Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Tulang Rusuk Malaikat] Kisah Pria Berlesung Pipi

14 Oktober 2018   06:00 Diperbarui: 14 Oktober 2018   07:57 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia pria paruh baya yang ramah. Senyumnya manis menawan. Itu karena lesung pipinya. Pria itu memiliki tipikal wajah khas Arab. Hidungnya mancung, posturnya tinggi. Meski batang usia digerus waktu, pria berdarah Jawa-Arab-Betawi itu tak kehilangan kegagahannya.

Seluruh karyawan Refrain Radio memanggilnya Abi Assegaf. Benar, owner Refrain Radio itu menyandang marga Assegaf di belakang namanya: Zaki. Tapi ia lebih akrab dipanggil Abi. Mungkin lantaran sifat fatherly dan caranya menebarkan kasih sayang untuk semua orang.

Tak percaya Abi Assegaf penyayang? Lihatlah apa yang dilakukannya siang ini. Dengan halus, diketuknya pintu ruang siaran. Pelan mengucap salam, dilangkahkannya kaki memasuki ruangan berpendingin udara dan berkarpet tebal itu.

"Adica anakku..." panggilnya halus, duduk di samping sang penyiar muda nan tampan.

Refleks si pemilik nama mengangkat wajah dari lembaran naskah filler yang tengah dibacanya. Ia mendapati Abi Assegaf tersenyum padanya, memperlihatkan lekuk menawan di kedua pipi.

"Makan dulu, Nak. Saya bawakan ini untukmu." Abi Assegaf menyodorkan kotak putih berisi nasi Biryani. Empat-lima kali seminggu Abi Assegaf rutin melakukan hal itu.

"Ah, harusnya Abi tak perlu repot-repot. Terima kasih, Abi."

Siapa bilang pria berlesung pipi itu merasa direpotkan? Ia telah menganggap Adica seperti anak kandungnya sendiri. Kasih sayang, perhatian, waktu, dan materi ia berikan untuk pegawai kesayangannya itu. Tak sadar menuai rasa iri para penyiar lainnya.

"Anakku, apa tidak sebaiknya kamu berhenti saja menjadi loper koran? Masih kurangkah gajimu di sini? Kalau masih kurang, biar kuberi bonus..." kata Abi Assegaf tetiba.

"Maaf, Abi. Saya belum bisa berhenti."

"Kenapa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun