Ini catatan untuk Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial. Tanggal 21 Maret lalu, kita memperingatinya. Wait, Young Lady cantik tak nyaman bila menulis tanpa lagu.
Tak banyak yang tahu tentang Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial. Peringatan Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial dilatarbelakangi peristiwa Sharpeville di Afrika Selatan. Kala itu, polisi menembaki para penentang Politik Apartheid. Young Lady tak mau bahas sejarah peringatan itu, sudah banyak yang membahasnya.
Di sini, Young Lady cantik hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mengganggu pikiran.
Sambil nikmati lagunya ya...
Sejak kecil, Young Lady senang punya mata biru. Mata biru itu indah, sesuatu yang atraktif. Langka di Indonesia. Setahu Young Lady, hanya segelintir orang Indonesia yang bisa memiliki mata biru. Di antaranya Komunitas Aceh Jaya Lamno berdarah Portugis, Manado Borgo, suku Linggong di Sulawesi Tenggara, dan Suku Dayak Punan. Tolong betulkan ya, kalau Young Lady keliru.
Walau Young Lady sering ditatap heran dan diejek anak-anak kecil, bahkan beberapa kali dibilang matanya mirip monster, Young Lady tak peduli. Young Lady tetap bangga mempunyai mata biru yang cantik. Lebih cantik mana, mata biru atau mata hitam? Ya jelas mata biru dong.
Dua orang guru asal Manado menjadikan Young Lady murid kesayangan mereka. Entah kenapa, mereka care sekali sama Young Lady cantik. Diajak olahraga bersama, ditemani, diberi hadiah saat pulang bepergian jauh-Young Lady satu-satunya murid yang mendapat hadiah, silakan saja yang lain iri-diajari menyanyi, dilatih secara private saat mengikuti olimpiade tingkat provinsi, dan macam-macam lagi. Ketika guru-guru lain tak sebegitu rupa perhatiannya, dua guru cantik ini sangat memperhatikan.
Berkali-kali Young Lady ditolak untuk bersekolah. Rasanya tak lengkap kalau mencari sekolah tanpa perjuangan dulu. Pokoknya tiap kali mau masuk sekolah baru, pasti harus diplomasi dulu. Pernah Young Lady cantik 4 kali pindah sekolah. Dua di antaranya membuat nyaman dan bahagia, tapi sayang Cuma sebentar.
Oh ya, Young Lady kecewa dengan penulisan sejarah Indonesia. Seperti ditulis seorang profesor Monash University, penulisan sejarah Indonesia sangat tidak adil untuk warga asing/nonpribumi. Murid seakan didoktrin bahwa nonpribumi itu jahat, penindas, dan penjajah. Sedangkan pribumi/warga asli adalah pihak yang terjajah, tertindas, dan teraniaya. Sejarah Indonesia ditulis dengan sudut pandang hitam-putih yang kontras.
Lupakah kalian pada jasa-jasa nonpribumi di Indonesia? Siapa yang mendirikan sekolah, membuat jalan, memberi fasilitas pendidikan, memberi bahan bacaan bagus lewat buku terjemahan, membangun perekonomian, dan memajukan peradaban di Nusantara? Ada sentuhan tangan-tangan nonpribumi di situ. Sayangnya, sejarah Indonesia seakan lupa. Atau seakan sengaja melupakan jasa nonpribumi.
Tak ada pribumi yang benar-benar putih. Sebaliknya, tak ada nonpribumi yang benar-benar hitam.
Anyway, Young Lady juga kasihan sama kelompok-kelompok tertentu yang kesulitan mendapat izin membangun rumah ibadah. Golongan lain gampang banget bikin rumah ibadah dimana-mana. Tapi ada juga yang mau minta izin, susahnya ampun-ampunan.
Ingin Young Lady katakan. Semarah-marahnya kita pada seseorang, janganlah sebut rasnya. Sebab kita akan menyesali perbuatan kita di kemudian hari. Ujaran kemarahan bernada rasisme akan membekas kuat di pikiran penerimanya.
Begitu pula saat marah dengan orang yang dicintai. Semarah-marahnya kita padanya, jangan pernah ucapkan kata pisah. Ancaman itu akan menancap kuat di relung hatinya. Jangan jadikan kemarahan sebagai alasan untuk meninggalkan seseorang yang kita cintai.
Finally, Young Lady ingin katakan: aku bangga punya mata biru. Aku dukung Mario Stefano Aditya Haling sama seperti alasan Revan, karena Rio dari Manado. Aku jijik dengan penulisan sejarah Indonesia yang meninggikan pribumi dan merendahkan nonpribumi. Aku sudah puas hanya berteman dengan Allah, beribukan Mamaku, dan didampingi malaikat tampan bermata sipitku. Dan aku menolak lupa semua perlakuan menyakitkan dari orang-orang yang pernah jahat padaku, dulu maupun kini. That's all.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H