Jadi belum dapat dipastikan kalau semua konsumen menggunakan Sajiku dan mengklaim bahwa Sajiku merupakan bumbu instant nasi goreng No. 1.
Gambar iklan kedua merupakan iklan Wardah Matte Lipcream yang ditayangkan di televisi tanggal 27 Februari 2020 pukul 17:00 di salah satu stasiun TV Indonesia GTV yang muncul ditengah program tayang Naruto the Last Hokage. Iklan tersebut tayang selama kurang lebih 45 detik, dalam iklan ini dikatakan bahwa memiliki satu warna lipcream saja tidak akan cukup, karena beda momen beda juga warna lipcream yang digunakan.Â
Wardah Matte Lipcream yang halal menghadirkan 18 shade warna untuk semua momen terbaik. Pada penayangan iklan ini terdapat kata-kata superlatif bahwa Wardah Matte Lipcream merupakan pilihan No. 1 di Indonesia detik ke 0:43.  Iklan ini melanggar etika periklanan karena penggunaan kata-kata superlatifnya. Peraturan yang dilanggar EPI, Bab III. A No.1 pasal 1.2.2 dengan bunyi pasal "Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top", atau kata-kata berawalan "ter", dan/atau yang bermakna sama.
Kecuali disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Padahal untuk merek matte lipcream tidak hanya Wardah saja, masih banyak merek lain yang mengeluarkan matte lipcream. Dan tidak semua konsumen membeli matte lipcream pada produk Wardah ini, jadi tidak dapat dipastikan bahwa Wardah merupakan matte lipcream No. 1 di Indonesia.Â
Masih banyak lagi contoh iklan yang melanggar etika periklanan. Tidak hanya dalam konteks pelanggaran bahasa saja, masih banyak contoh pelanggaran iklan televisi diluar itu. Contoh diatas hanyalah beberapa dari banyaknya iklan yang telah melanggar etika di dalam periklanan televisi. Dalam etika deontologi, perbuatan itu bernilai baik karena memang kewajiban dari manusia, terlepas tujuan dan akibat dari perbuatan yang dilakukan manusia (Junaedi, 2019:31).Â
Pernyataan tersebut mungkin menjadi tameng bagi si penyedia jasa iklan karena merupakan suatu kewajiban untuk menyelesaikan tugasnya kepada pihak yang menggunakan jasanya. Tetapi sangat disayangkan jika harus melupakan penggunaan etika dalam beriklan. Diharapkan untuk kedepannya dalam membuat konten iklan perlu diperhatikan juga etika periklanannya, tidak hanya membuat konten untuk menarik daya minat konsumen dan menjalankan kewajibannya terhadap pengguna jasa iklan semata kemudian menghiraukan aturan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H