Pertanyaan itu sukses menghempaskan hati Silvi. Bukan kali pertama suaminya melempar tanya.
"Pilihanku untuk tetap bersamamu," sahut Silvi tenang.
Tanpa diduga, Calvin menggamit tangan Silvi ke depan cermin. Bayangan mereka terdistorsi. Dapat Silvi lihat dengan jelas perubahan itu. Tubuh yang tak lagi atletis, kulit yang menghitam karena efek samping kemoterapi, dan rambut yang kian menipis.
"Apa yang kaulihat dariku, Silvi?" bisik Calvin putus asa.
Malaikat tampan bermata sipit itu tak lagi tampan. Silvi tersenyum perih. Lembut digenggamnya tangan Calvin. Mengapa tangan Calvin sedingin es?
"Kamu itu malaikat tampan bermata sipitku. Kini, nanti, dan selamanya."
Reaksi Silvi di luar perkiraannya. Serangkai kata yang sudah disiapkan Calvin gagal terucap.
"Calvin, aku mencintaimu karena Allah."
** Â Â
Jika ia mencintaimu,
Ia akan tetap memujimu tampan