"Jadi, Papa nggak ganteng?" protes Adica sebal.
Silvi tak menjawab. Ibu jarinya terarah ke pintu utama. Di mulut pintu, berdiri sesosok pria tinggi, tampan, dan bermata sipit. Gadis kecil berparas cantik dan berambut pendek mengekorinya. Sedetik. Tiga detik. Lima detik...
"Jose?" ucap Calvin dan Adica bersamaan.
Setelah melepas pelukannya di tubuh Silvi, Calvin mendekat. Dia peluk teman lamanya itu. Jose membalas pelukan Calvin. Mata Adica mengerjap bingung. Selalu saja ia menaruh rasa heran pada kembarannya yang tak canggung memeluk teman pria. Lihatlah, dua pria tinggi dan bermata sipit itu saling peluk.
"Long time no see. Apa kabar, Jose Gabriel?" tanya Calvin hangat.
"Begitulah," jawab Jose pendek.
"Dan ini...Arini, kan? Putrimu satu-satunya?"
Sejurus kemudian, Calvin berlutut di depan Arini. Dibelainya rambut anak perempuan itu. Arini menyambut datar sikap hangat Calvin. Matanya melayang ke arah Silvi.
"Matanya jelek, kayak monster." Tunjuk Arini ke arah mata biru Silvi.
Adica melotot garang. Senyuman Calvin memudar. Silvi bersembunyi di balik punggung Ayahnya. Sementara itu, Jose menepuk pelan puncak kepala putrinya.
"Arini," katanya tegas.