Jose, Livio, Hito. Kemanakah mereka? Dan Ayah Calvin...kemanakah Ayah terbaik yang pernah dikenalnya?
"Aku harus bertahan. Demi Jose, demi Andrio, demi anak-anak yang butuh aku."
Terngiang perkataan Ayah Calvin yang pernah didengarnya. Ya, Ayah Calvin pasti masih ada. Tapi, dimana teman-temannya?
"Jose, Livio, Hito! Kalian dimana?" Andrio berseru memanggil-manggil mereka.
Lorong panjang ini sunyi sekali. Dingin pula. Tangan Andrio membekap dadanya, kedinginan.
Lelah berlari, Andrio menjatuhkan diri di dekat tembok. Temboknya pun sangat dingin. Tempat apa ini? Mengapa menakutkan sekali?
Andrio muntah darah. Sakit ini makin terasa. Ia ingin segalanya berakhir...ingin pergi dari sini, ingin menutup mata untuk selamanya.
"Jose...Livio...Hito." erangnya.
Mata Andrio tertumbuk ke arah dua pintu besar di ujung lorong. Kedua pintu itu terbuka lebar. Pintu pertama memperlihatkan ruangan luas penuh kobaran api. Serombongan malaikat berwajah seram memukul, mencambuk, dan menggantung terbalik orang-orang di dalamnya.Â
Di antara ratusan orang yang disiksa di ruangan penuh nyala api itu, Andrio bisa melihat tiga orang berpakaian hitam. Mereka menjerit-jerit saat tubuh mereka terbakar, terpukul, tercambuk, dan tergantung terbalik. Kaki di bawah, kepala di atas. Teriakan tiga orang itulah yang paling keras.
"Itu mereka..." lirih Andrio.