Tak ada lagi kecupan hangat di kening Jose. Abi Assegaf hanya memberi pelukan, bukan ciuman. Hkata hati pantang berdusta.
Jose rindu Ayah Calvin. Rindu sekali. Beberapa kali Ayah Calvin meneleponnya. Ketika sang ayah menelepon, Jose hanya diam. Ia diam begitu lama. Pertanyaan-pertanyaan Ayah Calvin tentang keseharian enggan dijawabnya.
Makin hari, rindu ini kian membesar. Jose ingin memeluk Ayah Calvin. Abi Assegaf jelas beda dengan Ayah Calvin. Walau harus mengurus perusahaan, mengelola yayasan, dan menulis artikel, Ayah Calvin selalu ada buat Jose. Abi Assegaf memang tak pernah terlambat bangun, tetapi Ayah Calvin tak pernah melewatkan sehari pun untuk membuktikan betapa ia menyayangi Jose.
"Ayah...Jose mau peluk Ayah. Jose mau cium Ayah." erangnya di malam keenam.
** Â Â
Ting tong
Bel berdering di pagi ketujuh. Jose, yang sedang berada di dekat pintu utama, membukanya.
Ia terbelalak kaget. Ayah Calvin berdiri di ambang pintu. Wajahnya pucat. Pancaran matanya kesakitan, meski tersimpan larik ketegaran.
"Ayah...!"
Jose menghambur ke pelukan Ayahnya. Ayah dan anak itu berpelukan erat. Ah, wangi ini, kehangatan ini, masih sama.
"Ayah memang kurang dalam segalanya...Ayah memang payah. Semua salah Ayah. Bangun saja terlambat." Ayah Calvin memaki dirinya sendiri, suaranya bergetar.