Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Layangan Putus, Pembodohan, dan Diskriminasi Gender

6 November 2019   06:00 Diperbarui: 6 November 2019   06:13 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembaca, penikmat, dan penyebar cerita bersalah karena mau saja mengonsumsi konten berselera rendah tanpa pesan moral. Dan yang paling salah adalah laki-laki yang diceritakan dalam Layangan Putus. Ayah sejahat itu, neraka yang berkobar-kobar balasannya. Di luar sana ada banyak pria baik hati plus ayahable yang tak punya keturunan, si pria itu malah menyia-nyiakan keempat anaknya.

Benar, cerita Layangan Putus tak ada pesan moralnya. Kisah itu sama sekali tidak menginspirasi. Sampah tetaplah sampah. Apakah pelajaran moralnya, tiap lelaki harus mendua? Apakah pelajaran moralnya, tiap lelaki harus meninggalkan istri tua di masa jaya dan kabur dengan istri muda?

Nah, tentu saja tidak, kan? Bila semua laki-laki sejahat mantan suami Mommi ASF, lebih baik perempuan selibat sekalian seumur hidup. Namun bila setiap lelaki seideal Pak Habibie, Alm. Ferry Wijaya, Atticus Finch, dan "Calvin Wan", silakan menikah.

Kompasianer, setujukah kalian jika cerita Layangan Putus merupakan pembodohan semata?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun