Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

5 Alasan untuk Membenci Lebaran

4 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 4 Juni 2019   06:38 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan pengalaman-pengalaman tak menyenangkan lainnya saat hari raya.

Buat Young Lady cantik, Lebaran bukan lagi hari yang ditunggu-tunggu. Rasanya ya biasa saja. Hadir dan berlalu, tanpa meninggalkan kesan membahagiakan. Akhir-akhir ini memang susah untuk bahagia.

So far, Young Lady cantik belum menemukan alasan untuk berbahagia lagi saat hari raya. Semuanya masih terlalu menyedihkan dan menghanyutkan dalam sepi. Belum ada seseorang, atau sesuatu yang bisa membuat Lebarannya Young Lady cantik jadi lebih berpelangi. Biarkan, biarkan saja begitu.

Nah, ayo kita check apa saja alasan yang membuat Lebaran layak dibenci.

Pencitraan

Ya, Lebaran bukan hanya hari kemenangan. Tetapi juga hari pencitraan. Tidak percaya? Sekarang coba lihat. Orang-orang kaya, pengusaha, dan pejabat penting membuka pintu istana mereka untuk open house. Mereka baru mau berbaur ketika hari raya tiba. Mereka baru mau menyentuh tangan rakyat jelata kala hari kemenangan di depan mata. Heloooo, apa itu namanya kalau bukan pencitraan?

Kenapa harus menunggu Lebaran untuk berbaur dengan orang biasa? Bukankah hal itu dapat dilakukan di hari-hari biasa? Kayak pak ganteng presiden kita tuh. Bisa ketemu rakyat everytime. Nggak usah nunggu hari raya. Keliatan banget kalau hari raya itu hari pencitraan, guys.

Berbagi salah sasaran

Hayo, ngaku. Kalian lebih senang kasih parsel Lebaran ke pejabat atau ke orang miskin? Pasti ke pejabat, kan? Parsel rasa gratifikasi. Memberi bingkisan/hadiah hari raya sebagai suapan halus agar kelak maksud dan tujuan dilancarkan. Padahal si pejabat, guru, petinggi, dosen, mertua, besan, mantan...ups atau siapa pun penerima suapan itu, jelas-jelas orang mampu. Tanpa kalian hadiahi parsel pun, meja tamunya sudah penuh kue-kue dan minuman lezat. What for? Wasting money.

Salah sasaran. Kenapa parselnya nggak dikasih ke duafa aja? Lebih bermanfaat, kan? Di rumah mereka belum tentu tersaji kue kering dan minuman ringan.

THR Lebaran kalian bagikan ke keponakan-keponakan/anak/cucu kalian yang sudah jelas kaya? Sayang sekali, mylove. Kenapa nggak dibagi ke anak yatim atau ke anak panti asuhan? Belum tentu mereka punya uang saat hari raya.

Buat apa berbagi ke orang kaya? Itulah, maka Lebaran sering kali menjadi ajang berbagi yang salah sasaran.

Mental pengemis/komersial

Masih berkaitan dengan poin kedua. Kalian menyelipkan uang ke tangan anak-anak kecil yang jelas berasal dari keluarga mampu. Anak-anak itu jadi punya motivasi yang salah untuk berhari raya. Kelak mereka akan jadi orang yang bersilaturahmi dengan mindset money oriented. Tak ada uang, tak ada saling bermaafan. Ngeri kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun