Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekolah dan Orangtua Mencetak Anak Menjadi Pekerja Kantoran

4 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 4 Agustus 2019   06:03 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penjelasan Deddy Corbuzier mengingatkan Young Lady pada buku Rich Dad Poor Dad karya Robert Kiyosaki. Berapa banyak orang tua yang berkeras mencetak anaknya jadi pekerja kantoran? Berapa banyak orang tua yang ngebet biar anaknya jadi PNS? 

Berulang-ulang mereka menanamkan konvensi versi mereka bahwa menjadi PNS memberikan keamanan finansial, keamanan posisi kerja karena sulit dipecat, bla bla bla. Namun, apakah bekerja kantoran membuat kita ukses? 

Apakah bekerja kantoran membuat kita kreatif, mengasah empati, membuka cara pandang, dan menambah peluang baru? Ya, mungkin bisa sukses jika kita dilirik bos dan naik karier sampai jadi direktur. Tapi, kalau biasa-biasa saja?

Sayangnya, lebih banyak orang biasa di dunia. Seperti juga lebih banyak orang tua yang bersikeras anaknya bekerja di kantor. Jarang sekali kan, ada orang tua yang berkata begini pada anaknya.

"Sayang, kalau sudah lulus sekolah nanti, kamu jadi novelis/influencer/vlogger/youtuber/blogger/model/food fotografer/hair stylist/entrepreneur/owner startup sekelas unicorn ya?"

Jarang, saaaangat jarang. Bagi orang tua, indikator kesuksesan seorang anak adalah dengan bekerja di kantor. Pekerjaan-pekerjaan di ranah kreatif belum menyentuh nalar mereka. Biasanya orang tua bakalan bilang gini ke anak.

"Nanti, lulus sekolah pokoknya kamu langsung ikut seleksi CPNS. Lamar pekerjaan juga di perusahaan A, B, C. Trus kalau kamu udah jadi karyawan tetap, baru kamu bisa nikah, punya anak, dan berkeluarga."

Nah, seperti itukah indikator kesuksesan? Sedikit sekali yang menyadari bahwa sekolah, kantor, dan orang tua menghalangi seseorang untuk sukses. Bagaimana tidak? Banyak orang stay di kantor puluhan tahun dengan gaji yang itu-itu saja, kan? Itu karena mereka tidak berani berpikir kreatif dan terpaku pada birokrasi yang kaku. 

Sekolah, kantor, dan orang tua tidak mengajarkan anak untuk menjadi kreatif dan kaya. Mereka hanya membentuk anak agar menjadi apa yang mereka inginkan. Padahal belum tentu semua anak suka dengan pola mereka.

Mindset yang salah di negara kita adalah standar kesuksesan yang baku. Sukses identik dengan kerja di kantor, menikah di usia yang tepat, dan punya anak. Balik lagi, padahal tidak semua orang suka bekerja di belakang meja, mendapatkan jodoh di usia 20-30an, dan tidak semua orang dititipi anak oleh Tuhan. Betapa menyedihkannya bila mindset seperti itu masih dipertahankan.

Untuk ketiga kalinya, Young Lady katakan: Young Lady cantik takut bekerja di kantor. So, bagi Kompasianer yang sudah memiliki anak, jangan paksa mereka bekerja di kantor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun