Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Kesepakatan "On Paper", Catatan Tepi untuk Media di Indonesia

23 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 23 Januari 2019   11:22 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toh mereka yang meminta dari awal. Tak pernah sedikit pun Young Lady sengaja menawarkan sandiwara radio. Jika sudah tidak menerima, mengapa harus meminta, menggantungkan naskah begitu lama, meminta revisi, lalu pada akhirnya 'membanting' naskah itu? Gegara ini, Young Lady disalah-salahkan my mom. Young Lady dituduh tak profesional. Biasalah, orang tua terobsesi mendapatkan kesempurnaan dari anaknya.

Dari kasus ini, Young Lady menyadari sesuatu. Kelemahan RRI Pro 1 Bandung ternyata tidak transparan, tidak menjamin hak-hak pekerja seninya, tidak melakukan kesepakatan on paper, dan suka membuat perjanjian di bawah tangan. Tak ada kesepakatan hitam di atas putih. Profesionalitas dan transparansi sangat kurang.

Perasaan ganjil itu berganti kesedihan. Allah yang pertama kali tahu kesedihan Young Lady. Selanjutnya, Young Lady bawa kesedihan itu pada malaikat tampan bermata sipitku "Calvin Wan". Hanya di depannya Young Lady berani meneteskan air mata. Di bawah air mancur, Young Lady cantik bermata biru menangis. Terakhir, kesedihan ini Young Lady titipkan pada Pak Tian, Opa Effendi, Kaka cantik Syifa Ann, dan Bunda Dinda.

Malaikat tampan bermata sipit "Calvin Wan" memeluk Young Lady. Seperti Bunda Dinda, my Calvin memberi penghiburan dengan lembut. Ka Syifa menjelaskan soal rating. Pak Tian menyarankan Young Lady untuk mempertanyakan hal ini pada pimpinan RRI. Opa Effendi mengungkapkan keprihatinannya sekaligus menyarankan hal serupa.

By the way, Young Lady ingin memperingatkan para freelancer, penulis, dan pekerja seni untuk berhati-hati bila berurusan dengan media. Jika akan melakukan kerjasama, jangan ragu meminta on paper. Janganlah terlalu baik pada media-media Indonesia. Berbeda dengan media-media profesional di luar negeri yang penuh tanggung jawab, di negara kita tanggung jawab media masih sangat minim. Jangan mudah percaya janji tanpa perjanjian hitam di atas putih.

Pelajaran buat para pemilik media. Bila tak bisa menjamin hak-hak pekerja seni/kontributor, lebih baik jangan bekerjasama dengan mereka. Buatlah perjanjian hitam di atas putih untuk menjamin hak pekerja seni yang kalian peroleh jasanya. Utamakan profesionalitas dan transparansi. Kompasianers, pernahkah kalian memiliki pengalaman yang sama?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun