Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

["Mini Series" Musikal] 3 Pria, 3 Cinta, 3 Luka, Prolog

31 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 31 Januari 2019   06:27 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Layar hitam. Sesaat cahaya biru berpendar, memperlihatkan tujuh anak lelaki umur 10-11 yang sangat berbakat. Abi Assegaf terbaring di tempat tidurnya, pandangannya tertumbuk ke arah anak yang paling tampan. Anak bersuara lembut yang kelak menjadi malaikat perawatnya.


Kepedihan hatiku

Untuk merelakan kepergianmu... (Luluh-Icil Divo).

Suara anak itu lembut sekali. Pasti sekarang ia sudah besar. Di tengah sepinya, di tengah kesakitan yang menggerogoti kedua matanya, Abi Assegaf berdoa agar dipertemukan dengan anak bersuara malaikat itu.

"Adica terlalu sibuk...Adeline sudah pergi. Betapa bahagianya bila aku dirawat anak itu. Tapi...mana mungkin?"

Kesepian seperti pembunuh berdarah dingin. Obat kesepian adalah kasih. Namun, siapakah malaikat yang mampu memberikan kasih untuk pria setengah buta nan kesepian ini?

Anak Tionghoa bersuara lembut itu kini tumbuh menjadi pemuda tampan. Pilihan hidupnya tak biasa. Seorang lelaki menjadi caregiver. Namun, ia menentang ketidakbiasaan itu.

Pukulan-pukulan menghantam tubuhnya. Ia tersungkur mencium jalan. Darah berceceran.

"Ngakunya miskin kok punya apartemen mewah! Masa laki-laki jadi caregiver?"

Sekumpulan pemuda berseragam basket itu tertawa mengejek. Puas menganiaya Calvin, mereka kabur. Pemuda bermata biru diikuti pria oriental separuh baya bergegas mendekat. Mengobati luka-lukanya. Hancur hati mereka melihat malaikat yang terluka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun