Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Biaya Tes Narkoba dan Empati kepada Peserta Tidak Mampu

7 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 7 Agustus 2019   17:39 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Weekend kemarin lumayan hetic. Soalnya Young Lady harus ke rumah sakit. Bukan ada yang sakit, tapi mengurus beeberapa berkas untuk apply beasiswa S2.

Bukan kunjungan yang menyenangkan pastinya. Siapa sih yang senang datang ke RS? Memangnya RS enak buat ngopi cantik ya? Kan nggak.

Di rumah sakit, Young Lady cantik menjumpai hal-hal tidak enak. Ruang tunggu yang dipenuhi pasien dengan berbagai kondisi, suara muntahan yang terdengar beberapa kali, aroma obat-obatan yang memuakkan, ruangan gelap dan suram, dan...banyak energi negatifnya. Banyak makhluk penunggunya, baby.

Eits, bukan itu yang ingin dibahas Young Lady. Ada poin lain yang ingin disoroti. Yups, tepatnya ketika tiba saat tes bebas narkoba.

Young Lady memasuki ruang laboratorium yang dingin. Seorang gadis muda dan bapak setengah baya sibuk melayani. Mereka menyebutkan nominal biaya tes urine bebas narkoba. Biayanya 315K. Tanpa membuang waktu, langsung saja transaksi pembayaran dilakukan. Young Lady mendengar seseorang bertanya.

"Kok mahal banget sih? 300 ribu...?"

Si gadis muda di balik meja menjawab. "Iya, itu dari Perdanya."

Selanjutnya Young Lady tidak memperhatikan lagi. Diri ini teralih perhatiannya gara-gara banyak energi negatif berseliweran. Itu sangat, sangat mengganggu. Pokoknya Young Lady ingin cepat-cepat meninggalkan rumah sakit.

Finally, urusan berkas pun selesai. Lega banget rasanya. Acara hari itu ditutup dengan jalan-jalan ke mall. Ngemall cantik sambil makan es krim dan steak...yeaaaay dua makanan favorit Young Lady.

Pulang dari mall, barulah Young Lady kepikiran. Biaya tes bebas narkoba 315K? Kasihan ya, kalau yang harus tes ini peserta dari golongan keluarga tidak mampu. Tidak mampu untuk mendapatkan/mengeluarkan dana sebesar itu tanpa perlu kelaparan setelahnya.

Besar-kecilnya dana itu relatif. Murah-mahalnya biaya tergantung kondisi ekonomi individu. Tak terbayangkan bila salah satu peserta tes berasal dari lingkungan duafa. 

Katakanlah keluarganya hanya berpenghasilan tiga ratus ribu seminggu. Berarti, dia menghabiskan dana untuk makan seminggu hanya untuk tes narkoba. Pastilah da perasaan sayang mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk mendapat surat sakti.

Soal harga yang ditentukan Perda, Young Lady kurang yakin. Saat itu Young Lady cantik melakukan tes di sebuah rumah sakit plat merah. Pilihan jatuh ke sana hanya dengan pertimbangan jaraknya dekat dari rumah.

Ketidakyakinan Young Lady ini diperkuat oleh cerita beberapa orang di lingkungan sekitar. Sebuah rumah sakit swasta yang terletak beberapa kilometer dari RS plat merah itu, malah mematok tarif lebih mahal. Biaya tes bebas narkoba dibandrol 500K.

Rasanya Young Lady cantik makin berempati. Young Lady mencoba mencari informasi lain. Dari web lab.bnn.go.id, diinfokan bahwa lab tidak lagi melayani tes analisa bebas narkoba per tanggal 1 Januari 2016. Akan tetapi, platform harga.web.id menyebutkan update bahwa tes bebas narkoba di BNN gratis. Informasi tersebut diupdate April 2019.

Hmmmm, tidak jelas ya info yang beredar. Lebih lanjut Young Lady malah menemukan daftar harga tes bebas narkoba dari berbagai rumah sakit. Harga mulai dari 48K sampai yang termahal 500K.

Back to focus. Young Lady iba pada mereka yang harus berpikir ulang hanya karena tes bebas narkoba berbayar. Mengandalkan BPJS kesehatan pun tidak bisa. Tes bebas narkoba bukanlah tes untuk mendiagnosis keluhan suatu penyakit, melainkan termasuk jenis medical check up. Tes untuk mengetahui kondisi tubuh seseorang. So, pemeriksaan ini tidak terkover.

Young Lady membayangkan, teman-teman sesama calon peserta seleksi risau memikirkan dana ratusan ribu hanya untuk memperoleh SKBN. Bagaimana bila mereka menemukan jalan buntu lalu mundur? Sayang sekali kan?

Bagaimana bila sebenarnya banyak anak muda berpotensi tetapi harus terhalang hanya karena terkendala biaya? Yang dimaksud adalah biaya printilannya, bukan biaya mengikuti pendidikannya. Ini sama menyedihkannya seperti gadis cantik yang potensial mengikuti kontes pageants tetapi gagal lantaran tidak bisa membayar biaya pendaftaran/make up.

Tidak adakah kebijakan lain untuk peserta tes bebas narkoba dari golongan tidak mampu? Misalnya, mereka diberi keringanan. Biaya tes mereka digratiskan. Mereka baru diwajibkan membayar bila sudah diterima. Atau mereka bisa mengajukan surat keterangan tidak mampu agar dapat menjalani tes bebas narkoba tanpa biaya.

Ironis sekali bila orang-orang berpotensi terhenti langkahnya hanya karena tak punya biaya printilan. Biaya-biaya seperti ini yang dirasa mahal bagi sebagian kalangan. Empati untuk mereka.

Kompasianers, bagaimana menurut kalian?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun