Mohon tunggu...
Latifah Qonita
Latifah Qonita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran

Saya merupakan seorang mahasiswa jurusan sastra Indonesia Universitas Padjadjaran, yang memiliki hobi menulis dan tertarik dengan isu apapun.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gen Z Generasi dalam Kendali atau Tidak Terbeli? Dalam Kontestasi Politik 2024

11 Februari 2024   20:01 Diperbarui: 11 Februari 2024   20:50 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi muda atau gen z menjadi sebuah agen yang memiliki peran penting dalam penentuan nasib bangsa dan negara dalam kontestasi politik untuk menentukan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menentukan daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024. Jumlahnya mencapai 204.807.222 pemilih. Berdasarkan hasil rekapitulasi DPT, mayoritas pemilih dalam pemilu 2024 didominasi oleh pemuda yakni generasi millenial dan gen z dengan persentase 56 persen. 

Dari jumlah tersebut, terdapat sebanyak 66,8 juta pemilih dari generasi milenial, dan pemilih dari gen Z yaitu sebanyak 46,8 juta pemilih. Generasi milenial atau gen z dikenal dengan generasi yang melek teknologi informasi sehingga memiliki pengaruh dalam perkembangan Indonesia pada saat ini atau pun nanti, karena setiap hari mereka bersama dengan teknologi bahkan tidak terlepas dari yang namanya handphone sehingga mereka banyak mengakses informasi didalamnya. Bahkan anak muda sekarang banyak yang bersuara di media sosial untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran dan untuk mempengaruhi opini publik.

Menurut Rosariana (2021), Generasi Milenial merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1981-1996 dan Generasi Z merupakan generasi yang lahir pada tahun 1997-2012. Generasi milenial atau gen z biasa disebut memiliki peran agent of change karena memiliki ilmu pengetahuan yang lebih luas, sehingga mereka menjadi generasi yang melek politik, melek teknologi bahkan menciptakan distribusi yang melahirkan inovasi atau cara-cara baru salah satunya untuk kemajuan teknologi. Sehingga kita sebagai generasi gen z atau milenial harus memanfaatkan peran ini dengan sebaik-baiknya. Menururt Deloitte (2017), Kehadiran arus disrupsi dalam peradaban manusia dapat dipahami sebagai sebuah perubahan yang terjadi akibat pemanfaatan teknologi yang begitu masif dalam berbagai sektor sehingga dapat mengubah suatu pola lama menjadi pola yang lebih baru dan berbeda. Bahkan generasi muda milenial atau gen z yang adaptif ini mungkin sudah bisa menggantikan posisi generasi yang usianya sudah matang atau tua dalam ranah politik, melihat potensi yang dimiliki milenial atau gen z ini lebih besar dan cerdas. Melihat negara-negara lain sudah lebih maju, sepertinya generasi milenial atau gen z ini yang dianggap sudah siap dan adaptif untuk meneruskan perkembangan zaman supaya Indonesia menjadi negara yang lebih maju.

Istilah gemoy saat ini sedang ramai diperbincangkan dan trending di media sosial, gemoy ialah kata lain atau plesetan dari kata gemas, biasanya istilah gemoy digunakan saat sedang melihat sesuatu yang terkesan lucu sehingga menyebutnya dengan sebutan gemoy. Istilah gemoy ini ditujukan pada calon presiden ke 2 yaitu Prabowo Subianto, awal mula muncul kata ini pada saat Pak Prabowo sedang berpidato dalam deklarasi dukungan PSI (Partai Solidaritas Indonesia) untuk dirinya dan pasangannya Mas Gibran Rakabuming. Menurut pengakuan tim kampanyenya sematan gemoy itu diluar dari rencana dan muncul secara tiba-tiba dari masyarakat, namun beberapa pihak terlihat sinis dan menyebutkan bahwa pak Prabowo tidak bervisi serta tidak memiliki tujuan selain joget-joget gemoynya. Berdasarkan survei kompas pada bulan Desember 2023, setengah gen z ini memilih Prabowo-Gibran dengan persentase 54,7% tetapi pilihan ini bisa rapuh atau berubah. Persentase capres-cawapres lain yaitu Anies-Imin 9,6%, Ganjar-Mahfud 13,6% dan belum menentukan pilihan dengan persentase 22,1%. Gen z yang menjadi responden survei ini berusia 17-25 tahun sebanyak 1.364 responden, 65,7% tidak mau memberi tahu tentang pilihan capres-cawapresnya dan 47,7% mengaku masih dapat berubah pilihannya. Junlah ini lebih besar dibandingkan dengan mereka yang merasa pilihannya sudah tetap yaitu 39,8%.

Suara generasi milenial atau gen z dalam pemilihan umum 2024 seperti di eksploitasi, dengan cara memanfaatkan suara sebanyak banyaknya dengan mengusung gagasan untuk memperjuangkan hak-hak anak muda. Sehingga kita sebagai milenial atau generasi z harus cerdas dalam memilih atau menentukan siapa presiden kita dalam pemilu 2024. Sebagai anak muda kita tidak boleh tereskploitasi oleh politisi-politisi yang hanya mementingkan dirinya sendiri atau terbeli oleh narasi gemoy. Berargumen dan adu gagasan sangat diperlukan dalam debat capres-cawapres bukan hanya dengan gemoy dan joget yang ciri khasnya, karena perkembangan negara kita berada pada tangan yang nantinya akan berkuasa yaitu presiden sehingga pentingnya memiliki gagasan, visi misi, dan langkah yang nyata dalam melaksanakan tugasnya nanti.

Faktanya memang banyak pemuda yang terbeli oleh narasi gemoy dengan joget ciri khasnya itu, banyak komentar bahkan video wawancara yang ditemukan di media sosial ketika para pemuda memilih calon presiden hanya karena gemoy atau lucunya. Padahal nantinya tidak lucu kalau Indonesia menjadi negara yang semakin runtuh kekuatannya hanya gara-gara salah memilih pemimpin, memilih presiden dengan dalih lucu, gemoy, tanpa memperhatikan aspek -aspek lain yang penting untuk dipertimbangkan menjadi mirisnya para gen z. Pemilihan umum ini bukan main-main, karena nantinya Indonesia akan dikuasai oleh yang memegang kekuasaan tertinggi yaitu presiden bukan hanya satu atau dua bulan tapi dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan di pimpinan oleh Presiden sehingga sangat penting dalam menentukan pemilu 2024 untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia.

Di sisi lain banyak juga anak muda yang tetap dalam kendali tidak bisa terbeli oleh narasi gemoy karena bagi generasi gen z yang memiliki pemikiran yang cerdas, tidak bisa dibodohi, dan mereka mampu berpikir secara kritis. Bagi mereka generasi gen z memilih seorang pemimpin untuk suatu negara perlu banyak aspek yang perlu kita lihat supaya kita dapat menyejahterakan rakyat dan supaya suara rakyat dapat didengarkan. Jadi berargumen dan adu gagasan sangat diperlukan agar gen z mengetahui apa program ke depan apabila terpilih menjadi seorang presiden. Gagasan, langkah nyata, serta rekam jejak merupakan beberapa yang dijadikan indikator keberhasilan untuk generasi masa depan yang diharapkan gen z. Mari kita buktikan bahwa anak muda generasi milenial atau gen z tidak dapat terbeli atau tereksploitasi oleh narasi gemoy atau dengan joget khasnya, karena kita hanya perlu gagasan-gagasan konkret untuk masa depan bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun