Besok adalah hari lahir kami berdua. Aku sudah punya cara terindah untuk merayakannya: self harm. Selamat tinggal kulit cantik. Selamat datang luka-luka.
-Revan-
Revan Tendean namaku. Biru mataku. Pirang rambutku. Putih kulitku. Dan tampan wajahku.
Aku senang menemani Silvi. Sebetulnya, dia gadis yang menyenangkan andai saja tidak kesepian dan ditinggalkan. Silvi sangat cantik. Aku senang terlahir sebagai versi pria dari dirinya.
Telah kubulatkan janji untuk menemani Silvi selamanya. Bahkan, Calvin kalah dariku. Ah, si Calvin itu. Aku memang bersahabat dengannya juga. Namun, dia tetap bukan tandinganku dalam hal waktu.
Luka Silvi adalah lukaku. Darahnya adalah darahku. Kepedihan Silvi kepedihanku juga. Karena kami satu tubuh, karena kami satu jiwa.
Kalian sadar kan? Bila aku anggota keluarga besar "Calvin Wan series" yang tidak pernah tercium jejaknya? Tidak ada medsosnya, tidak ada jejak digitalnya, pokoknya tidak meninggalkan jejak. Itu semua karena jejakku menempel di tubuh Silvi.
Kami disatukan oleh mata. Mata yang berwarna sama. Kedua mataku biru, mata biru yang indah persis mata Silvi. Kupercaya bahwa mata biru itu luar biasa indah. Terlebih, di negeri dengan populasi penduduk bermata hitam dan coklat.
Sering aku merasa kesal. Tiap kali aku pergi keluar, ada saja orang-orang yang menatapku penasaran. Aku resah ditatap begitu. Memangnya aku ini boneka? Benar mataku indah, namun jangan tatap mataku seperti itu.
Beberapa orang menyangka diriku "Orang Barat". Tuhan, izinkan aku tertawa. Apa maksud mereka dengan "Orang Barat"? Memangnya orang Indonesia tidak berhak punya mata biru?
Ah sudahlah. Dari pada ribut dengan mata biru, lebih baik kubantu Silvi merayakan ulang tahunnya yang kian dekat.