Ujung kalimatnya menggantung. Sisa susu yang separo jalan ditelannya dimuntahkan bersama darah. Cepat ia meraih beberapa helai tissue. Calvin terbatuk ke dalam tissue, terperangah melihat darahnya sendiri.
Adica melompat bangun. Wajahnya berangsur cemas.
"Ayo ke rumah sakit. Sudah dua kali kamu berdarah."
Calvin menggeleng. Kalau dirinya ke rumah sakit malam ini, sama artinya ia merepotkan Adica dan meninggalkan Silvi.
"Bandel! Keras kepala! Ok fine, kalau kamu tidak mau ke rumah sakit! Aku panggilkan dokter lengkap dengan perawatnya ke sini!" omel Adica, dan dia benar-benar menelepon dokter saat itu juga.
Tubuh tinggi semampai itu rebah di sofa. Calvin menutup matanya sejenak, mengalah pada rasa sakit.
** Â Â
-Fragmen Silvi
"Ayah ...Ayah."
Aku berjalan pelan menyusuri koridor. Gaun tidur berwarna biru muda melekat di tubuhku. Orang pertama yang kucari saat membuka mata di pagi hari adalah Ayah. Alih-alih Ayah, aku nyaris bertabrakan dengan seorang suster muda berbaju putih.
Aku mengucek mataku. Mungkinkah aku salah masuk? Ini rumahku kan, bukan rumah sakit?