientasi untuk memperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya, meskipun mencari keuntungan juga tidak dilarang. Jadi produsen yang islami tidak dapat disebut sebagai profit maximzier. Optimalisasi falah harus menjadi tujuan produksi, sebagaimana juga konsumsi. Oleh karenanya secara lebih spesifik Siddiqi telah menyebutkan beberapa tujuan kegiatan produksi ini, antara lain:
- Pemenuhan sarana kebutuhan manusia pada takaran moderat.
- Menemukan kebutuhan masyarakat.
- Persediaan terhadap kemungkinan-kemungkinan di masa depan.
- Persediaan bagi generasi mendatang.
- Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.
Upaya produsen untuk memperoleh maslahah yang maksimum dapat terwujud apabila mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terkait pada tatanan moral dan teknikal yang islami. Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam, yaitu : khalifah, adil, dan takaful.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpullkan bahwa:
Definisi Produksi adalah adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Teori produksi perspektif ekonomi Islam sebagaimana berikut:
- Berperilaku produktif bukan hanya sekedar anjuran dari kegiatan ekonomi saja yang ditujukan kepada umat manusia, melainkan itu juga anjuran islam.
- Dalam berperilaku produktif harus bersikap sungguh-sungguh dan tidak boleh bermalas-malasan.
Abdul Latif Rizqon, Mahasiswa MSI Universitas Islam Indonesia 16/17
[1] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002)
[2] Sumar'in, Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2013)
[3] Mustafa Edwin Nasution Dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007)
[4] Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003)
[5] Rozalinda, Ekonomi Islam teori dan aplikasinya pada aktivitas ekonomi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015)
[6] M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: ARKOLA, 1994)
[7] Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H