Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekolah dan Orangtua Mencetak Anak Menjadi Pekerja Kantoran

4 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 4 Agustus 2019   06:03 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pikiran orang tua, pekerja kantoran adalah profesi teraman secara finansial. Indikator keamanan finansial dilihat dari gaji tetap yang diterima per bulan.

Tapi...

Benarkah semua anak suka bekerja di kantor? Benarkah pekerja kantoran membuat hidup aman sekaligus sukses?

Honestly, hal yang sangat ditakutkan Young Lady adalah bekerja di kantor. Bekerja kantoran identik dengan durasi delapan jam yang melelahkan, kerja di belakang meja, kejenuhan tingkat akut, birokrasi yang kaku, instansi anti kritik, politik saling sikut, orang-orang dewasa berhati hitam, dan sikap feodal atasan. 

Young Lady pernah merasakan itu semua beberapa kali waktu di radio dan di kampus. Kantor tempatnya orang dewasa saling menjatuhkan demi kepentingan mereka sendiri. 

Kantor tempat yang rawan perselingkuhan dan minim ketulusan. Di kantor, benih-benih kedengkian tumbuh subur. Bekerja kantoran tak banyak memberikan manfaat/perubahan secara langsung untuk kehidupan manusia. Rasanya, sungguh tidak enak.

Lama berpikir dan merasakan sendiri, akhirnya Young Lady memutuskan menghindari kerja kantoran. Young Lady cantik ingin mengajar, berbisnis, modeling, dan menulis saja. Makanya Young Lady berencana langsung lanjut S2 agar bisa mengajar. Semoga lancar.

Mengajar tentu berbeda dengan kerja di kantor. Saat mengajar, kita berhadapan dengan generasi muda, dari tingkat kindergarten sampai mahasiswa. Kita lebih banyak berbicara alih-alih menulis laporan di komputer. Kita bisa mempengaruhi generasi muda, alih-alih dipengaruhi atasan. 

Durasi kerja pun tak seketat bekerja di belakang meja. So, bisa cari sampingan yang lain. Bila di kantor kita dipaksa mematuhi atasan, sebaliknya bila mengajar kitalah yang akan didengarkan dan dikagumi murid.

One more. Young Lady cantik takut bekerja di kantor. Sayangnya, sekolah dan orang tua di negara kita rata-rata berusaha keras mencetak anak agar menjadi pekerja kantoran. Selepas lulus sekolah, anak dipaksa bangun pagi-pagi, berangkat ke kantor pukul tujuh, tiba di kantor jam sembilan, pulang jam lima, dan bergelut dengan kemacetan sampai dua jam. Semua kerumitan itu berlangsung lima hari dalam seminggu. 

Ketatnya durasi membuat para pelakunya terhambat melakukan hobi atau mengambil side job. Seperti itukah suasana kerja yang ideal dan nyaman? Kok buat Young Lady rasanya menakutkan ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun