"Aku tidak tahu apakah aku cukup pantas menjadi bagian dari keluarga Assegaf. Tapi, aku sangat menyayangi Abi, Ummi, dan Syifa."
Mereka berbalik, meninggalkan kios koran. Berjalan pelan melewati area proyek pembangunan jembatan. Proyek itu ditangani salah satu anak perusahaan Assegaf Group. Sekitar 30 pekerja sibuk dengan tugasnya. Mereka tak lupa menyapa Adica dan Arlita saat berpapasan.
"Nyonya Arlita, Tuan Adica..." sapa mereka penuh hormat.
Keduanya balas menyapa. Tak canggung berbaur dengan para pekerja proyek.
"Tidak bersama Tuan Assegaf?"
"Tidak. Suami saya di Refrain."
"Subhanallah, Tuan Assegaf itu ya...semangat hidupnya luar biasa. Salut saya."
Hangat dan bersahabat, interaksi antara pekerja proyek dengan istri investornya. Arlita dan Adica tersenyum mendengar kalimat terakhir. Abi Assegaf, dimana-mana selalu dikagumi orang. Semangat hidupnya yang paling mengagumkan.
Derai hujan memaksa para pekerja proyek rehat sejenak. Mereka menepi dan berteduh. Ada yang memainkan gadget, mengobrol, dan makan ringan. Rasa ingin tahu Adica bangkit. Sebuah foto yang tertera di layar gawai pekerja proyek menyita atensi.
"Itu foto apa?" tanya Adica penasaran.
"Upacara kemerdekaan, Tuan Adica."