Air mata menetes ke atas piano putih. Jemari lentiknya bergerak lemah. Nada-nada yang dihasilkan tak seindah biasanya. Pecah konsentrasi, gadis cantik Manado Borgo blasteran Turki itu berhenti sejenak.
"Kenapa, Princess?"
Sosok tampan itu, sosok tampan dalam balutan jas hitam panjang itu, mendekat. Duduk di samping Silvi. Mengecup keningnya lembut.
"Kenapa menangis? Bukannya tadi kamu mau main piano?" tanya Calvin lembut, membelai rambut Silvi.
Sungguh, kelembutan Calvin justru menggores luka baru di hatinya. Luka di hati sang tuan putri yang telah lama beku. Ditatapnya seraut wajah rupawan orientalis itu dengan kalut.
"You can tell me...anything. Or...not now, maybe."
Nada suara Calvin tetap lembut. Belaiannya tak berhenti. Pelukannya pun tidak dilepas.
"Calvin?"
"Iya, Silvi?"
"Jika kita berpisah, apa kau akan tetap mencintaiku?"
Sesaat Calvin terdiam. Sepasang mata sipit beningnya bertabrakan dengan mata biru Silvi.