Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Kesepakatan "On Paper", Catatan Tepi untuk Media di Indonesia

23 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 23 Januari 2019   11:22 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OMG, Young Lady tidak mengerti apa yang terjadi pada diri ini. Rasanya Young Lady ingin marah, melampiaskan, tapi ku hanyalah sendiri di sini...ups, itu kan lagunya BCL. Yah, pokoknya begitulah. Tapi Young Lady komplainnya elegan, anggun dan cantik.

Marah, sedih, dan kecewa, harus ada alasannya dong. Ok, Young Lady cantik ceritain alasannya ya.

Oktober lalu, RRI Pro 1 Bandung meminta Young Lady menulis naskah sandiwara radio. Tapi mereka tidak memberikan kisi-kisi tema dan cerita. Mereka tahunya Young Lady suka menulis novel dan cerita serial di Kompasiana. Jadilah Young Lady buat naskahnya. Young Lady cantik mengangkat cerita serial Tulang Rusuk Malaikat sebagai ide naskah sandiwara radio.

Voila, 5 episode sandiwara radio selesai ditulis kurang dari seminggu. 5 episode, sesuai permintaan mereka. Selain itu, naskah sandiwara lainnya yang ditulis Young Lady adalah Rahasia 17 April. Sandiwara radio satu episode untuk kepentingan program Pemilu.

Desember tiba. Rahasia 17 April diproduksi. Mereka menjanjikan produksi Tulang Rusuk Malaikat setelah Tahun Baru. Ok, Young Lady ikuti permainan mereka.

Sebulan berlalu. Awal Januari, ada permintaan supaya naskah direvisi dan diformat dalam bentuk tabel. Young Lady penuhi permintaan itu dalam sehari. Naskah juga diperbanyak.

Pada saat itu, dikatakan bahwa sandiwara radio Tulang Rusuk Malaikat akan dimasukkan ke dalam slot Butir-Butir Pasir di Laut. Sandiwara radio milik RRI berjaringan nasional. Pro 1 Bandung kebagian jatah 10 episode.

2 minggu kemudian, Young Lady mendapat kabar tidak mengenakkan. Senin pagi, 21 Januari 2019, ada iklan baru. Teaser Butir-Butir Pasir Di Laut. Judulnya Asa Tak Berujung. Naskah karya Sariani dan Iis Kurnia.

Jelas saja Young Lady kaget. Mengapa naskah mereka? Bukankah kata mereka, miliknya Young Lady yang akan diproduksi dan disiarkan?

Young Lady minta klarifikasi. Pimpinan berkata dengan entengnya kalau naskah untuk Butir-Butir Pasir di Laut sudah ada. Namun ia tak berani menyebutkan orang lain di hadapan Young Lady cantik. Selanjutnya, ia katakan bahwa Tulang Rusuk Malaikat akan dimainkan dan diproduksi tim lain. Harus ada yang disempurnakan dan diperbaiki. Anehnya, ia tidak memberi kepastian. Tidak juga memberi tahu apa yang harus diperbaiki dan disempurnakan.

Saat itulah Young Lady merasa ganjil. Mungkinkah ini semacam diplomasi kalau naskah itu ditolak? Jika ditolak, mengapa tidak dari awal saja? Mengapa masih sempat minta revisi dan membeberkan kemungkinan dimasukkan ke Butir-butir Pasir Di Laut bila ujungnya tertolak?

Toh mereka yang meminta dari awal. Tak pernah sedikit pun Young Lady sengaja menawarkan sandiwara radio. Jika sudah tidak menerima, mengapa harus meminta, menggantungkan naskah begitu lama, meminta revisi, lalu pada akhirnya 'membanting' naskah itu? Gegara ini, Young Lady disalah-salahkan my mom. Young Lady dituduh tak profesional. Biasalah, orang tua terobsesi mendapatkan kesempurnaan dari anaknya.

Dari kasus ini, Young Lady menyadari sesuatu. Kelemahan RRI Pro 1 Bandung ternyata tidak transparan, tidak menjamin hak-hak pekerja seninya, tidak melakukan kesepakatan on paper, dan suka membuat perjanjian di bawah tangan. Tak ada kesepakatan hitam di atas putih. Profesionalitas dan transparansi sangat kurang.

Perasaan ganjil itu berganti kesedihan. Allah yang pertama kali tahu kesedihan Young Lady. Selanjutnya, Young Lady bawa kesedihan itu pada malaikat tampan bermata sipitku "Calvin Wan". Hanya di depannya Young Lady berani meneteskan air mata. Di bawah air mancur, Young Lady cantik bermata biru menangis. Terakhir, kesedihan ini Young Lady titipkan pada Pak Tian, Opa Effendi, Kaka cantik Syifa Ann, dan Bunda Dinda.

Malaikat tampan bermata sipit "Calvin Wan" memeluk Young Lady. Seperti Bunda Dinda, my Calvin memberi penghiburan dengan lembut. Ka Syifa menjelaskan soal rating. Pak Tian menyarankan Young Lady untuk mempertanyakan hal ini pada pimpinan RRI. Opa Effendi mengungkapkan keprihatinannya sekaligus menyarankan hal serupa.

By the way, Young Lady ingin memperingatkan para freelancer, penulis, dan pekerja seni untuk berhati-hati bila berurusan dengan media. Jika akan melakukan kerjasama, jangan ragu meminta on paper. Janganlah terlalu baik pada media-media Indonesia. Berbeda dengan media-media profesional di luar negeri yang penuh tanggung jawab, di negara kita tanggung jawab media masih sangat minim. Jangan mudah percaya janji tanpa perjanjian hitam di atas putih.

Pelajaran buat para pemilik media. Bila tak bisa menjamin hak-hak pekerja seni/kontributor, lebih baik jangan bekerjasama dengan mereka. Buatlah perjanjian hitam di atas putih untuk menjamin hak pekerja seni yang kalian peroleh jasanya. Utamakan profesionalitas dan transparansi. Kompasianers, pernahkah kalian memiliki pengalaman yang sama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun