Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Sombong Ketika di Atas, Jangan Rendah Diri Ketika di Bawah

19 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 19 Januari 2019   06:01 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul artikel cantik ini terinspirasi dari nasihat malaikat tampan bermata sipitku "Calvin Wan". Semula, Young Lady pikir my Calvin sedang menegur Young Lady. Ternyata tidak. Dia hanya mengingatkan.

"Calvin" mengingatkan Young Lady cantik dengan lembut. Young Lady suka polanya: diingatkan dengan lembut dan penuh kasih sayang. Bukan dengan hardikan keras dan kekasaran.

Hmmmm, minggu ini Young Lady direpotkan dengan ujian proposal skripsi. Dimulai dari Hari Selasa, 15 Januari 2019. Pagi yang mengagetkan, meletihkan, dan membuat sedih. Bukan karena dosen penguji pertama diganti, melainkan karena cerita dari seseorang yang dicintai. 

Alhasil, di hari pertama ujian, Young Lady cantik lebih banyak menyendiri. Menangis di sela jeda ujian.

My Dear Calvin meminta Young Lady cantik jangan sedih dan khawatir. He's really good and strong. Demi Young Lady, sosok inspiratif satu itu tidak ikut menghadiri gathering yang digawangi blogger senior dan panutan kita semua di Kompasiana.

Berjam-jam lamanya Young Lady menunggu penguji kedua. Ia menjanjikan waktu ujian di sore hari. Sambil menunggu, Young Lady nongki cantik plus makan enak di tempat cozy. Unfortunately, Young Lady cantik nggak kebagian meja yang ada colokannya...hmmmmm.

5 jam Young Lady menanti seperti judul lagunya Kahitna. Tapi seperti kata Raisa di lagunya, ku kan menunggu tapi tak selamanya.

Selang 5 jam, ada kabar baru. Si penguji kedua masih di luar kota. Runtuhlah semangat Young Lady. Alhasil Young Lady pulang dengan hati galau.

Hari kedua, pagi-pagi sekali, Young Lady sudah meluncur cantik ke kampus. Dosen penguji kedua menjanjikan pukul tujuh. Pukul tujuh tiba, beredar kabar dari stafnya kalau beliau itu belum bangun. Orang rumah tak ada yang berani membangunkannya.

Nasib Young Lady jadi tak menentu. 3 jam berlalu, akhirnya Young Lady bisa ujian juga. Taraaaaa...disuruh ganti kajian!

Mau tak mau Young Lady menurut. Penggantian kajian itu dikerjakan seharian. Tenggat waktu seminggu untuk revisi selama seminggu, Young Lady hanya butuh sehari. Yeeee, pintar kan Young Lady?

Hari ketiga, Young Lady datangi rumah si dosen penguji. Tentunya bukan dengan tangan kosong. Sudah disiapkan sesuatu untuknya. Bingkisan cantik ala-ala Young Lady cantik.

Finally, muluslah proses itu. Tanda tangan didapatkan. Thank you Allah. Penelitian bisa dilanjutkan.

Di saat teman-teman lain masih sibuk revisian, Young Lady sudah selesai. Bisa bersantai sambil menunggu SK pembimbing 2-3 minggu lagi. Di saat orang lain kerepotan mencari dosen, Young Lady sudah menemukannya. Sambil bawa sesuatu pula.

Ketakaburan Young Lady membuat "Calvin Wan" mengingatkan dengan lembut untuk tidak sombong. Sebuah peringatan berharga untuk mereka-mereka yang berada di atas. Young Lady tersadar.

Jangan besar kepala ketika berada di puncak. Jangan berkecil hati saat terjatuh ke bawah. Roda berputar. Tak ada yang tahu skenario hidup yang sesungguhnya.

Kesombongan memiliki beberapa tingkatan. Semakin tinggi tingkatannya, semakin sulit kesombongan dideteksi.

Tingkat pertama, kesombongan karena merasa lebih dari orang lain dalam sisi material. Merasa lebih pintar, lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih sukses. Kesombongan jenis ini mudah dirasakan. Mudah pula diatasi.

Tingkat kedua, kesombongan karena merasa lebih baik dari segi sifat. Merasa lebih baik, lebih dermawan, lebih religius, lebih santun, dan lebih rajin. Jenis kesombongan ini bagai bulu-bulu halus di hati kita. Sangat, sangat sulit dideteksi. Dan tentunya, sulit dihilangkan.

Sama halnya dengan kesombongan, sifat rendah diri pun tidak layak untuk disimpan di dalam hati. Kerendahan diri hanya akan berdampak perasaan underestimate. Muncul rasa tidak dihargai, tidak berguna, dan tidak layak diperhatikan.

Jauhkan dua perasaan negatif itu dari hati kita. Bersihkan pikiran dari sifat rendah diri. Sucikan hati dari kesombongan. Tak mudah menyingkirkan kesombongan dan kerendahan diri. Namun, berusahalah. Sulit bukan berarti tak bisa, kan?

Kompasianers, bagaimana pendapat kalian tentang kesombongan dan kerendahan diri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun