Dokter Tian tersenyum. "Kamu pasien saya yang paling kuat. Tapi, jangan pernah meremehkan NSCLC."
Mendengar akronimnya saja sudah membuat bulu-bulu halus di tengkuk Adica berdiri. Saudara kembarnya sakit parah. Entah apa jadinya bila nyawa Calvin terenggut non-small cell lung cancer.
Masih segar dalam ingatan Adica. Betapa pucat wajah Calvin, betapa berantakan rambutnya yang biasa tertata rapi, dan betapa kusut jasnya sepulang ia dari rumah sakit setahun lalu. Calvin melempar amplop berisi hasil tes dan membisikkan beberapa kata: kanker paru-paru. Waktu itu, Adica berhenti berkutat dengan aplikasi pemantau sahamnya.
"Calvin, kamu bercanda! Kanker paru-paru? Penyakit laknat yang mematikan 1,59 juta orang di dunia selama tahun 2012! Calvin, tampar pipiku!"
Plak!
Adica terjajar mundur, kakinya menabrak sofa. Tamparan Calvin begitu kuat. Orang yang mengenal Calvin takkan percaya ia tega menampar orang sekeras itu.
"Aaaargh sakit, bodoh! Tapi, ini nyata! Ini bukan mimpi!" Adica meraung putus asa.
"Adica, tolong ambilkan iPadku."
Suara bass nan empuk milik Calvin membangunkan lamunannya. Adica tergeragap, buru-buru meraih iPad.
** Â Â
-Fragmen Silvi